Friday, September 4, 2020

Kasih Melampaui Batas


 

Dalam kehidupan ini kita mengenal salah satu  hukum yang tidak tertulis tetapi memiliki dampak yang sangat luas baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain di sekitar kita.  Hukum yang dimaksudkan adalah hukum “tabur dan tuai.”  Mengapa hukum tabur dan tua ini menjadi penting di dalam menjalani kehidupan ini? Karena kita hidup sebagai makhluk sosial yang memiliki ketergantungan antara satu dengan yang lain.  Kita dituntut bahwa di dalam melakukan segala sesuatu mestinya kita menanamkan nilai-nilai kebaikan,  baik di dalam lingkup keluarga kita maupun kepada ada orang lain.  Dengan menanamkan nilai-nilai kebaikan itu maka  kita berbagi kebaikan kepada orang lain karena itu pada saat ketika kita membutuhkan orang lain, mereka  memberikan respon kebaikan yang sama kepada kita. Mengapa mereka memberikan respon kebaikan kepada kita?  Karena kita terlebih dahulu menanamkan nilai-nilai kebaikan itu tetapi jika sebaliknya di dalam hidup ini Ketika seseorang selalu menaburkan nilai-nilai keburukan,  baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain maka suatu waktu nanti orang yang bersangkutan bisa menuai nilai-nilai kejelekan atau keburukan seperti yang ditanamkan di dalam kehidupan sehari-hari.

Hukum tabur dan tuai merupakan hukum alam di mana mau memberikan pelajaran berharga bagi kita untuk tetap berada pada koridor kebaikan dan kebaikan yang dimaksudkan adalah kebaikan yang bisa memberikan pengaruh kepada orang lain terutama pengaruh yang positif. Ada pengalaman ketika seorang menamakan diri Katolik tetapi selama belasan tahun, tidak pernah aktif. tidak pernah terlibat di dalam kegiatan-kegiatan lingkungan doa secara  bersama maupun kegiatan-kegiatan rohani lainnya dan apa yang di lakukan ini ketika dia berada pada posisi sehat. Dalam keadaan yang sehat ia sepertinya tidak membutuhkan orang lain dan  tidak membutuhkan lingkungan doa sebagai satu komunitas iman namun apa yang terjadi bahwa ketika sakit yang menimpa dirinya dan yang bersangkutan hidup sendirian di dalam rumah maka pada saat yang sama dia membutuhkan orang lain untuk menolong dirinya sendiri.

Ketika mengunjunginya pada saat ketika ia jatuh sakit, ia  meneteskan air mata sambil berharap bahwa orang-orang lingkungan bisa menjenguknya karena yang bersangkutan dalam kondisi sakit. Dia memerlukan orang lain untuk  penghiburan yang datang dari orang-orang seiman,  orang-orang dalam komunitas tetapi tangisan dan harapan yang datang dari orang yang bersangkutan tidak membuahkan hasil. Mengapa harapan untuk dikunjungi adalah harapan hampa? Karena di dalam keseharian hidupnya terutama ketika sehat,   ia tidak dikenal oleh warga dan selama ini ia menjauh dari komunitas iman dan pada akhirnya menuai sebuah resiko bahwa ia hidup dalam kesendirian hidup,  dalam kesepian dan  mengalami penderitaan yang cukup hebat

Pengalaman ini mau menunjukkan kepada kita bahwa setiap manusia menyadari ketergantungannya terhadap orang lain.  Setiap orang menyadari kekurangan yang dimilikinya dan pada saat yang sama dia harus membuka diri bagi pertolongan yang datang dari orang lain.  Sehebat apapun orang,  sekaya apapun orang tetapi pada saat yang sama dalam suatu waktu tertentu,  dia sangat membutuhkan orang lain sebagai penolong, yang  bisa memberikan jawaban tentang bagaimana hidup itu sendiri,  tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk orang lain.  Ada ungkapan yang mengatakan bahwa “No men is an Island,” yang berarti tak seorang pun hidup sendirian seperti sebuah pulau.  Tidak seorangpun hidup sendirian jauh dari keramaian tetapi sebagai manusia dan juga sekaligus makhluk sosial kita membutuhkan orang lain untuk ada bersama kita,  untuk boleh membangun kebersamaan dan pada akhirnya kita merasakan bahwa pertolongan orang lain adalah pertolongan yang membawa suatu keselamatan.

Dalam konteks kehidupan Kristiani dan secara khusus dalam kehidupan Katolik,  kehidupan dalam lingkungan doa sebagai  kelompok basis paling kecil,   kita bisa melihat bagaimana kelompok yang bersangkutan bahu-membahu,  tolong menolong dengan rekan-rekan seiman untuk bisa menumbuhkan kepekaan sosial dan juga menumbuhkan iman secara kolektif  di dalam kebersamaan karena apapun yang terjadi bahwa iman yang kita hidupi tidak hanya iman untuk kepentingan diri sendiri tetapi beriman dalam konteks kebersamaan. Kehidupan Jemaat Perdana menjadi contoh bagi kehidupan Gereja saat ini di mana kebersamaan menjadi kunci utama dalam berbagi suka cita. Dalam kehidupan menggereja, kita tidak pernah membanguan “pulau kesendirian” tetapi kebersamaan dalam iman akan Kristus. Kristus menjadi “motor primum” dalam membangun kebersamaan dengan memperlihatkan kasih yang melampaui batas. ***(Valery Kopong)  

 

No comments: