Friday, September 11, 2020

Paroki Dunia Maya

Seorang dosen ilmu alam yang adalah seorang imam, selalu menyerukan “Agama Hati baik” pada saat membawakan khotbah setiap kali merayakan ekaristi. Banyak frater saat itu menertawakan si pastor ini karena sepertinya tidak ada pemikiran lain selain “Agama Hati Baik.” Menyadari makna sentilan sederhana ini ketika berada di luar biara. Bahwa agama memiliki hati yang sanggup merangkul semua orang tanpa membedakan orang. Agama hati baik barangkali sebuah agama universal yang melintasi semua agama resmi yang dianut oleh masing-masing pemeluk. Agama universal seakan mewadahi agama-agama lain dan ini merupakan serpihan agama yang selalu memberi batas primordial dan fanatisme yang sempit.

            Ketika menjadi penyuluh agama, saya memutuskan diri untuk membuka sebuah jaringan social lintas agama dengan bantuan situs jaring facebook sebagai bentuk penyuluhan agama katolik. Banyak renungan dan penggalan ayat-ayat kitab suci saya tulis dan sebarkan sebagai bentuk sapaan rohani kepada orang-orang yang masuk dalam grup “Menebar Benih Sabda.” Memang, apa yang saya kirim terutama renungan dan cerita sebuah dunia biblis, semuanya bernuansa katolik tetapi yang menerima kiriman tersebut tidak hanya katolik tetapi lintas agama. Ada yang islam, katolik, Hindu, Budha, dan Kristen. Banyak respon positif yang datang dari semua pihak. Dan teman-teman dari agama lain juga turut bertanya tentang hal-hal lain seputar agama. Tidak hanya persoalan mengenai teologi katolik yang dipertanyakan kepada saya tetapi juga mereka yang beragama lain mencoba untuk mengusung pertanyaan seputar agama mereka dan dijawab oleh teman-teman lain yang cukup tahu tentang persoalan agama yang bersangkutan

            Dari  yang sharing bersama dalam dunia maya, pada akhirnya menggiring kesadaran saya untuk “seolah” membentuk ‘paroki dunia maya’ dengan gaya sentuhan Sang Sabda. Orang-orang yang tergabung dalam facebook merasa tersapa saat sabda itu mengalir dalam ruang-ruang pesan. Kehadiran sabda lewat kekuatan kata menjadi dasar utama dalam merasuk kehidupan manusia. Pengalaman sabda pada akhirnya di tafsir dan dibedah sesuai dengan konteks komunitas dan individu.

Mengusung “Agama Hati Baik,” menempatkan aspek kemanusiaan melampaui agama manapun. Agama yang dipahami saat ini terkesan memberikan ruang perbedaan yang tajam bahkan agama diperalat untuk alat kepentingan tertentu. Apa itu agama dan hidup keberagamaan sesungguhnya bagi kita? Agama mestinya menjadi sarana untuk menghantarkan pemahaman kita akan Sang Ilahi. Nilai-nilai kebaikan yang diajarkan melalui agama masing-masing mesti ditebarkan kepada sesama agar terwujudnya masyarakat yang damai, jauh dari kecurigaan antar pemeluk yang berbeda agama.***(Valery Kopong)

 

 

TEKEN,TEKUN,TEKAN

 Teken ( tongkat ) merupakan alat untuk menuntun jalan dan menopang perjalanan hidup, sehingga dapat "tekan" (sampai) pada tujuan kehidupan kita. " Teken" yang sesungguhnya adalah Yesus.Yesus bersabda," AKULAH JALAN, KEBENARAN DAN HIDUP." Untuk "tekan" pada tujuan kehidupan kita , maka dibutuhkan tekun dalam menghayati dan menghidupi iman kita akan Yesus Kristus. 

Bacaan Injil hari ini mengingatkan kepada para muridNya agar menjadi penuntun jalan  yang benar. Untuk menjadi penuntun jalan yang benar maka mereka hendaknya tekun belajar dari Yesus, Sang Guru Sejati,  sehingga mereka tidak menjadi " orang buta" . Karena Yesus sendiri  bersabda, " BAGAIMANA MUNGKIN ORANG BUTA MENUNTUN ORANG BUTA." Tentu saja tidak masuk akal, kalau "orang buta" mau menunjukkan jalan keselamatan, kalau dirinya sendiri tidak mengenal, tahu dan mendalami jalan menuju keselamatan itu sendiri. 

Dalam dunia saat ini banyak orang mengalami "buta" secara rohani, karena matanya terhalangi oleh kepentingan-kepentingan lahiriah semata, yang membuat mereka tidak mampu mengungkapkan dan mewujudkan cinta kasihnya kepada Tuhan dan sesamanya. Di sinilah dibutuhkan orang -orang yang mampu menuntun mereka ke jalan yang sebenarnya.


 Marilah kita belajar dengan tekun dari Sang Guru Sejati, Sang "TEKEN" SEJATI, YESUS sehingga kita mampu menuntun orang "tekan" pada tujuan hidupnya, yaitu hidup kekal bersama dengan Kristus di dalam KerajaanNya.
(Inspirasi:Lukas 6:39-42, 11 September,  Suhardi )

Thursday, September 10, 2020

Murah Hati

 Bacaan Injil pada hari ini mengajak kita untuk bersikap dan bertindak murah hati kepada siapapun,termasuk musuh kita dan orang yang membenci kita.Bisakah kita melakukannya? Baru dengar suaranya saja, hati kita sudah gundah gulana.Apalagi melihat wajahnya,sakitnya tu di sini.Mengasihi musuh dan yang membenci kita itu ngak gampang,namun kita yakin dan percaya,jika kita membawa Tuhan dalam setiap usaha kita, maka perlahan-lahan namun pasti kita pun akan dapat melakukan kasih dengan kemurahan hati.

Kita singkirkan pikiran-pikiran negatif tentang orang lain dan kita semakin mendekatkan diri kepada Tuhan dengan membaca Kitab Suci,berdoa dan mengikuti Perayaan Ekaristi.Yesus sendiri menghendaki agar kita menjadi pribadi yang bermurah hati.Yesus bersabda,"Hendaklah kalian murah hati sebagaimana Bapamu murah hati adanya." Bersikap dan bermurah hati adalah suatu sikap dan tindakan yang menunjukkan kwalitas iman kita.Semakin kita mampu bersikap dan bertindak murah hati,semakin berkwalitas iman kita.Mahatma Gandhi yang beragama Hindu pun mampu menunjukkan sikap dan tindakan bermurah hati kepada siapapun dalam perjuangannya mencapai kemerdekaan India karena Dia sangat mengagumi Yesus dan ajaranNya.Lalu bagaimana dengan kita? Anda dan saya wajib hidup sama seperti Kristus yang telah bermurah hati.Marilah kita belajar bermurah hati dalam kehidupan kita sehari-hari. I AM POSSIBLE TO DO IT. DON'T THINK IT IS IMPOSSIBLE (Inspirasi:Lukas 6: 27-38, 10 September,Suhardi )

Guru Literasi Bangsa

 

Tanggal 9 September 2020, dunia pers kehilangan seorang tokoh penting yang bergerak dalam bidang pers. Dialah Jakob Oetomo, pendiri Kompas – Gramedia. Banyak orang menaruh simpati dan ikut berbelasungkawa atas kepergiannya. Walaupun tidak terlibat langsung dan bahkan tidak pernah bertemu sekali pun dengan beliau, tetapi hampir semua tahu, siapa itu Jakob Oetomo dan sepertinya ada ikatan emosional antara warga dengan sang pemilik Kompas itu. Ikatan emosional itu bisa terbangun karena adanya media yang tersaji seperti Koran Harian Kompas yang dibaca setiap hari. Ketika membaca setiap tulisan yang tersaji pada Kompas, ingatan publik selalu terarah pada pemiliknya.

Tahun-tahun yang lampu, sebelum menjamurnya media sosial yang memberikan kemudahan bagi siapa pun untuk berekspresi diri dengan menulis, Kompas selalu menyajikan tulisan yang menarik, sekaligus mendidik para pembaca melalui tulisan. Kompas memang menyajikan tulisan-tulisan “yang adem” dan berita-berita yang disajikan merupakan berita yang bermutu dan berimbang. Karena itu tidak heran ketika zaman orde baru di mana banyak pers dibredel karena pemberitaannya menyentil pedas pemerintah yang sedang berkuasa, tidak luput dari tekanan sang penguasa.  Banyak Koran dan majalah dibredel saat itu, tapi Kompas tetap eksis karena perimbangan berita dan tidak membuka ruang kontroversi dengan tulisan-tulisannya.

Jakob Oetomo tidak hanya dilihat sebagai sosok pendiri Kompas tetapi lebih dari itu menyediakan media bagi warga untuk berliterasi. Dengan tulisan-tulisan yang ada di Kompas, kesadaran kita tergiring untuk mereguk isi dari tulisan itu dengan membacanya. Banyak pengetahuan baru dan terutama ada inspirasi baru setelah membaca tulisan-tulisan bermutu di Kompas. Sejak SD, saya sudah mendengar tentang Harian Kompas. Tetapi pada usia SD dan SMP, saya tidak pernah membaca Kompas karena maklum, Kompas di wilayahku hanya dibaca oleh orang-orang tertentu saja karena mereka berlangganan. Saya mengenal lebih dalam tentang Kompas ketika sudah menginjakkan kaki pada Seminarium Sancti Dominici (Seminari San Dominggo – Hokeng). Di perpustakaan Seminari Hokeng, banyak Koran Kompas dan media lainnya yang dipajang dan sekaligus dibaca oleh para seminaris.

Dengan membaca Kompas dan buku-buku lain yang juga merupakan terbitan Gramedia, memberikan ruang pembelajaran bagi saya. Dengan membaca, memberikan banyak pengetahuan pada saya untuk melihat dunia lain dan terutama tokoh-tokoh penting yang memiliki pengaruh positif, yang pengalaman hidup mereka tersaji  pada kolom sosok. Banyak manfaat yang bisa saya peroleh dari membaca Kompas. Dengan membaca Kompas, saya tidak berhenti pada membaca atau penikmat Kompas saja tetapi memacu saya untuk bagaimana cara saya bisa belajar menulis secara baik, menyerupai para jurnalis. Sebuah kerinduan besar yang harus saya bangun dalam diri saya, yakni ingin menjadi penulis. Karena bagi saya, menjadi penulis berarti kita sedang menyajikan sebuah hidangan bermakna dan para pembaca adalah langganan kita yang terus mengunyah makanan (baca: tulisan) yang tersaji itu.  Seperti makanan yang disajikan pada para pelanggan harus dalam kondisi “fres” dan nikmat, demikian juga tulisan  yang disajikan oleh penulis, harus yang berlandaskan pada isu-isu terbaru dan harapannya adalah tulisan kita saja bisa memberikan inspirasi bagi orang lain yang sedang membacanya.

Dari membaca riwayat pendidikan, Jakob menamatkan pendidikan dasarnya di Yogyakarta dan kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Seminari di Yogyakarta (1951). Melihat sejenak riwayat pendidikannya yang bersentuhan dengan seminari, Jakob telah meletakkan dasar  “keheningan” untuk membangun masa depan yang lebih baik. Beliau telah bertarung untuk meletakkan dasar-dasar jurnalisme di Indonesia dan kita yang belajar darinya untuk tetap membaca dan menulis sebagai cara paling berharga untuk mewartakan nilai-nilai kebaikan. Beliau dilahirkan pada 27 September 1931 dan meninggal pada 9 September 2020. Dilahirkan pada September dan kembali ke pangkuan Allah pada bulan September juga, bulan di mana gereja Katolik menetapkan sebagai bulan kitab suci. Seperti kita membaca kitab suci, pada saat yang sama kita mengagumi karya para penulis kitab suci, dan dengan membaca Kompas, kita mengagumi pendiri, yang tidak lain adalah guru literasi bangsa.*** (Valery Kopong)

Wednesday, September 9, 2020

Lahir Secara Baru

 

Tanggal 8 september, ketika Gereja memperingati hari kelahiran Santa Perawan Maria, pada saat yang sama, Serikat Sabda Allah merayakan pesta kelahiran Serikat.  Tahun ini SVD genap berusia 145 tahun. SVD = Societas Verbi Divini = Serikat Sabda Allah didirikan pada tanggal 8 September 1875 di Steyl, Belanda; sebuah serikat untuk para imam dan bruder. Didirikan oleh Arnold Janssen, seorang imam diosesan. Ketika berniat membangun serikat ini, Arnold Janssen seolah-olah menjadi bahan tertawaan rekan-rekan imam karena ia memulai mendirikan serikat misi dengan tidak punya modal. Ketika ditanya oleh rekan-rekan imam, dari mana uang yang akan digunakan untuk mendirikan biara? Dengan sedikit nada santai ia menjawab bahwa “uang masih ada di saku para penderma.” Itu berarti bahwa bagaimana caranya meyakinkan para penderma agar bisa memberikan sumbangan dalam proses pendirian biara itu.  

Setelah mendirikan biara SVD, Arnold Janssen juga mendirikan dua biara lagi, yakni SSpS dan SSpS Adorasi Abadi.  SSpS = Congregatio Servarum Spiritus Sancti = Serikat para Suster Misi Abdi Roh Kudus didirikan pada tanggal 8 Desember 1889 di Steyl, Belanda. SSpS Ap = Congregatio Servarum Spiritus Sancti de Adoratione Perpetua = Serikat para Suster Abdi Roh Kudus Adorasi Abadi didirikan pada tanggal 8 Desember 1896 di Steyl, Belanda. Dengan mendirikan tiga biara ini mengingatkan kita bahwa harus ada keseimbangan dalam bermisi dengan ditopang oleh kehidupan doa. SVD dan SSpS merupakan dua biara aktif dengan menjalani misi terutama di tempat-tempat di mana orang belum mengenal Injil dan Kristus. Sedangkan SSpS Adorasi Abadi memfokuskan diri pada kehidupan doa dan adorasi di depan sakramen maha kudus selama dua puluh empat jam penuh. Arnold Janssen menyadari bahwa kegiatan misi menjadi rapuh dan tidak kuat bila tidak ditopang dengan kehidupan doa dan devosi.

Dari pengalaman kegigihan Arnold Janssen membangun biara, semangat yang bisa saya alami dan terapkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai orang yang pernah mengenyam pendidikan di bawah naungan biara SVD adalah keterbukaan terhadap penyelenggaraan Ilahi. Apa yang dilakukan itu semata-mata karena dorongan dan karya Roh Kudus karena tanpa campur tangan Allah Tri Tunggal Maha Kudus, semuanya tidak terlaksana. Andaikata  karyaku tidak berhasil maka dengan rendah hati, kita menepuk dada dan menyatakan ketakberdayaan kita di hadapan Allah. Di sini saya melihat bahwa sekecil apa pun karya, Tuhan tetap dilibatkan dalam proses karya misi, baik yang sedang dirintis maupun yang sudah ada.

SVD dan SSpS berkarya  dalam bidang Kerasulan Kitab Suci, Pendidikan dan pembentukan komunitas religius misioner, termasuk animasi misioner dan pengembangan kesadaran misioner Gereja universal; dialog antar agama, Penelitian dan pendidikan misiologis. Media komunikasi dan media: percetakan, penerbitan, majalah, surat kabar, radio / TV, studio rekaman. Keadilan dan perdamaian (JPIC), termasuk karya pastoral misioner wilayah pinggiran / rintisan; pelayanan kelompok-kelompok tersisih, Kerasulan Keluarga, Pendidikan formal dan non-formal / kejuruan dari Taman Kanak-kanak hingga Perguruan Tinggi.

Mengapa Arnold Janssen memilih tanggal berdirinya SVD tepat dengan kelahiran Santa Perawan Maria? Kalau Maria dipersiapkan oleh Allah untuk menjadi Ibu Tuhan dan menghadirkan Sang Penebus melalui rahim Maria, maka SVD dipersiapkan oleh Arnold Janssen untuk mewartakan Sang Penebus dan Injil ke seluruh dunia. Kiranya kelahiran Bunda Maria yang diperingati bertepatan dengan kelahiran SVD, kita dituntut untuk lahir secara baru agar karya-karya pewartaan semakin mendapat tempat di mana orang belum mengenal Kristus dan Injil.***(Valery Kopong)

 

Sabda Bahagia

Setiap orang pasti ingin bahagia.Ada yang mengukur kebahagiaan itu dilihat dari harta kekayaannya,jabatannya,status sosialnya.Yesus mempunyai kriteria lain yang dianggap bahagia. Menurut Yesus, orang yang berbahagia adalah mereka yang miskin,lapar, menangis dan dibenci karena Anak Manusia.Orang miskin yang dimaksud di sini adalah orang yang saleh,orang bersahaja.Orang yang suka mendengarkan sabda dan pengajaran Yesus,sehingga Ia hanya menggantungkan sepenuhnya pada Yesus sebagai sumber kekayaan hidupnya.

Orang yang bahagia adalah orang yang lapar.Yang dimaksud di sini adalah orang yang sedang mendengarkan Sabda dan pengajaranNya, sehingga mereka akan mendapatkan kepuasan perjamuan surgawi.Orang yang bahagia adalah orang yang menangis dan dibenci karena Anak Manusia.Yang dimaksudkan di sini adalah orang yang mengalami penindasan dan penganiayaan karena mengimani Kristus.Yesus akan menjanjikan sukacita Mesianis dimana mereka akan tertawa bahagia. 

Di lain pihak Yesus memberi peringatan bagi yang kaya,yang kenyang dan tertawa.Orang kaya yang hanya mengandalkan hidupnya pada dirinya sendiri dan tidak mau bersolider dengan sesamanya dikecam oleh Yesus.Mereka terikat oleh kekayaannya sehingga lupa terhadap Tuhan dan sesamanya. Marilah kita menggantungkan hidup kita pada Yesus sebagai sumber kekayaan hidup kita dan mau membagi berkat-berkat yang Tuhan berikan untuk sesama,sehingga kita akan berbahagia.
(Lukas 6:20-26, 09 September, Suhardi)