Tuesday, August 20, 2019

Hidup Di Alam Kemerdekaan


Bangsa pilihan Allah bertahun-tahun hidup dan menetap di Mesir. Sejak Yusuf menjadi petinggi di negeri itu dan pada peristiwa kelaparan, Yusuf menyuruh saudara-saudaranya serta orang tuanya untuk segera ke Mesir agar terbebas dari ancaman kelaparan. Titik awal untuk tinggal di Mesir,  memberikan peluang bagi mereka untuk bisa hidup.  Semakin lama mereka semakin berkembang bahkan menyaingi jumlah penduduk Mesir. Apakah mereka hidup di Mesir maka mereka berada pada situasi yang menyenangkan? Tidak!! Banyak perlakuan di luar batas kemanusiaan dan bahkan mereka tetap diminta untuk kerja paksa. Sebagai bangsa pilihan Allah, Israel tidak dibiarkan untuk tetap berada dalam penindasan.
Melalui Musa, Allah memintanya untuk mengantarkan bangsa Israel untuk keluar dari Mesir dan menuju tanah terjanji, Kanaan. Memang, tidak mudah Musa memimpin bangsa Israel keluar dari tanah Mesir. Banyak kendala yang diperlihatkan oleh Fira’un untuk menjegal langkah Musa. Karena itu Allah murka dan menurunkan bencana yang dikenal sebagai tulah. Tujuan Allah menghadirkan tulah  adalah supaya Fira’un segera memperbolehkan bangsa Israel keluar dari Mesir. Allah memberlakukan tulah kesepuluh, seolah memaksa Firaun untuk segera memperbolehkan bangsa pilihan Allah itu.
Namun dalam perjalanan, mereka dikejar para serdadu Mesir ketika umat Israel sedang menyeberang laut merah yang telah dibelah oleh Musa dengan tongkatnya.  Ketika umat Israel sudah berada di seberang laut merah, Musa menyatukan kembali laut  sehingga para serdadu mati tenggelam. Umat Israel mulai memasuki padang gurun untuk hidup dalam pengembaraan selama 40 tahun lamanya. Allah, melalui Musa senantiasa mendampingi bangsa pilihan-Nya untuk mencapai tanah terjanji, Kanaan. 
Apa yang bisa kita pelajari dari peristiwa masa lampau bangsa Israel dan memperhadapkan dengan momentum perayaan 74 tahun kemerdekaan Indonesia? Di tengah gumuruh perayaan 74 tahun kemerdekaan Indonesia, anak-anak bangsa mestinya mengaca pada masa lampau di mana para pejuang berusaha melawan penjajah dengan darah dan nyawa jadi taruhan. Mereka mengorbankan diri dengan   cara tragis supaya tanah air tercinta ini tidak dijajah oleh bangsa-bangsa penjajah.
Melepaskan diri dari para penjajah berarti dengan mudah negara Indonesia bisa menentukan sendiri nasib masa depannya. Dengan bebas dari penjajah berarti bebas dari tekanan dan intimidasi serta perlakuan lain di luar batas-batas kemanusiaan. Dengan bebas dari bangsa penjajah berarti seluruh kekayaan alam tidak dikuasi lagi oleh mereka karena selama bangsa penjajah menduduki wilayah Indonesia, pada saat yang sama mereka sedang mengeruk kekayaan alam berupa rempah-rempah dan kayu cendana untuk dibawa ke negeri para penjajah.  
Teks kitab suci hari ini berbicara banyak hal tentang hidup dalam alam kemerdekaan dan tuntun oleh aturan yang berlaku. Dalam Injil, Yesus menegaskan, “Berikanlah kepada kaisar apa yang menjadi hak kaisar dan kepada Allah apa yang menjadi hak Allah.” Penegasan Yesus ini menunjukkan sebuah keseimbangan hidup. Hidup harus dibaktikan kepada bangsa dan terarah kepada Allah. Hidup bakti sebagai warga negara adalah menunaikan  kewajiban utama dalam membayar pajak yang bisa mendukung seluruh roda pemerintahan.
Pada momentum kemerdekaan Indonesia ke 74 tahun ini kita diingatkan akan perjuangan para pejuang yang berkorban demi bangsa dengan darah dan nyawa menjadi taruhan utama. Dapatkah kita mengisi kemerdekaan ini dengan hal-hal positif sebagai bakti kita kepada bangsa dan kecintaan kita terhadap Tuhan?***(Tangerang, 17 Agustus 2019, Valery Kopong)    

No comments: