Sabtu, 12 September, sebuah peristiwa
yang tak terlupakan di jalan tol Tangerang – Serang. Salah satu ban mobilku di
bagian kiri belakang meledak. Dalam
kecepatan tinggi, dan ban mobilku ini meledak, membuatnya berhenti mendadak.
Tetapi untunglah bahwa jalan tol tidak terlalu ramai di pagi itu. Setelah
berhenti pada sebelah kanan tol, aku langsung berhentikan mobil dan turun
langsung dari mobil untuk mencari pertolongan orang-orang yang ada di sekitar
tol. Memang sulit sekali ketika mendapat
musibah ini di tengah tol karena kecepatan mobil para pengemudi yang lewat
begitu kencang dan tidak mungkin bisa mencari pertolongan orang. Sekitar
sepuluh menit setelah kejadian itu, ada seorang yang datang menanyakan kepada
saya tentang peristiwa yang saya alami itu. Sepertinya ia seorang pekerja
proyek di jalan tol. Dia membantu saya untuk memarkirkan mobil pada posisi bahu
kiri jalan tol agar tidak mengganggu lalu lintas perjalanan tol. Aku menghidupkan mobil lagi dan dengan
tergopoh-gopoh harus meminggirkan mobil dengan bantuan seorang penolong ini.
Setelah membantu saya, orang ini
sepertinya menghilang. Awalnya aku minta dia untuk membantu saya dalam proses
mengganti ban mobilku itu. Ia mengiyakan tetapi setelah itu ia pergi dan tanpa
saya tahu, ke mana arah ia pergi dan saya mengalami kesulitan untuk mencarinya
lagi, apalagi di jalan tol. Hampir dua puluh menit saya menunggu orang yang
pertama membantuku itu. Tetapi karena kelamaan dan orangnya tidak kunjung tiba,
maka terpaksa saya harus mencari orang lain lagi untuk membantu saya
menggantikan ban mobil. Kebetulan di pinggir tol, saya melihat beberapa orang
petani yang sedang memetik padi di sawah yang letaknya di pinggir tol. Walaupun
para petani sawah sedang sibuk mengurusi padinya tetapi saya harus memanggil
mereka dan meminta pertolongan.
Setelah mendengar teriakanku minta
tolong, seorang dari petani memberikan respon dan mendekat pada saya yang
berada di pinggir tol. Ia pada akhirnya mencari jalan kecil untuk bisa masuk ke
area tol untuk membantu saya. Petani berhati tulus itu pada akhirnya membantu
saya membuka ban dan menggantinya dengan ban serep. Awalnya saya tidak
menanyakan, apakah dia bisa membuka ban atau tidak, tetapi saya menyerahkan
sepenuhnya pada petani itu untuk membantu saya. Nama petani itu Sanudin. Setelah memperkenalkan dirinya, ia mulai
mengambil ban serep dan mulai mengerjakan pemasangan ban itu.
Setelah memasang ban mobil, saya
menjadi bingung karena saya tidak bawa uang cash dan yang ada di dompet
hanyalah ATM. Saya coba untuk melihat dompetku, ternyata masih ada Rp 15.000.
Apa artinya nilai Rp 15.000 di mata seorang petani yang membantu saya? Sambil
menunjukkan dompetku yang kosong dan genggaman uang Rp 15.000, saya memberikan
pada Bapak Sanudin, sambil menanyakan nomor rekeningnya.
“Apakah bapak punya ATM?” Tanyaku. “Aku
seorang petani, tidak punya rekening, jawabnya polos. Ketika memberikan uang Rp
15.000, Bapak Sanudin menolaknya dan berkata bahwa bapak masih perjalanan jauh,
biarlah bapak yang pake uang Rp 15.000 itu.
“Saya tulus membantu,” ungkapnya. Saya menjadi terharu mendengar
ungkapan tulus sang petani ini. Pada
akhirnya saya menuliskan nomor Hp saya dan memberikan pada Bapak Sanudin.
Sorenya dia masih menelpon saya dan menanyakan, apakah saya sudah nyampe rumah
atau belum. Pada saat dia telpon saya, kemudian saya memintakan nomor rekening
anaknya agar saya bisa transfer untuknya sebagai ungkapan terima kasih.
Ketika berada pada peristiwa itu, saya
berada pada titik kepanikan. Saya sedikit panik karena pertama kali mengalami
ban mobilku yang meledak saat dalam kecepatan tinggi. Tetapi satu hal yang saya
pegang bahwa hidup dan mati ada dalam genggaman Tuhan. Sedahsyat apa pun
kecelakaan yang menimpah seseorang, pasti mendapat perlindungan-Nya, kalau
Tuhan masih mengijinkan untuk hidup. Peristiwa ini menggetarkan nurani sambil
bersujud syukur pada Tuhan. Ada dua hal yang saya ingat, yakni Tuhan dan ban
serep. Mengapa Tuhan yang saya ingat? Karena dialah yang menyelenggarakan
kehidupan manusia, terutama saya sendiri. Mengapa pula saya ingat akan ban
serep? Karena hanya dengan ban serep, mobilku bisa terpasang ban kembali dan
berjalan lagi.
Memang, ban serep terkadang kita tidak
menghiraukan keberadaannya ketika keadaannya masih normal. Tetapi menjadi
penting bagiku, ketika ban serep hadir pada saat di mana kita mengalami musibah
pecahnya ban mobil ini. Ban serep hadir untuk menenangkan sang pemilik mobil
dan menawarkan jalan keselamatan. Terkadang, dalam hidup ini juga kita
menempatkan Tuhan sebagai ban serep, terkadang melupakan-Nya saat senang dan
diingat kembali pada musibah yang menimpah kita. Tuhan, ban serep dan Sanudin
hadir dalam peristiwa itu untuk menyelamatkanku.***(Valery Kopong)