Setiap
tanggal 1 November, Gereja merayakan Hari Raya Semua Orang Kudus. Dalam perayaan
itu, kita mengenangkan orang-orang kudus, baik yang sudah dikanonisasi menjadi
orang kudus, maupun yang belum. Kehidupan orang-orang kudus menjadi penting dan
menjadi pembelajaran bagi kita semua yang masih tengah berziarah di dunia ini.
Mereka telah memperlihatkan diri sebagai orang-orang tangguh dan berani
mempertahankan imannya akan Kristus.
Sejak kapan Gereja Katolik mulai menetapkan perayaan untuk mengenang orang-orang kudus? Gereja telah mulai menghormati para Santo/ Santa dan martir sejak abad kedua. Hal ini terlihat dari catatan kemartiran St. Polycarpus di abad kedua sebagai berikut: “Para Prajurit lalu,…. menempatkan jenazahnya [Polycarpus] di tengah api. Selanjutnya, kami mengambil tulang- tulangnya, yang lebih berharga daripada permata yang paling indah dan lebih murni dari emas, dan menyimpannya di dalam tempat yang layak, sehingga setelah dikumpulkan, jika ada kesempatan, dengan suka cita dan kegembiraan, Tuhan akan memberikan kesempatan kepada kita untuk merayakan hari peringatan kemartirannya, baik untuk mengenang mereka yang telah menyelesaikan tugas mereka, maupun untuk pelatihan dan persiapan bagi mereka yang mengikuti jejak mereka.” (St. Polycarpus, Ch. XVIII, The body of Polycarp is burned, 156 AD).
Di saat Gereja merayakan Hari Raya Semua Orang Kudus, teks kitab suci, khususnya bacaan Injil memperlihatkan Sabda Bahagia yang diucapkan oleh Yesus. Membaca Sabda Bahagia ini, Yesus memperlihatkan serangkaian ucapan bahagia secara paradoks, bertentangan dan penuh dengan kejutan. "Berbahagialah orang yang miskin dalam roh..." Betapa beruntungnya jika kami tidak kecanduan hal-hal materi. Di sini PutraMu memberi tahu bagaimana mewujudkan keinginan manusia yang terdalam, yaitu keinginan akan Tuhan, bukan kepada yang sementara belaka. Kehidupan orang-orang kudus selama hidupnya memperlihatkan kualitas diri yang lebih terbuka kepada Allah dan bermati raga ketimbang mengandalkan kekayaan duniawi yang tidak menjanjikan kebahagiaan abadi.
Dalam
bacaan Injil terutama tentang sabda bahagia, dilukiskan oleh penginjil
“Berbahagialah orang yang lemah lembut...” Kata lemah lembut menggambarkan
karakter Allah yang Maharahim, berbelas kasih. Kasih Allah yang diperlihatkan
adalah kasih yang melampaui logika manusia, kasih tanpa batas. Begitu besar
kasih Allah kepada dunia maka Ia mengutus Putera-Nya yang tunggal sebagai
penebusan bagi manusia. Kedalaman kasih yang diperlihatkan kepada dunia penuh
heroik karena hanya melalui jalan terjal heroik itu, kasih Yesus memperlihatkan
titik kesempurnaan. Yesus menegaskan diri-Nya sebagai jalan, kebenaran dan
hidup, hal ini memberikan jaminan masa parusia nanti. Ia telah menyediakan
tempat abadi bagi kebahagiaan kekal seperti yang dialami orang-orang
kudus.***(Valery Kopong)
0 komentar:
Post a Comment