Monday, September 7, 2020

Patung Bunda Maria

 

Beberapa waktu lalu, ketika melihat salah satu grup di facebook yang menghimpun para facebooker dari latar belakang agama yang berbeda, dan herannya bahwa masing-masing orang dalam grup itu, berusaha memposting hal-hal yang berkaitan dengan persoalan tentang agama dan iman dari agama tertentu dan berusaha  menyerang orang-orang beragama lain. Perdebatan itu menurut saya menarik, tetapi saya sendiri yang masuk dalam grup itu sekedar menonton sambil menyimak arah perdebatan  tentang  persoalan iman.  Kalau dalam perdebatan itu, persoalan agama dan iman yang dimunculkan ke permukaan media social, didiskusikan bahkan diperdebatkan bersama oleh orang-orang seagama, maka akan muncul suatu hal baru, ada pemahaman baru bahkan semacam kuliah terbuka sehingga pada akhirnya bisa saling memahami.

 

Tetapi menjadi persoalan krusial bahwa orang beragama lain mempertanyakan hal-hal tentang iman dari orang beragama lain dan membuka ruang diskusi maka pada akhirnya memunculkan kegaduhan di media social karena masing-masing orang mempertahankan apa yang diyakini dalam wilayah keagamaannya. Salah satu pertanyaan penting dari datang dari orang yang bukan beragama Katolik, mempertanyakan tentang patung yang biasa digunakan dalam kegiatan keagamaan Katolik. Kalau sekedar bertanya tentang alasan, mengapa orang Katolik menggunakan pantung, entah Patung Bunda Maria ataupun patung Yesus dalam kegiatan doa, tidak menjadi masalah. Tetapi memunculkan masalah baru ketika yang bertanya sekaligus menilai bahwa penggunaan patung dalam lingkungan Agama Katolik merupakan bentuk penyembahan berhala.

 

Penggunaan patung dalam kegiatan doa dan devosi pada agama Katolik, merupakan sarana untuk membantu umat agar lebih memahami, siapa sebenarnya dibalik patung itu. Ketika pada bulan Mei dan Oktober misalnya, saat umat Katolik melaksanakan bulan Maria dan Rosario, tentu sarana utama,  selain rosario adalah patung Bunda Maria. Patung merupakan ikon untuk mendekatkan kehadiran sosok Maria dalam kehidupan doa-doa orang Katolik. Keberadaan patung Maria dan orang-orang yang sedang berdoa Rosario, bukanlah bentuk penyembahan berhala karena umat lebih memahami Bunda Maria sebagai penerima tawaran untuk ibu dari  penyelamat umat manusia, yakni Yesus Kristus. Kehadiran patung menjadi sarana bagi orang-orang Katolik untuk memahami lebih mendalam akan sosok Maria yang sebenarnya dibalik patung itu.

Dalam kehidupan sehari-hari, banyak hal kita jumpai yang dilakukan oleh kebanyakan orang untuk menghadirkan seseorang. Ketika mendoakan seseorang yang sudah meninggal, biasanya kita menyediakan foto orang yang sudah meninggal dalam  ukuran besar. Kehadiran orang yang sudah meninggal dunia yang terlihat dalam foto yang dipajang, memberi banyak informasi dan membuka memori orang-orang yang sedang mendoakan kepergiannya. Kita berdoa pada Tuhan, memohon agar orang yang sudah meninggal bisa diterima di sisi-Nya. Itu berarti kehadiran foto bukanlah media untuk kita menyembah orang yang sudah meninggal tetapi kehadiran foto membuka kenangan tersendiri bagi umat yang hadir, sekaligus mendoakan keselamatan.

Atau masih ingatkah tentang kehidupan orang-orang pada masa lampau yang kita pelajari dari sejarah? Sebelum mengenal agama resmi, mereka biasanya melakukan ritual dan memberikan sesajian di batu-batu besar atau juga di pohon-pohon besar. Mereka meyakini bahwa ada kekuatan lain (wujud tertinggi) yang menyelenggarakan alam semesta ini. Bukan batu besar yang disembah atau pohon besar disembah tetapi siapa sosok penguasa alam semesta itu yang disembah. Memang, ketika kita telusuri kehidupan masyarakat pada lampau, banyak sarana yang digunakan untuk mendekatkan diri dengan Sang Ilahi.

Apa pun sarana yang digunakan dalam doa-doa kepada Tuhan merupakan sesuatu yang baik. Sarana yang mempermudah bagi kita untuk membangun relasi dengan Tuhan melalui doa-doa.***(Valery Kopong)

 

Saturday, September 5, 2020

Melaksanakan Aturan Secara Bijaksana

 Peraturan merupakan sesuatu yang  penting dalam kehidupan manusia.Coba, bayangkan jika kehidupan kita itu tanpa aturan.Pasti akan tercipta kehidupan"bar-bar". Siapa yang kuat,dia yang akan bertahan hidup.   Aturan dibuat dengan tujuan supaya manusia hidup lebih baik, aman dan teratur.Peraturan dibuat untuk memanusiakan manusia, bukan membelenggu dan membebaninya.Tidak ada di dunia ini yang tidak memiliki hukum/aturan.Dan aturan/hukum dibuat bukan untuk dilanggar. 

Bacaan Injil pada hari ini bukan mengajarkan kepada kita untuk melanggar peraturan/hukum.Yesus mau menegaskan bahwa kita hendaknya mentaati hukum/aturan secara bijaksana. Ketika Yesus diserang oleh orang Farisi yang melihat murid-muridNya melanggar aturan hari Sabat, Yesus mengambil contoh apa yang dilakukan Daud dan para pengikutnya ketika mereka sedang lapar. Mereka mengambil roti dan memakannya, padahal sebenarnya tidak dijinkan untuk memakan roti yang sudah dipersembahkan untuk imam. Yesus mau menegaskan bahwa kita hendaknya melakukan aturan secara bijaksana. Kita melakukan aturan untuk memanusiakan manusia, untuk menyelamatkan hidup manusia.    


Ketaatan terhadap aturan/hukum tidak salah.Dan memangnya hendaklah demikian.Tetapi kita hendaknya mentaati hukum/aturan secara bijaksana.Hukum cinta kasih lebih utama dari hukum /aturan yang lain. Marilah kita belajar untuk makin bijaksana dalam menerapkan hukum/aturan yang ada.
(Inspirasi : Lukas 6: 1-5, 05 September,  Suhardi )

Friday, September 4, 2020

Makna Puasa, Doa, Matiraga dan Derma

Bacaan Injil pada hari ini menceritakan tentang reaksi orang-orang Farisi dan para ahli Taurat yang melihat murid-murid Yesus tidak berpuasa dan sembahhyang. Itu berarti, seoah-olah  mereka tidak melaksanakan hukum Taurat dan mengikuti tradisi murid murid Yohanes. Mendapat reaksi ini Yesus bersabda, "Dapatkah sahabat mempelai disuruh berpuasa , selagi mempelai itu bersama mereka? Dengan demikian, Yesus memberi perubahan baru makna puasa dan sembahyang.Yesus lebih menekankan bahwa pelaksanaan puasa dan doa bukan menjadi kewajiban lahiriah saja, tetapi semakin mendekatkan relasi mereka kepada Allah dan sesama. Perubahan baru tentang pelaksanaan puasa dan sembahyang yang dipahami oleh Yesus ini tentu berbeda dengan apa yang selama ini dipahami oleh orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat.Makanya, orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat protes terhadap Yesus.


Sembahyang, puasa, matiaraga dan derma merupakan kewajiban bagi kita sebagai umat beriman. Sembahyang, puasa, matiraga dan derma yang kita laksanakan hendaknya semakin mendekatkan diri kita kepada Allah dan sesama serta menjadi wujud cinta kasih kita kepada Allah dan sesama.Sembahyang, puasa, matiraga dan derma bukan menjadi sarana bagi kita supaya mendapatkan pujian dan rasa hormat dari sesama kita dan bukan menjadi sarana hanya untuk melaksanakan kewajiban lahiriah saja yang seolah-olah ingin menunjukkan kesucian hidup kita.
(Inspirasi:Lukas 5:33-39, 04 September, Suhardi)

Kasih Melampaui Batas


 

Dalam kehidupan ini kita mengenal salah satu  hukum yang tidak tertulis tetapi memiliki dampak yang sangat luas baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain di sekitar kita.  Hukum yang dimaksudkan adalah hukum “tabur dan tuai.”  Mengapa hukum tabur dan tua ini menjadi penting di dalam menjalani kehidupan ini? Karena kita hidup sebagai makhluk sosial yang memiliki ketergantungan antara satu dengan yang lain.  Kita dituntut bahwa di dalam melakukan segala sesuatu mestinya kita menanamkan nilai-nilai kebaikan,  baik di dalam lingkup keluarga kita maupun kepada ada orang lain.  Dengan menanamkan nilai-nilai kebaikan itu maka  kita berbagi kebaikan kepada orang lain karena itu pada saat ketika kita membutuhkan orang lain, mereka  memberikan respon kebaikan yang sama kepada kita. Mengapa mereka memberikan respon kebaikan kepada kita?  Karena kita terlebih dahulu menanamkan nilai-nilai kebaikan itu tetapi jika sebaliknya di dalam hidup ini Ketika seseorang selalu menaburkan nilai-nilai keburukan,  baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain maka suatu waktu nanti orang yang bersangkutan bisa menuai nilai-nilai kejelekan atau keburukan seperti yang ditanamkan di dalam kehidupan sehari-hari.

Hukum tabur dan tuai merupakan hukum alam di mana mau memberikan pelajaran berharga bagi kita untuk tetap berada pada koridor kebaikan dan kebaikan yang dimaksudkan adalah kebaikan yang bisa memberikan pengaruh kepada orang lain terutama pengaruh yang positif. Ada pengalaman ketika seorang menamakan diri Katolik tetapi selama belasan tahun, tidak pernah aktif. tidak pernah terlibat di dalam kegiatan-kegiatan lingkungan doa secara  bersama maupun kegiatan-kegiatan rohani lainnya dan apa yang di lakukan ini ketika dia berada pada posisi sehat. Dalam keadaan yang sehat ia sepertinya tidak membutuhkan orang lain dan  tidak membutuhkan lingkungan doa sebagai satu komunitas iman namun apa yang terjadi bahwa ketika sakit yang menimpa dirinya dan yang bersangkutan hidup sendirian di dalam rumah maka pada saat yang sama dia membutuhkan orang lain untuk menolong dirinya sendiri.

Ketika mengunjunginya pada saat ketika ia jatuh sakit, ia  meneteskan air mata sambil berharap bahwa orang-orang lingkungan bisa menjenguknya karena yang bersangkutan dalam kondisi sakit. Dia memerlukan orang lain untuk  penghiburan yang datang dari orang-orang seiman,  orang-orang dalam komunitas tetapi tangisan dan harapan yang datang dari orang yang bersangkutan tidak membuahkan hasil. Mengapa harapan untuk dikunjungi adalah harapan hampa? Karena di dalam keseharian hidupnya terutama ketika sehat,   ia tidak dikenal oleh warga dan selama ini ia menjauh dari komunitas iman dan pada akhirnya menuai sebuah resiko bahwa ia hidup dalam kesendirian hidup,  dalam kesepian dan  mengalami penderitaan yang cukup hebat

Pengalaman ini mau menunjukkan kepada kita bahwa setiap manusia menyadari ketergantungannya terhadap orang lain.  Setiap orang menyadari kekurangan yang dimilikinya dan pada saat yang sama dia harus membuka diri bagi pertolongan yang datang dari orang lain.  Sehebat apapun orang,  sekaya apapun orang tetapi pada saat yang sama dalam suatu waktu tertentu,  dia sangat membutuhkan orang lain sebagai penolong, yang  bisa memberikan jawaban tentang bagaimana hidup itu sendiri,  tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk orang lain.  Ada ungkapan yang mengatakan bahwa “No men is an Island,” yang berarti tak seorang pun hidup sendirian seperti sebuah pulau.  Tidak seorangpun hidup sendirian jauh dari keramaian tetapi sebagai manusia dan juga sekaligus makhluk sosial kita membutuhkan orang lain untuk ada bersama kita,  untuk boleh membangun kebersamaan dan pada akhirnya kita merasakan bahwa pertolongan orang lain adalah pertolongan yang membawa suatu keselamatan.

Dalam konteks kehidupan Kristiani dan secara khusus dalam kehidupan Katolik,  kehidupan dalam lingkungan doa sebagai  kelompok basis paling kecil,   kita bisa melihat bagaimana kelompok yang bersangkutan bahu-membahu,  tolong menolong dengan rekan-rekan seiman untuk bisa menumbuhkan kepekaan sosial dan juga menumbuhkan iman secara kolektif  di dalam kebersamaan karena apapun yang terjadi bahwa iman yang kita hidupi tidak hanya iman untuk kepentingan diri sendiri tetapi beriman dalam konteks kebersamaan. Kehidupan Jemaat Perdana menjadi contoh bagi kehidupan Gereja saat ini di mana kebersamaan menjadi kunci utama dalam berbagi suka cita. Dalam kehidupan menggereja, kita tidak pernah membanguan “pulau kesendirian” tetapi kebersamaan dalam iman akan Kristus. Kristus menjadi “motor primum” dalam membangun kebersamaan dengan memperlihatkan kasih yang melampaui batas. ***(Valery Kopong)  

 

Thursday, September 3, 2020

Cinta dan Corona

 

Beberapa minggu yang lalu, sebuah berita menghebohkan terkait dengan perceraian massal yang sedang diurus di salah satu kantor Pengadilan Agama di wilayah Bandung. Dalam antrean panjang itu, terlihat barisan ibu-ibu yang menggendong anaknya untuk menunggu giliran agar bisa mengikuti sidang perceraian itu. Alasan utama yang menjadi pemicu retaknya rumah tangga adalah persoalan ekonomi rumah tangga yang terpuruk karena suami-suami mereka terkena dampak PHK pada musim corona ini. Sebuah alasan yang apabila dipandang dari  sudut pandang normatif, masih menyisahkan banyak pertanyaan lain. Memang corona melanda seluruh sendi-sendi kehidupan. Corona tidak hanya melanda persoalan ekonomi saja tetapi juga melanda dunia pendidikan dan dunia kerja. Pertanyaan penting bagi kita adalah, apakah dengan alasan bercerai karena  keterpurukan ekonomi di musim corona ini menjadi sebuah solusi yang baik? Ataukah alasan ini hanya dicari-cari untuk menegaskan agar ada persoalan yang menjadi gerak pemicu?

 

Melihat angka perceraian di musin corona bergerak meningkat, banyak pihak menaruh perhatian dan keprihatinan atas keputusan untuk berpisah di saat seluruh kehidupan ini terpuruk. Perceraian yang sedang berlangsung mengingatkan kita tentang janji-janji pernikahan yang dulu diikrarkan, yakni sehidup-semati. Mestinya dalam situasi seperti ini, janji-janji pernikahan perlu mendapat pemurnian melalui tantangan-tantangan yang sedang dihadapi terutama persoalan ekonomi dan tantangan yang dihadapi ini mestinya meneguhkan ikatan perkawinan mereka untuk tetap setia dalam menjalani rumah tangga.

 

Persoalan yang sedang terjadi di atas,  jika dipandang dari sudut perkawinan Katolik maka ini menjadi ruang pergumulan suami-isteri untuk mencari strategi yang tepat dalam mengatasi persoalan ekonomi keluarga. Ketika di altar suci, janji perkawinan itu diikrarkan untuk sehidup-semati dan hanya maut yang memisahkan maka tidak ada alasan bahwa persoalan ekonomi yang menjadi pemicu keretakan rumah tangga. Sifat perkawinan Katolik, yakni monogam dan tidak terceraikan menjadi kunci perekat rumah tangga, dan dalam kesatuan utuh ikatan perkawinan, di sini kita bisa melihat bahwa  keterbukaan diri untuk melihat sebuah persoalan yang dihadapi untuk dicari jalan keluar secara bersama-sama.

 

Apa yang menjadi landasan utama dalam membangun rumah tangga? Dalam konteks perkawinan Katolik, landasan utama adalah cinta kasih ketika pasangan suami-isteri mau membangun rumah tangga. Cinta kasih  menjadi perekat utama dalam menjalin ikatan perkawinan. Yang perlu kita sadari bahwa cinta dan pengorbanan yang ada dalam ikatan perkawinan Katolik, mencontohi Kristus yang karena cinta-Nya yang begitu besar kepada manusia maka Ia rela mengorbankan diri demi keselamatan manusia. Dalam membangun rumah tangga, nilai terdalam yang perlu ditanam adalah cinta dan pengorbanan. Hanya dengan cinta maka pasangan suami-isteri terus bertahan dan dalam mempertahankan keutuhan keluarga, perlu ada pengorbanan antara satu dengan yang lain. Dalam cinta dan perkawinan Katolik, kita melepaskan sikap  “ke-egoan” agar bisa menerima orang lain sebagai partner dalam membangun rumah tangga.

 

Ketika melihat persoalan di atas dan memperhadapkan dengan konsep perkawinan Katolik maka apa pun alasan untuk mengakhiri sebuah biduk rumah tangga, tidak dibenarkan. Corona yang sedang melanda dunia ini telah memporak-porandakan tatanan hidup manusia, terutama masalah ekonomi. Memang, persoalan ekonomi menjadi penting dalam menopang keberlanjutan hidup tetapi yang lebih penting dalam berkeluarga adalah cinta dan pengorbanan tanpa batas. Kalau sudah berbicara tentang cinta dan pengorbanan maka pada saat yang sama, persoalan ekonomi bisa diatasi dan juga pelbagai persoalan lain.  Karena itu, antrean panjang menunggu proses perceraian di atas bukanlah cara mencari solusi yang tepat tetapi justeru menambah banyak persoalan. Apakah seorang ibu, yang karena alasan keterpurukan ekonomi rumah tangga sebagai dampak dari PHK suaminya di musim corona, menegaskan diri bahwa ekonominya menjadi lebih baik setelah berpisah? Sebelum memutuskan untuk bercerai, pikirkan terlebih dahulu, mengapa Anda begitu lama bertahan dalam hidup rumah tangga?***( Valery Kopong)


Bertolak Lebih ke Dalam

Bacaan Injil pada hari ini mengisahkan tentang pengalaman Simon yang menjala ikan di Danau Genesareth.Sudah berjam-jam Simon menghabiskan waktunya untuk menjala ikan, tapi dia tidak mendapatkan ikan.Lalu Yesus menyuruh Simon untuk membawa perahunya lebih ke dalam dan menebarkan jalanya.Simon merasa takjub.Ternyata,ketika dia menarik jalanya terdapat ribuan ikan sampai jalanya terkoyak.Pengalaman yang menakjubkan ini menjadikan dia untuk mengikuti Yesus dan diutus untuk menjadi penjala manusia,bukan penjala ikan lagi. 

Melalui bacaan Injil ini,kita diajak untuk mengikuti Yesus dan diutus untuk menjadi penjala manusia.Ada syaratnya untuk sungguh bisa menjadi murid Yesus yang militan dan mampu menjalankan perutusanNya,yaitu kita diajak untuk masuk lebih ke dalam.Yesus bersabda,"Bertolaklah ke tempat yang lebih dalam..." Apa artinya? 

Untuk menjadi murid Yesus yang militan dan mampu melaksanakan perutusanNya dibutuhkan usaha yang lebih keras,nyali lebih berani dan membiarkan diri kita dipimpin oleh Yesus.Kita juga diajak untuk berani menghadapi tantangan untuk menjalani kehidupan yang lebih baik.Selain itu pula, kita diajak untuk bersikap pasrah dan percaya untuk diubah oleh Yesus.Kita tidak bisa menjadi murid Yesus yang militan dan mampu melaksanakan tugas perutusanNya,kalau kita mempunyai pemahaman, pengenalan dan relasi yang dangkal dengan Yesus. "BERTOLAKLAH KE TEMPAT YANG LEBIH DALAM..."
(Inspirasi:Lukas 5:1-11,  03 September, Suhardi)