Tuesday, September 15, 2020

Tuhan

 

Sabtu, 12 September, sebuah peristiwa yang tak terlupakan di jalan tol Tangerang – Serang. Salah satu ban mobilku di bagian kiri belakang  meledak. Dalam kecepatan tinggi, dan ban mobilku ini meledak, membuatnya berhenti mendadak. Tetapi untunglah bahwa jalan tol tidak terlalu ramai di pagi itu. Setelah berhenti pada sebelah kanan tol, aku langsung berhentikan mobil dan turun langsung dari mobil untuk mencari pertolongan orang-orang yang ada di sekitar tol.  Memang sulit sekali ketika mendapat musibah ini di tengah tol karena kecepatan mobil para pengemudi yang lewat begitu kencang dan tidak mungkin bisa mencari pertolongan orang. Sekitar sepuluh menit setelah kejadian itu, ada seorang yang datang menanyakan kepada saya tentang peristiwa yang saya alami itu. Sepertinya ia seorang pekerja proyek di jalan tol. Dia membantu saya untuk memarkirkan mobil pada posisi bahu kiri jalan tol agar tidak mengganggu lalu lintas perjalanan tol.  Aku menghidupkan mobil lagi dan dengan tergopoh-gopoh harus meminggirkan mobil dengan bantuan seorang penolong ini.

Setelah membantu saya, orang ini sepertinya menghilang. Awalnya aku minta dia untuk membantu saya dalam proses mengganti ban mobilku itu. Ia mengiyakan tetapi setelah itu ia pergi dan tanpa saya tahu, ke mana arah ia pergi dan saya mengalami kesulitan untuk mencarinya lagi, apalagi di jalan tol. Hampir dua puluh menit saya menunggu orang yang pertama membantuku itu. Tetapi karena kelamaan dan orangnya tidak kunjung tiba, maka terpaksa saya harus mencari orang lain lagi untuk membantu saya menggantikan ban mobil. Kebetulan di pinggir tol, saya melihat beberapa orang petani yang sedang memetik padi di sawah yang letaknya di pinggir tol. Walaupun para petani sawah sedang sibuk mengurusi padinya tetapi saya harus memanggil mereka dan meminta pertolongan.

Setelah mendengar teriakanku minta tolong, seorang dari petani memberikan respon dan mendekat pada saya yang berada di pinggir tol. Ia pada akhirnya mencari jalan kecil untuk bisa masuk ke area tol untuk membantu saya. Petani berhati tulus itu pada akhirnya membantu saya membuka ban dan menggantinya dengan ban serep. Awalnya saya tidak menanyakan, apakah dia bisa membuka ban atau tidak, tetapi saya menyerahkan sepenuhnya pada petani itu untuk membantu saya. Nama petani itu Sanudin.  Setelah memperkenalkan dirinya, ia mulai mengambil ban serep dan mulai mengerjakan pemasangan ban itu.

Setelah memasang ban mobil, saya menjadi bingung karena saya tidak bawa uang cash dan yang ada di dompet hanyalah ATM. Saya coba untuk melihat dompetku, ternyata masih ada Rp 15.000. Apa artinya nilai Rp 15.000 di mata seorang petani yang membantu saya? Sambil menunjukkan dompetku yang kosong dan genggaman uang Rp 15.000, saya memberikan pada Bapak Sanudin, sambil menanyakan nomor rekeningnya.

“Apakah bapak punya ATM?” Tanyaku. “Aku seorang petani, tidak punya rekening, jawabnya polos. Ketika memberikan uang Rp 15.000, Bapak Sanudin menolaknya dan berkata bahwa bapak masih perjalanan jauh, biarlah bapak yang pake uang Rp 15.000 itu.  “Saya tulus membantu,” ungkapnya. Saya menjadi terharu mendengar ungkapan tulus sang petani ini.  Pada akhirnya saya menuliskan nomor Hp saya dan memberikan pada Bapak Sanudin. Sorenya dia masih menelpon saya dan menanyakan, apakah saya sudah nyampe rumah atau belum. Pada saat dia telpon saya, kemudian saya memintakan nomor rekening anaknya agar saya bisa transfer untuknya sebagai ungkapan terima kasih.

 

Ketika berada pada peristiwa itu, saya berada pada titik kepanikan. Saya sedikit panik karena pertama kali mengalami ban mobilku yang meledak saat dalam kecepatan tinggi. Tetapi satu hal yang saya pegang bahwa hidup dan mati ada dalam genggaman Tuhan. Sedahsyat apa pun kecelakaan yang menimpah seseorang, pasti mendapat perlindungan-Nya, kalau Tuhan masih mengijinkan untuk hidup. Peristiwa ini menggetarkan nurani sambil bersujud syukur pada Tuhan. Ada dua hal yang saya ingat, yakni Tuhan dan ban serep. Mengapa Tuhan yang saya ingat? Karena dialah yang menyelenggarakan kehidupan manusia, terutama saya sendiri. Mengapa pula saya ingat akan ban serep? Karena hanya dengan ban serep, mobilku bisa terpasang ban kembali dan berjalan lagi.

Memang, ban serep terkadang kita tidak menghiraukan keberadaannya ketika keadaannya masih normal. Tetapi menjadi penting bagiku, ketika ban serep hadir pada saat di mana kita mengalami musibah pecahnya ban mobil ini. Ban serep hadir untuk menenangkan sang pemilik mobil dan menawarkan jalan keselamatan. Terkadang, dalam hidup ini juga kita menempatkan Tuhan sebagai ban serep, terkadang melupakan-Nya saat senang dan diingat kembali pada musibah yang menimpah kita. Tuhan, ban serep dan Sanudin hadir dalam peristiwa itu untuk menyelamatkanku.***(Valery Kopong)

No comments: