Tuesday, March 22, 2016

MENGEMBARA


                Lama saya bermenung sembari diterpa angin malam. Rasanya tak pernah ngantuk ketika menelusuri sejarah Gregorius. Banyak pelaku sejarah yang diwawancarai memberikan kesaksian yang  biasa-biasa saja tetapi justeru kesaksian yang biasa ini memiliki nilai sejarah yang luar biasa. Berawal dari lingkungan Bernadus, kemudian berkembang menjadi sebuah wilayah yang melintasi Kota Bumi. Umat yang hadir tidak lain adalah masyarakat perantau yang keluar  dari rumah dan  kampung halaman untuk merantau jauh.
                Kisah ini coba dirunut dalam terang Kitab Suci, mirip umat Israel yang semula hanya satu keluarga Yakub yang menetap di Mesir  untuk mencari kelimpahan makanan. Mereka kemudian hidup menetap dan beranak cucu. Keberadaan umat Israel di Mesir bukanlah sebuah kebetulan tetapi berada tepat pada rencana Allah sendiri. Dari Mesir, Allah, lewat Musa, umat Israel dibimbing keluar dengan melewati pelbagai tantangan.  Laut merah menjadi sebuah tantangan berat bagi mereka karena tidak ada jalan lain untuk meloloskan diri dari kejaran serdadu Firaun. Melalui tongkat Musa, laut merah dibelah dan umat Israel berjalan dengan telapak yang kering.
               
Tetapi apakah setelah melewati laut merah, Bani Israel tidak lagi menemui masalah? Tidak! Bentangan tantangan menanti dan ini merupakan sebuah ujian bagi Israel untuk tetap setia kepada Allah atau tidak. Padang gurun yang maha luas menjadi tantangan tersendiri ketika mereka mengembara. Dalam pengembaraan di padang gurun yang luas, ada kisah yang menggerutu saat rasa lapar dan haus dialami. Allah tidak tega membiarkan umat-Nya menderita. Manna dan burung puyuh menjadi santapan penopang pengembaraan hidup sebelum menginjakkan kaki di tanah terjanji. 
                Sebagai Israel baru, umat Gregorius mengalami suka dan duka selama dua puluhan tahun, separuh dari masa pengembaraan umat Israel. Di wilayah Kota Bumi umat berkembang pesat. Di sinilah umat mencari penginapan sementara, menghidupkan komunitas iman yang dibentuk. Di aula pemasaran milik developer yang juga digunakan untuk tempat belajar bagi TK Maria Mediatrix, umat berkumpul untuk mengenyangkan diri dengan “Manna ekaristi” agar disanggupkan untuk mengembara sebelum menemukan tempat baru di Kampung Jambu. Romo Binzler begitu jeli menjejali kerinduan umatnya. Sebelum umat keluar dari wilayah Kota Bumi, Romo Binzler sudah menyiapkan sebuah tempat untuk dijadikan sebagai rumah Tuhan.
                Seperti Musa yang mengantar umat Israel keluar dari tanah Mesir, demikian Romo Binzler, mengantar umat wilayah Bernadus, bukan melewati laut merah tetapi melewati  ‘jalan raya’ menuju GSG. Di tempat inilah terjadi proses pematangan diri dan pada akhirnya memproklamirkan diri sebagai sebuah paroki mandiri. Setelah jadi paroki, apa yang harus kita lakukan?***(Valery Kopong)
                 

   

No comments: