Monday, June 15, 2020

Budaya Dan Spiritualitas "Non Violence"

Sering kita mendengar ungkapan, "Pembalasan lebih kejam." Artinya,  tindakan ora

ng yang  tersakiti  lebih parah daripada orang yang menyakitinya. Waduh...gawat kalau diterapkan dalam realitas kehidupan kita dan tentu saja hal ini tidak sesuai dengan budaya dan spiritualitas kristiani. Memang benar disakiti itu sakit dan sakitnya itu di sini ( tunjuk di  hati ). Lalu, apakah prinsip "pembalasan lebih kejam" ini akan menjadi gaya hidup kita. Tentu saja tidak! Kita hendaknya mengutamakan  sikap dan tindakan "non violence" ( tanpa kekerasan )  dalam hidup kristiani kita.

     Bacaan Injil pada hari ini menegaskan kepada kita untuk membangun budaya dan spiritualitas non violence. "Melawan tanpa kekerasan." Budaya dan spititulitas ini mau menghancurkan prinsip "kekerasan" dibalas dengan "kekerasan", " kejahatan" dibalas dengan "kejahatan".    Prinsip ini harus dihancurkan karena merusak /

memutarbalikan hubungan antara manusia  dengan Allah, dan hubungan manusia dengan sesamanya. Prinsip "kekerasan" dibalas "kekerasan"  hendaknya diganti dengan kebaikan dan cinta kasih / budaya dan spiritualitas non violence.

       Mari kita belajar dari sikap Tuhan Yesus untuk tidak memiliki sikap pendendam kendati apa yang mereka lakukan sangat menyakitkan. Mari kita belajar budaya dan spiritualitas non violence menjadi gaya hidup kristiani kita.

( inspirasi : Injil Matius 5:38-42,  15 Juni,Suhardi )

Saturday, June 13, 2020

Membangun Komitmen

    Katakanlah ya, jika kamu ya dan katakanlah tidak apabila tidak. Sabda Yesus ini tidak  gampang untuk direalisasikan. Karena seringkali kita bilang ya, padahal tidak atau sebaliknya bilang tidak, padahal ya.  Karena takut melukai hati orang lain atau takut menyinggung perasaan orang lain, kita bilang ya padahal tidak, bilang tidak padahal ya.

   Sabda Yesus pada ha

ri ini mengajak kita untuk tegas dan pegang komitmen, sehingga kita bisa memegang  integritas kita, kita bisa memegang kejujuran dan kebenaran serta bisa dipercaya. Memegang komitmen untuk berintegritas, jujur dan kebenaran serta bisa dipercaya harus ditegakkan dan diperjuangkan. Namun, kita sering takut untuk memegang integritas, kejujuran dan kebenaran serta kepercayaan kita itu. Ada berbagai macam alasan, sehingga tidak mampu menjaga komitmen kita untuk berintegritas , jujur, benar dan dipercaya karena takut kehilangan rejeki, jabatan, takut melukai hati atau perasaan orang lain, apalagi kita diperhadapkan dengan budaya timur. " Wuh pekewuh" " Saling menjaga perasaan" , kata orang jawa.

    Marilah kita belajar dari Tuhan Yesus untuk menjaga dan melaksanakan komitmen kita, sehingga kita tidak  plin plan terhadap komitmen kita.

( inspirasi : Injil Matius 5 : 33-37,  13 Juni, suhardi )

Friday, June 12, 2020

MENJAGA KEMURNIAN DAN KEUTUHAN PERKAWINAN

Saya pernah mendengarkan cerita dari seorang ibu, yang menceritakan keluh kesah dan perjuangannya dalam menghadapi pergumulan perkawinannya. Dia merasa bahwa  sudah tidak mampu lagi untuk mempertahankan hidup perkawinannya. "Lebih baik berpisah,sehingga beban pergumulanku akan terasa ringan," katanya. Setelah dia mengeluarkan segala pergumulan dan perju

angan perkawinannya, lalu saya bilang padanya. "Bila ibu mampu memberi maaf dan memberi pengampunan kepada pasangan ibu, ibu adalah seorang isteri yang sangat luar biasa. Ibu mempunyai iman yang sangat mendalam, jika ibu menerima pasangan  ibu kembali."   Beberapa bulan berikutnya, saya melihat  ibu itu telah pulang kembali ke rumah

nya dan kembali bersama sama dengan pasanganya sampai sekarang dan nampak bahagia hidup bersama pasangannya dan anak- anaknya. Ternyata, dia telah mampu menjaga kemurnian dan keutuhan perkawinannya.

      Setiap pasangan  perkawinan pasti mempunyai problem kehidupan berumah tangga, entah problem ringan, sedang maupun berat yang bisa membawa perpisahan bahtera hidup keluarganya. Hidup perkawinan saat ini diperhadapkan dalam berbagai macam tantangan perkawinan: sikap dan tindakan  materialistis, hedonistis, konsumeristis, unitaris,  individualistis, ketidaksetiaan, mengejar karier, dan lain-lain,  tetapi sungguh luar biasa dan pantas diberi acungan dua empol, ketika mereka mampu menjaga kemurnian dan keutuhan perkawinannya.

Bacaan Injil pada hari ini memberi pesan keras tentang menjaga kemurnian hati dan keutuhan perkawinan. Karena itu Gereja Katolik mengajarkan tentang sifat perkawinan Katolik, yaitu monogami dan tak terceraikan. Dalam berbagai macam tantangan, baik tantangan yang ringan, sedang maupun berat, marilah kita bersandar pada Yesus, sehingga kita mampu mencapai tujuan perkawinan dan mampu menghadapi salib perkawinan yang kita pikul. Semoga demikian.

( inspirasi: Injil Matius 5 : 27--32,  12 Juni,  Suhardi )