Friday, July 10, 2020

"Menjandakan Diri"

Yesus mengadakan banyak mukjizat, salah satunya adalah membangkitkan anak muda di Nain. Mukjizat yang diperlihatkan oleh Yesus adalah cara sederhana untuk mengingatkan manusia akan datangnya kerajaan Allah .  Kerajaan Allah yang ditawarkan oleh Yesus bukanlah kerajaan yang akan terjadi tetapi sedang terlibat dan dirasakan oleh manusia sendiri. Peristiwa Yesus membangkitkan anak muda di Nain merupakan tanda yang menghadirkan Allah dan kasihnya di tengah dunia.

Apa yang dialami oleh seorang janda adalah sebuah pengalaman keterpurukan, jauh dari sebuah harapan yang mekar. Seorang janda adalah dia yang kehilangan segala-galanya. Ia kehilangan suami, lelaki yang menjadi tumpuan hidupnya. Ketika suaminya berpisah dengannya, ia masih punya harapan, dengan mendekap seorang anak laki-laki, buah perkawinan dengan almahrum suaminya. Lelaki menjadi sandaran hidup, penopang warisan dan penerus generasi. Karenanya ketika anak lelaki satu-satunya meninggal maka ia kehilangan harapan, sepertinya hidup ini sudah tercabut dari dunia. Baginya, hidup tidak memiliki arti lagi  bahkan bisa dikatakan ”ia sudah mati sebelum meninggal.”

Harapan yang sirna menghilang dalam diri seorang janda, secara dramatis digambarkan oleh Penginjil  Lukas sebagai  peristiwa tapal batas. Pengalaman si janda menjadi satu daya tarik bagi Yesus untuk memulai gerakan baru, sebuah gerakan yang berpihak pada dia (janda) untuk mengembalikan pengalaman kehilangan orang yang dikasihi. Janda itu masih menyebut Yesus sebagai TUHAN, mau memperlihatkan Yesus sebagai pemilik kehidupan. Yesus diproklamirkan sebagai pemilik kehidupan berarti DIA berpeluang menggenggam kembali nyawa anak muda yang hilang sesaat.   Sebagai pemilik kehidupan, setiap detakan jantung menawarkan rasa untuk berbela rasa dan bermuara pada keselamatan.

Pengalaman tidak mempunyai segala-galanya, membangkitkan rasa peduli dalam diri Yesus dan mendorongnya untuk bertindak atas nama keselamatan. Yesus tidak tega melihat orang-orang yang hidupnya terpuruk namun masih menyimpan “sisa iman” dan mengakui Yesus sebagai pemilik kehidupan. Yesus, dalam melakukan tindakan kreatif membangkitkan anak muda di Nain terkesan selektif dan jeli melihat redup kerinduan iman seorang janda. Ia kehilangan dan tidak memiliki apa-apa lagi, namun sisa iman yang masih mengendap dalam dirinya menjadi pintu masuk bagi Yesus untuk membangkitkan anaknya. Janda itu tersenyum ketika melihat anaknya bangun kembali untuk ada bersamanya. Yesus, sang pemilik kehidupan, mengembalikan nyawa anak muda di Nain, tidak lain adalah tindakan profetis yang tidak hanya  menguatkan iman si janda tetapi juga meyakinkan orang-orang sekitar bahwa kerajaan Allah, kerajaan yang berpihak pada orang-orang lemah sedang hidup di tengah masyarakat. Dalam hidup ini, kita pun perlu untuk “menjandakan diri,” merasakan pengalaman ketakberdayaan agar dengannya kita sanggup melihat Yesus sebagai sang pemilik kehidupan, sang pembaharu zaman.***(Valery Kopong)  

"In God We Trust"

Tulisan apakah yang Anda temukan dalam mata uang Amerika? "In  God We Trust" Itulah tulisan yang kita temukan dalam mata uang dollar Amerika Serikat. Dengan memegang uang itu, mungkin mereka diingatkan bahwa hidup mereka hendaknya mempercayakan sepenuhnya di dalam nama Tuhan Allah dalam suka dan duka, dalam derita dan bahagia.
Hari ini kita mendengarkan bacaan Injil yang mengisahkan tentang perutusan yang akan diemban oleh para murid. Yesus memahami bahwa para murid akan menghadapi banyak tantangan, kesulitan, penolakan, penderitaan bahkan penyiksaan sampai korban nyawa. Maka, mereka hendaknya mempunyai kecerdikan dan ketulusan serta kesadaran bahwa mereka akan selalu dibimbing dengan Roh Kudus dan Yesus akan selalu menyertainya, sehingga mereka mampu setia dalam melaksanakan perutusan Yesus ini. Hanya bersama dan di dalam nama Tuhan Yesus, para murid mempercayakan tugas perutusannya, sehingga mereka mampu menuntaskan tugas perutusannya sebagai murid-murid-Nya.

Pada saat ini kita pasti pernah mengalami berbagai macam tantangan, kesulitan, penolakan, penderitaan, penganiayaan, dan diskriminasi di dalam melaksanakan tugas perutusan kita. Hanya di dalam Dia dan bersama TuhanYesus, kita mampu setia di dalam melaksanakan perutusan kita di tengah-tengah keluarga, gereja dan masyarakat, sehingga kelak kita akan memperoleh mahkota kemuliaan di surga.
( Inspirasi:Matius 10:16-23, 10 Juli,Suhardi)

Thursday, July 9, 2020

Mencuri Api

Prometheus, nama yang bisa didapatkan dalam mitologi Yunani. Ia sempat mencuri api di dunia khayangan, dunia para dewa dan dewi. Karena perbuatannya ini maka Prometheus menjadi santer namanya di masyarakat bahkan menjadi buah tutur penghuni kampung itu. Ada jalan baru, ada terobosan baru mengenai perombakan pola hidup manusia yang didesain dengan bertitik tolak dari api yang merupakan hasil curian. Suasana sebelum adanya api begitu suram, sepertinya hidup di ruang tak berpenghuni. Prometheus telah mengubah situasi. Ia telah membakar semangat orang-orangnya dan mengubah pola hidup baru dalam masyarakatnya.

         Prometheus dianggap sebagai sang pembaharu, seorang reformis yang telah menata kehidupan manusia melalui “api kesadaran.” Api telah menjadi milik manusia dan digunakan untuk membantu seluruh aktivitasnya. Sebagian besar hidup manusia bergantung pada api. Api menjadi daya dorong untuk memunculkan energi baru. Ia (api) selalu menularkan “nyala” sebagai penyuluh hidup manusia dan “membagi bara” untuk membakar kesadaran manusia. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa keberadaan api, selain memberi semangat hidup bagi orang sezamannya tetapi juga dapat menggapai cita-cita mengubah dunia yang tak pernah berkesudahan. Perjuangan Prometheus tak mengenal lelah. Usahanya adalah memberi bentuk dan warna kehidupan manusia lewat visi yang futuristik. Perjuangan untuk menggapai api dan memilikinya ibarat menggapai sebuah mimpi. Mimpi untuk mengubah hidup dan menggerakkan roda kehidupan manusia. 

           Api menjadi simbol dan motor primum, penggerak utama yang memobilisasi manusia untuk menata hidupnya. Melihat api, berarti melihat perubahan baru karena ketika api membakar di tempat-tempat tertentu, di sanalah ada perubahan yang muncul. Perubahan yang muncul bisa membawa nilai positip  ataupun nilai negatip terhadap manusia.

            Semangat manusia tak lebih dari api. Kalau api selalu membawa perubahan baru bagi manusia, maka dalam diri manusia sendiri selalu ada gerakan perubahan, mobilitas yang mengarah pada pembaruan hidup. Dalam diri manusia selalu ada “semangat,” ada gairah yang membawa manusia menuju ke situasi yang lain. Di dalam “bara api semangat manusia” tersembul daya dorong yang sanggup mengilhami pemikiran untuk membuka sekat-sekat pemisah yang menjadi kendala untuk berubah. Perubahan itu ada dalam diri setiap manusia, tetapi sejauh mana manusia merasakan getaran perubahan dalam dirinya?

           Ketika manusia merasakan daya dorong dalam dirinya untuk mau berubah, maka pada saat yang sama, ia (manusia) mau membuka diri dan membiarkan getaran dorongan itu menguasai dirinya. Bertitik tolak pada daya dorong, memungkinkan seseorang untuk mau tampil secara berbeda di setiap generasi yang berbeda pula. Di titian generasi yang berbeda, setiap manusia menampilkan “elan vita,” daya hidup yang sanggup menghidupkan manusia sendiri. 

          Musa, seperti yang diceritakan dalam kitab suci, telah melihat api yang menyala di semak-semak duri. Api yang menyala ramah merupakan bentuk peringatan Tuhan akan dirinya. Nyala api di semak duri adalah simbol peringatan Tuhan bahwa di tempat di mana ia pijak adalah suci, karena itu ia harus menanggalkan sandal. Peringatan Tuhan lewat nyala api mengubah pola kepatuhan Musa. Ia, Musa, tanpa kompromi menanggalkan kedosaan (baca: sandal / alas kaki) untuk masuk ke dalam suasana baru, suasana suci.  Api (nyala api) seakan telah mempurifikasi dirinya untuk layak masuk ke dalam  ruang yang lain, ruang suci. Nyala api di semak duri membuka kesadaran Musa untuk melihat kembali relasinya dengan Allah. Lewat nyala api, ia diingatkan, dengan siapa ia sedang berkomunikasi?

Berkomunikasi dengan Allah menampilkan dua sisi yang berbeda. Di satu sisi, melalui nyala api, Allah mau menunjukkan kepada manusia (melalui Musa) tentang kemahakuasaan dan kedasyatan dalam menguasai semesta alam. Dan di sisi lain, Ia juga menyadarkan manusia tentang pembersihan diri, purifikasi . Allah memberi kesempatan dan menggugah kesadaran agar manusia sendiri menyadari dosa-dosa sebelum membangun relasi dengan Allah. Pertobatan dan pembersihan diri merupakan jembatan ampuh yang dapat menghubungkan manusia dan Allah.  

           Ketika para rasul berada dalam ruang yang sunyi setelah Yesus terangkat ke sorga, turunlah Roh Kudus dalam bentuk lidah-lidah api. Kehadiran Roh Kudus  dalam bentuk lidah-lidah api membawa perubahan bagi para murid. Mereka disanggupkan untuk berbicara dalam beberapa bahasa. Seluruh kehidupan para rasul dirasuki oleh Roh Kudus yang memberi semangat untuk mewartakan kabar gembira ke penjuru dunia. Roh Kudus yang sama yang turun dalam bentuk lidah-lidah api menyulut umat-Nya untuk mewartakan kabar gembira kepada siapa saja. Api Roh Kudus selalu membara dan mengembangkan “sayap lidah-lidahnya” ke penjuru dunia. Ia (Roh Kudus) menjiwai dunia dengan “nyala api kesadaran” dan membangunkan umat-Nya (baca: Gereja) untuk terus mewartakan Injil ke penjuru dunia.  

       Api menjadi simbol daya hidup karena di dalamnya ada semangat beralih (passing over spirituality). Setiap manusia terdorong untuk beralih, sekaligus membuka diri bagi yang lain. Cita-cita untuk beralih merupakan kerinduan dasar manusia.  Dalam kerinduan untuk menggapai sesuatu yang lain, kita terbentur pada pertanyaan nakal, untuk apa dan mengapa?***(Valery Kopong)

 

 

 

 

 

 

 

 

Penyalur Kebaikan dan Cinta Kasih

Bacaan Injil pada hari ini mengisahkan tentang proses pembelajaran Yesus terhadap para murid-Nya. Pertama, mereka dipanggil untuk menjadi murid-Nya. Kedua, mereka hidup besama dengan Tuhan Yesus dan menimba pengalaman dari Yesus melalui sabda dan karya-Nya. Ketiga, mereka diutus untuk  mewartakan Kerajaan Allah dan menyalurkan kebaikan dan cinta kasih Tuhan Yesus secara cuma-cuma.Di dalam melaksanakan perutusan ini,Tuhan Yesus memberi syarat-syarat, diantaranya:membawa bekal sesuai kebutuhan dan mendukung perutusannya, hidup sederhana dan percaya penuh pada penyelenggaraan Ilahi, bersikap ramah di tempat misinya dengan memberi salam dan memberi peringatan serta teguran di tempat misi yang menolak kehadirannya di dalam melaksanakan perutusannya.

Kini, perutusan para murid ini menjadi tanggung jawab dan tugas kita. Setelah kita diteguhkan perutusan kita melalui sakramen babtis, dikuatkan dalam sakramen krisma serta diberi bekal dalam sakramen ekaristi, kita diutus di dalam keluarga,Gereja dan masyarakat  untuk mewartakan Kerajaan Allah dan menyalurkan kebaikan dan cinta kasih Tuhan secara cuma-cuma, karena kita pun telah menerima kebaikan dan cinta kasih Tuhan secara cuma-cuma.

Sebagai perutusan kita saat ini,mari kita mewartakan dan menyalurkan kebaikan dan cinta kasih Tuhan kepada saudara-saudari kita sehingga mereka akan merasa damai dan memperoleh keselamatan hidup. Bersediakah Anda?
( inspirasi:Matius 10:7-15,  09 Juli,  Suhardi )

Wednesday, July 8, 2020

Tukang Becak: Melampaui Dunia Maya

Blasius Haryadi atau lebih dikenal Harry Van Yogya.  Begitulah pria ini dikenal,  tidak hanya di kalangan tukang becak yang mangkal di Malioboro-Yogyakarta tetapi juga di dunia maya. Profesinya sebagai tukang becak. Setiap hari, sambil menunggu penumpang ia berkesempatan untuk mengunjungi warnet yang ada di sekitarnya. Ia menyapa sahabat-sahabat dunia maya lewat facebook dan juga menulis tentang Yogyakarta, kota wisata bagi turis mancanegara dan diupload pada blog pribadinya.  Teman-temannya  di dunia maya kebanyakan orang-orang asing, turis mancanegara. Karena itu ia melihat peluang ini untuk mempromosikan Yogyakarta sekaligus menawarkan jasa becak pada turis-turis asing  yang hendak ke Yogyakarta.

Suatu ketika beberapa  turis berkebangsaan Inggris datang ke Yogyakarta, pertama-tama ia cari adalah Harry Van Yogya. Pertemanan di dunia maya menjadikan mereka semakin akrab di dunia nyata saat turis itu datang ke Yogyakarta. Kemampuan berbahasa asing, menjadikan si tukang becak ini (Harry Van Yogya) sanggup berkomunikasi dengan turis asing. Berkeliling Yogya bersama turis, Mas Harry bertindak sebagai pemandu (guide) dan becak-becak milik teman-temannya menjadi kendaraan favorit buat para turis.  Kelompok tukang becak merasa senang karena salah satu di antara mereka bisa berbahasa asing dan dengannya mereka berani menawarkan jasa kepada para turis.

Keterbatasan ekonomi yang dimiliki oleh Harry Van Yogya, mengantarnya untuk menggeluti kehidupan  tukang becak. Namun di sisi lain, ia memiliki kemampuan berbahasa asing (bahasa Inggris dan Belanda) dengan baik maka ia memanfaatkan media sosial untuk membuka sebuah “jalan baru” untuk memperluas jaringan dengan orang-orang asing yang sering mengunjungi Malioboro dan Yogyakarta secara keseluruhan. Harry Van Yogya, lulusan SMA De Brito-Yogyakarta ini memang dikenal memiliki kemampuan berbahasa asing secara baik. Sebagai orang yang memiliki cita-cita, tentu Mas Harry pasti memiliki cita-cita lain, namun apa daya pilihan terakhir sebagai tukang becak dijalani dengan tekun punuh syukur.

Kehadiran media sosial membuatnya melek teknologi dan membantunya untuk menawarkan jasa, sekaligus juga bisa menambah penghasilan. Ketekunannya di dunia tukang becak dan dipadu dengan media sosial,  seolah mengangkat martabat tukang becak ke atas permukaan hidup untuk mengatakan bahwa tukang becak juga bisa menembus dunia maya. Si tukang becak, barangkali memiliki “mimpi-mimpi” baru untuk membangun kehidupan yang lebih baik. Meraih cita-cita yang diimpikan tidak harus memiliki modal uang yang banyak, tetapi hanya bermodal ketekunan, seperti Mas Harry yang berani melampaui keterbatasannya. Meminjam kata-kata Anies Baswedan, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah bahwa “kita tidak hanya berusaha untuk meraih mimpi tetapi berusaha untuk melampaui mimpi itu.” Mimpi tidak hanya menjadi bunga tidur tetapi menyadarkan kita juga setelah kita terjaga dari mimpi. Teruslah meraih mimpi itu karena hanya orang yang berani bermimpi, ia punya hak untuk menikmati masa depan yang lebih cerah.***(Valery Kopong)     

Yesus Mengutus Murid-Murid-Nya

Bacaan Injil pada hari ini mengisahkan tentang Yesus yang memanggil para murid dan perutusan-Nya. Mereka dipa
nggil oleh Yesus bukan dari kalangan politikus, cendekiawan, ahli taurat, maupun pemimpin, tetapi dari kalangan masyarakat biasa dengan aneka macam profesinya. Mereka dipanggil oleh Yesus bukan hanya cukup sebagai murid saja, tetapi dengan sebuah perutusan. Mereka dipanggil untuk mengusir roh-roh jahat dan melenyapkan segala penyakit serta segala kelemahan. Mereka juga diutus untuk mewartakan Kerajaan Allah sudah dekat. Mereka pasti bangga sebagai murid Yesus dan bangga melaksanakan perutusan-Nya.

Sejak kita dibabtis dalam nama Bapa, Putera dan Roh Kudus, maka saat itu kita diproklamirkan sebagai murid Yesus dan kita diutus untuk melanjutkan perutusan-Nya. Sebagai murid Yesus di jaman saat ini, kita hendaknya bangga sebagai murid-Nya dan hendaknya menjadi seorang murid Yesus yang militan dan jeli mewartakan Kerajaan Allah sesuai dengan situasi dan kondisi saat ini. Kita hendaknya tidak cukup mengaku sebagai murid-Nya saja,tetapi kita hendaknya melakukan sesuatu yang baik dalam rupa-rupa pelayanan dan kesaksian hidup sesuai dengan bakat dan pekerjaan kita demi keselamatan banyak orang.
Yesus memanggil dan memilih kita sebagai  perpanjangan tangan-Nya untuk melanjutkan rencana dan karya keselamatan umat manusia. Siapkah Anda?   (Inspirasi:Matius 10:1-7,  08 Juli, Suhardi )

Tuesday, July 7, 2020

Berani Berbuat Baik


Dalam realitas kehidupan, terkadang kita mengalami bahwa perbuatan baik kita disalah-mengerti oleh orang lain. Perbuatan baik kita ditanggapi dengan nada negatif. Lalu, apakah kita akan berhenti berbuat baik?" Pasti tidak!  Itulah jawaban yang kita kehendaki.Yesus membutuhkan pribadi kita untuk mewujudkan cinta kasih dan perbuatan baik-Nya demi keselamatan sesama.

Pada hari ini kita mendengarkan bacaan Injil yang menceritakan perbuatan baik dan kasih Yesus untuk menyembuhkan orang sakit bisu yang kerasukan setan.Tetapi
,perbuatan baik Yesus itu ditanggapi negatif oleh orang Farisi. Mereka mengatakan bahwa Yesus menyembuhkan orang sakit bisu itu dengan kuasa penghulu setan.

 Orang yang membenci orang  lain biasanya hatinya tertutup terhadap perbuatan baik dari orang yang dibenci itu. Orang Farisi tertutup hatinya terhadap cinta kasih dan perbuatan baik Yesus. Namun demikian,Yesus tetap berkeliling dari desa dan kota untuk melakukan kasih dan perbuatan baik serta mewartakan Kerajaan Allah. Sekarang,Yesus membutuhkan kita untuk melanjutkan kasih dan perbuatan baik-Nya kepada sesama kita. Yesus membutuhkan diri kita, karena sedikit orang  yang bersedia menanggapi panggilan Yesus untuk melanjutkan misi-Nya itu.

Marilah kita katakan,  "Never Give  Up " untuk berbuat baik dan cinta kasih, karena Yesus sangat membutuhkan diri kita untuk melanjutkan misi-Nya menyelamatkan banyak orang.
( inspirasi:Matius 9:32-38, 07 Juli,Suhardi )