Ketika
mengikuti misa pada Minggu, 30 Oktober 2022 di Gereja Gregorius Agung-Kota Bumi,
ada sesuatu yang berbeda. Sebanyak 240 orang menerima sakramen krisma. Para penerima
sakramen krisma ini terdiri dari anak-anak berusia 14 tahun ke atas dan bahkan
ada yang berusia enam pulahan tahun juga turut menerima sakramen krisma. Perayaan
Ekaristi dipimpin langsung oleh Mgr. Ignatius Kardinal Suharyo, Uskup Keuskupan
Agung Jakarta.
Untuk apa orang Katolik yang sudah mencapai usia tertentu menerima sakramen krisma? Pertanyaan ini menjadi penting untuk mendorong kita memahami esensi dasar tentang sakramen sebagai tanda yang kelihatan dari Allah. Sakramen krisma disebut juga sebagai sakramen pendewasaan dan sangat diharapkan setelah menerima sakramen krisma, orang bisa bersaksi tentang Kristus dan ajaran-Nya di tengah-tengah masyarakat yang plural. Menjadi saksi di zaman ini memang berat dan konsekuensi yang diterima juga tidak ringan. Namun sebagai pengikut Kristus harus perlu menyadari arti penting dari perutusan itu.
Sebagai orang yang menerima sakramen krisma, kewajiban kita adalah memberikan kesaksian tentang Kristus kepada orang lain. Kesaksian seperti apa yang harus diwartakan oleh kita? Kesaksian tentang kebaikan dan ajaran-ajaran Kristus yang harus kita perlihatkan pada orang-orang yang kita jumpai. Menjadi saksi bukan berarti harus mengatakan diri sebagai orang Katolik di depan umum, di hadapan orang-orang beragama lain, melainkan dalam tindakan baik yang paling sederhana yang diperlihatkan itu, menunjukkan bahwa kita sedang bersaksi. Jika kita hidup membaur dengan orang-orang beragama lain, kasih dan kebaikan itu terus diperlihatkan maka langkah ini sebenarnya kita memperkenalkan ajaran-ajaran Kristus yang berlandaskan pada cinta kasih.
Dalam khotbahnya, Mgr. Suharyo menekankan pentingnya perutusan yang ditopang oleh kekuatan Roh Kudus. Roh Kudus menjadi roh yang memberikan energi dan semangat bagi para pewarta. Ketika Yesus dihukum mati, para rasul mengalami ketakutan dan bahkan keterpurukan hidup. Mereka mengalami keterpurukan hidup karena Yesus yang menjadi andalan utama mereka ternyata harus mati secara tragis. Namun situasi itu berubah setelah turunnya Roh Kudus ke atas para rasul dalam bentuk lidah-lidah api. Roh Kudus itulah yang memberikan spirit baru bagi para murid agar bisa berani dan melangkah untuk mewartakan kebangkitan Kristus dan ajaran-Nya ke penjuru dunia.
Mgr.Ignatius Suharyo menerimakan sakramen krisma
Konsekuensi
yang harus diterima sebagai seorang pewarta memang berat. Tidak hanya
dikucilkan dari masyarakat tetapi juga rela kehilangan nyawa. Seperti Kristus
yang mewartakan tentang Kerajaan Allah dan konsekuensinya menerima salib, maka
jalan yang sudah diperlihatkan oleh Kristus, juga harus dilalui oleh kita yang
menamakan diri sebagai pengikut-Nya. ***(Valery Kopong)
0 komentar:
Post a Comment