Lama saya bermenung sembari
diterpa angin malam. Rasanya tak pernah ngantuk ketika menelusuri sejarah
Gregorius. Banyak pelaku sejarah yang diwawancarai memberikan kesaksian
yang biasa-biasa saja tetapi justeru
kesaksian yang biasa ini memiliki nilai sejarah yang luar biasa. Berawal dari
lingkungan Bernadus, kemudian berkembang menjadi sebuah wilayah yang melintasi
Kota Bumi. Umat yang hadir tidak lain adalah masyarakat perantau yang
keluar dari rumah dan kampung halaman untuk merantau jauh.
Kisah ini coba dirunut dalam terang
Kitab Suci, mirip umat Israel yang semula hanya satu keluarga Yakub yang
menetap di Mesir untuk mencari
kelimpahan makanan. Mereka kemudian hidup menetap dan beranak cucu. Keberadaan
umat Israel di Mesir bukanlah sebuah kebetulan tetapi berada tepat pada rencana
Allah sendiri. Dari Mesir, Allah, lewat Musa, umat Israel dibimbing keluar
dengan melewati pelbagai tantangan. Laut
merah menjadi sebuah tantangan berat bagi mereka karena tidak ada jalan lain untuk
meloloskan diri dari kejaran serdadu Firaun. Melalui tongkat Musa, laut merah dibelah
dan umat Israel berjalan dengan telapak yang kering.
Sebagai Israel baru, umat
Gregorius mengalami suka dan duka selama dua puluhan tahun, separuh dari masa
pengembaraan umat Israel. Di wilayah Kota Bumi umat berkembang pesat. Di
sinilah umat mencari penginapan sementara, menghidupkan komunitas iman yang
dibentuk. Di aula pemasaran milik developer yang juga digunakan untuk tempat
belajar bagi TK Maria Mediatrix, umat berkumpul untuk mengenyangkan diri dengan
“Manna ekaristi” agar disanggupkan untuk mengembara sebelum menemukan tempat
baru di Kampung Jambu. Romo Binzler begitu jeli menjejali kerinduan umatnya.
Sebelum umat keluar dari wilayah Kota Bumi, Romo Binzler sudah menyiapkan
sebuah tempat untuk dijadikan sebagai rumah Tuhan.
Seperti Musa yang mengantar umat
Israel keluar dari tanah Mesir, demikian Romo Binzler, mengantar umat wilayah
Bernadus, bukan melewati laut merah tetapi melewati ‘jalan raya’ menuju GSG. Di tempat inilah
terjadi proses pematangan diri dan pada akhirnya memproklamirkan diri sebagai
sebuah paroki mandiri. Setelah jadi paroki, apa yang harus kita
lakukan?***(Valery Kopong)
0 komentar:
Post a Comment