Setiap
hari, sepertinya penanggalan bergerak maju dan pada akhirnya menemukan
titik puncak, akhir tahun. Semua mata
tertuju pada kalender bisu yang terus
melekat pada dinding-dinding kumal. Pada tanggal terakhir di bulan Desember ini,
kalender 2016 perlahan diturunkan dan siap diganti dengan kalender yang baru,
2017. Tetapi sebelum mengakhiri tahun
2016, setiap kita sepertinya ingin
memaknai tahun ini sebagai momentum penting untuk merefleksikan diri dan
mengenang setiap kejadian yang telah kita lalui. Berapa langkah dan jejak kaki,
kita torehkan dalam sejarah perjalanan hidup kita terutama mengisi hari-hari
hidup di tahun 2016 ini? Jika itu
pengalaman menarik maka keinginan kuat bagi kita untuk mengulangi pengalaman
yang sama. Tetapi jika sebaliknya, pengalaman yang kita alami adalah pengalaman
yang tidak mengenakan bagi kita, maka
pelan tetapi pasti, kita akan berusaha
untuk melupakan pengalaman itu, sambil berharap bahwa di tahun baru, 2017 itu akan lebih baik.
Wednesday, January 11, 2017
Thursday, January 5, 2017
KANVAS RAHIM
wajah kedua orang tuaku |
TANGGAL
LAHIR
MELUKIS
DIRI
PADA
KANVAS RAHIM
IBUNDA
Wednesday, December 21, 2016
KALENDER LUSUH DI AKHIR TAHUN
Kalender yang lusuh itu masih
tergantung pada dinding rumahku. Tetapi pada tepian tahun 2016 ini, kalender
itu sepertinya harus berakhir seiring
berlalunya waktu. Waktu terus berputar dan kita pun turut terlibat dalam putaran
waktu. Dalam detak waktu yang berjalan tanpa kendali manusia, menimbulkan
pertanyaan bagi kita. Sudah berapa langkah kaki ini memberikan bekas pada tanah
yang dipajaki dan berapa kali tanganku ini berbuat kebaikan di bawah kendali
waktu? Di bawah terik matahari, kita terus bekerja, entah sampai berapa lama.
Untuk apa kita bekerja? Atau meminjam bahasa biblis Sang Pengkhotbah, untuk apa
kita harus berjerih lelah di bawah terik matahari? Sungai-sungai terus mengalir
ke laut tetapi laut tidak juga menjadi penuh.
Thursday, November 3, 2016
ORANG-ORANG KALAH
Beberapa waktu yang lalu, saya menerima sebuah pesan singkat dari
seorang teman yang memberitakan pada
saya mengenai judul bukunya yang mau diterbitkan di Yogyakarta. Judul
bukunya “Orang-orang Kalah.” Saya lalu bertanya, kira-kira apa isi
dari buku yang diberi judul orang-orang
kalah? Dia lalu memberikan jawaban bahwa bukunya itu menceritakan tentang seluruh pewartaan dan pengorbanan Yesus yang
selalu mengendepankan diri sebagai
orang yang mengalah pada situasi, demi
sebuah nilai yang lebih tinggi. Ketika kehadiran Yesus sebagai Mesias (penyelamat dunia) di dunia, Ia ditolak oleh orang-orang
Israel karena konsep kemesiasan orang Israel adalah seorang pemimpin yang tampil dengan gagah
perkasa dan bisa menumpas para penjajah
agar mereka terhindar dari tekanan kolonial.
Walaupun tidak bersalah tetapi Yesus diadili dan dijatuhi hukuman
mati. Yesus tidak membela diri, Yesus tidak mencari
pengacara kondang untuk membela agar terhindar tuduhan itu tetapi apa yang dilakukan terhadapnya, diterima
dengan tangan terbuka. Di sini kita melihat ketakberdayaan Yesus di hadapan hukum duniawi dan orang-orang yang memiliki kekuasaan.
Sikap seperti ini ditunjukkan oleh Yesus
kepada kita, tidak lewat kata-kata tetapi lewat perbuatan. Ia telah menunjukkan
kepada kita sebuah jalan salib kehidupan, jalan penuh liku dan tantangan.
Bahwa cinta kasih yang diwartakan oleh Yesus adalah cinta total, cinta
paripurna yang Ia tunjukkan pada saat ketika berhadapan dengan kayu salib.
Salib dipikul pada sebuah jalan panjang,
dari rumah Pilatus menuju puncak Golgota, semestinya Ia mengajak kita untuk
menengadah sambil melihat kesempurnaan cinta yang mendekati keselamatan. Pada
puncak bukit Golgota, tempat Yesus disalibkan, dari ketinggian bukit itu Ia
membuka mata kita untuk melihat betapa
penderitaan yang dialami oleh manusia yang mesti ditanggung dalam Dia.
Tuesday, October 11, 2016
MENCARI SOLUSI UNTUK GEREJA SANTA BERNADETH-CILEDUG
Persoalan
mengenai Gereja Paroki Santa Bernadeth-Ciledug-Kota Tangerang sepertinya tak
pernah selesai. Sejak berdiri menjadi sebuah paroki mandiri, terhitung tanggal
11 Februari 1990, banyak mengalami hambatan dalam mendirikan gereja. Karena belum mendapatkan IMB maka umat paroki
Santa Bernadeth menggunakan beberapa
tempat untuk mengadakan ekaristi terutama pada hari minggu. Persoalan mencuat
ketika umat paroki tidak diijinkan lagi mengadakan Ekaristi yang selama itu
menggunakan aula sekolah Sang Timur. Banyak penolakan terjadi dan bahkan Gus
Dur waktu itu hadir bersama umat paroki untuk menyelesaikan masalah ini pun
diusir.
Umat sepertinya tidak berhenti untuk
mencari lokasi untuk mendirikan gereja paroki. Setelah duapuluhan tahun
berjuang, gereja paroki akhirnya mendapat IMB dari wali kota Tangerang, Wahidin
Halim. IMB Gereja Santa Bernadeth yang dikeluarkan oleh Wali kota Tangerang
tertanggal 22 Agustus 2013, sepertinya tidak membawa kegembiraan. Banyak pihak
berusaha untuk menjegal bahkan menuntut untuk dicabutnya IMB ini dengan alasan
sederhana, bahwa keberadaan gereja mengganggu warga sekitar. Apakah lokasi
gereja yang letaknya di gerbang perumahan Graha Raya mengganggu warga sekitar? Kalau
melihat lokasi yang berada di pinggir jalan perumahan dan tidak mengganggu
orang lain. Informasi yang didapat adalah ada kesalahan prosedur terutama mengenai
KTP warga tetapi setelah dilengkapi, juga terus dipersoalkan.
Karena desakan dan penuntutan
pencabutan IMB ini maka proses penyelesaian masalah ini ditempuh melalui jalur hukum.
Persoalan ini diselesaikan melalui PTUN Serang dan pihak gereja Santa Bernadeth
dinyatakan kalah. Keputusan ini
dikeluarkan pada tanggal 11 Desember 2014, No.31 G/2014PTUN SRG. Dengan keputusan
yang mengalahkan pihak gereja ini maka mendorong pihak gereja untuk naik
banding ke PTUN Jakarta. Walaupun sudah naik banding tetapi kekalahan tetap
didapatkan oleh pihak gereja. Keputusan PTUN Jakarta yang menyatakan kekalahan
gereja, tertanggal 8 Mei 2015, No.49 B/2015 PTUN JKT.
Wednesday, August 31, 2016
BERSAKSI TENTANG “RASA”
Mengapa
rasa yang selalu ditonjolkan saat berhadapan dengan semua makanan yang dimakan,
termasuk sambel? Ya, hanya rasa yang memberikan kelekatan dan kedekatan dengan
peramu dan pembuat makanan ataupun sambel.
Sambel menjadi penyedap rasa dan memanjakan lidah untuk terus bergoyang kalau sambel itu enak rasanya dan juga tak
lupa menawarkan rasa pedas.
Ji-pong,
semenjak aku memesannya, selalu hadir menemani lidahku saat makan. Walaupun makanan
lain terasa kurang enak tetapi karena Ji-Pong, sambel pilihanku itu maka semua
makanan menjadi terasa nikmat. Sambel Ji-Pong, sepertinya menawarkan kenikmatan
tersendiri saat makan karena itu kehadiran Ji-Pong memberi rasa pada lidahku
dan juga memberikan semangat pada selera makanku. Rasanya enak dan pedas sehingga
berkali-kali terpaksa aku berkerut dahi
menahan pedasnya Ji-Pong.
Spesial
Sambel Kecap JI Pong, pedasnya Linuwih, level
pedas
1. Pedas
2. Super Pedas
3. Super Duper Pedas
4. Super Duper Double Pedas
5. Super Duper Triple Pedas
Tersedia juga
1.Sambel Trasi
2. Sambel Bawang
Tanpa MSG, tanpa pengental, tanpa pengawet...
1. Pedas
2. Super Pedas
3. Super Duper Pedas
4. Super Duper Double Pedas
5. Super Duper Triple Pedas
Tersedia juga
1.Sambel Trasi
2. Sambel Bawang
Tanpa MSG, tanpa pengental, tanpa pengawet...
Untuk menambah gairah makan Anda, maka
hadirkanlah Ji-Pong sebagai peneman utama untuk memberi rasa pada lidah Anda. Tak
lupa pula, bagi yang berminat, silakan hubungi dan pesanlah pada sang empunya
peramu. Harga terjangkau, rasa tertambat.
(Valery Kopong)
Friday, August 26, 2016
Monday, August 15, 2016
Monday, August 8, 2016
MENITI JALAN PULANG (Elegi bersama motorku, REVO)
Jumat siang itu, tepatnya tanggal 5 Agustus 2016. Aku melepaspergikan
motor kesayanganku. Sudah sembilan tahun, aku menungganginya dan tak pernah mengeluh ketika menggunakannya ke
tempat kerja dan tempat-tempat
lain. Ibarat melepaskan seorang anggota
keluarga untuk bepergian jauh dan pasti ada rasa yang kurang yang muncul dalam
diri orang-orang yang melepaskannya. Demikian
juga dengan motor kesayanganku, sudah sembilan tahun hidup dan ada bersamaku, terpaksa aku melepaskannya
untuk dikirim ke kampung halamanku, Gelong-Adonara Timur-Flores Timur.
Aku coba untuk mengambil kamera dan memotretnya, supaya aku memiliki sebuah dokumentasi tentangnya, tentang REVO yang berplat B 6506 NSA. Walau aku harus merelakannya ke kampung halamanku, tetapi kenangan yang terdokumentasi seakan membuka memori kehidupanku pada sembilan tahun silam ketika aku dengan susah payah memilikinya. REVO, motorku seakan tahu tentang perjalanan hidupku yang merangkak dari bawah dan perlahan menanjak. Ia mengerti suka duka hidupku dalam menerjang gemuruh knalpot dan riuh-redahnya mesin-mesin di kota metropolitan.
REVO, kini dalam perjalanan bersama
kantor Pos menuju Surabaya dan masih harus melanjutkan perjalanan dari Surabaya
menuju Adonara dengan menumpang kapal barang. Sebuah perjalanan melelahkan
tetapi harus dijalani demi mencapai lewo tanahku tercinta, Gelong-Adonara. Sembilan tahun, REVO menemaniku menelusuri
lorong-lorong kota yang riuh tetapi perjalananmu pulang ke kampung merupakan
sebuah perjalanan pulang, perjalanan sunyi. Kiranya REVO menemukan tempat baru
dan mendapat energi baru di tempat yang sunyi, lewo tanahku tercinta Gelong
yang jauh dari sentuhan sinyal.***(Valery Kopong).
Monday, August 1, 2016
MERINTIS ‘JALAN MISKIN’
Oleh: Valery
Kopong*
Malam semakin
larut dan keheningan perlahan turun mencium bumi Pasar Kemis-Tangerang-Banten.
Tepat pukul 21.30 malam, kami tiba di rumah sang pengacara itu, setelah lama
menunggunya karena baru tiba dari luar kota. Memang, kesibukan telah melingkupi
kehidupan pria berdarah Batak itu. Di selah-selah kesibukan dan boleh dikatakan
bahwa hampir tidak ada waktu senggang baginya, tetapi ia masih menyempatkan
diri menerima kami untuk
mewawancarainya.
“Selamat malam,” sapa Pak
Johnson Panjaitan S.H, kepada kami yang bertandang ke rumahnya. wawancara
kami dengannya, sepertinya berlangsung secara alamiah dan non formal. Kami
diterima dalam suasana kekeluargaan dan langsung diajak untuk mengambil bagian
pada santap malam. Sambil menikmati
hidangan yang telah disediakan keluarga Pak Johnson, obrolan pun terus
mengalir. Pertama-tama ia menyatakan keprihatinan terhadap situasi negara yang
sedang carut-marut. “Tidak lama lagi harga barang-barang kebutuhan mulai naik
disertai dengan kenaikan BBM. Memang, tahun 2011 merupakan tahun keprihatinan
bersama atas seluruh situasi yang terjadi di negeri ini,” keluh Pak Johnson.
Sering sekali wajah Pak Johnson
Panjaitan tampil di televisi. Tetapi siapakah dia yang begitu berani
menyuarakan keprihatinan masyarakat, terutama dalam bidang hukum? Pak Johnson
adalah seorang Sekjen Asosiasi Advokat Indonesia. Sebagai seorang pengacara, ia
dikenal akrab dengan permasalahan yang bersinggungan langsung dengan hukum.
Menjadi pengacara bukanlah cita-citanya. Cita-cita awal Pak Johnson adalah mau
menjadi Jaksa Agung. Tetapi kenyataan berbicara lain, ia bahkan lebih
membaurkan hidupnya dalam pusaran persoalan yang dihadapi oleh bangsa ini.
Selain sebagai Sekjen Asosiasi Advokat Indonesia, ia juga sebagai penasihat
hukum “Indonesia Police wacth”
(Lembaga Pengamat Polri), sebuah LSM yang memantau seluruh gerak perjalanan
Polri sekaligus memberikan kritik terhadap lembaga yang mempunyai peran strategis
ini.
Subscribe to:
Posts (Atom)