Wednesday, November 13, 2013

TUHAN KASIHANILAH KAMI (KYRIE)




                Istilah Kyrie diambilkan dari kata-kata Yunani: Kyrie eleison, yang diterjemahkan: Tuhan, kasihanilah. Seruan Tuhan (Kyrie) di sini pertama-tama adalah seruan yang menyampaikan penghormatan kepada Yesus Kristus yang kita sebut Tuhan. Kata-kata kasihanilah (eleison) merupakan seruan untuk memohon belas kasih ilahi. Seruan itu pula yang disampaikan oleh dua orang buta (bdk. Mat. 9:27 dan Mat. 20:30) atau Bartimeus (Mrk 10:47), atau perempuan Kanaan itu (Mat. 15:22).
                Dari bentuknya, kyrie ini merupakan suatu litani. Bentuk litani selalu terdiri atas suatu pernyataan atau permohonan yang dibawakan oleh petugas dan dijawab oleh umat beriman dengan seruan yang selalu sama. Sebenarnya seruan Kyrie eleison ini sudah dikenal dalam lingkungan kafir, saat mereka menghormati dewa atau raja / kaisar mereka.
               

Tuesday, November 5, 2013

JABATAN RAHMAT




Judul Buku         : Ketua Lingkungan Di Era Sibuk
Penulis                : Marcus Leonhard Supama
Penerbit              : Kanisius, Yogyakarta 2012
Tebal Buku         : 176 halaman

Ketika masa jabatan Ketua Lingkungan di ujung waktu, ada kecemasan menghinggap di hati para anggota lingkungan itu. Mengapa kecemasan massal muncul secara serentak? Kecemasan bercampur rasa takut sebenarnya menyembunyikan sebuah penolakan  untuk tidak dipilih menjadi Ketua Lingkungan.   Tetapi dibalik kecemasan itu, muncul harapan yang sama, moga-moga ketua lingkungan yang lama dikukuhkan lagi. Memang, realita ini tidak bisa dipungkiri bahwa menjadi ketua lingkungan adalah sebuah jabatan yang membebani, apalagi  tidak diimbangi dengan honorarium.  
                Membaca buku “Ketua Lingkungan di Era Sibuk,” penulis mengajak untuk  membangun esensi panggilan setiap orang Katolik. Dibaptis untuk masuk ke dalam Gereja Katolik secara implisit menyiratkan sebuah panggilan luhur  untuk menjadi pewarta dan saksi Kristus. Menjadi Ketua Lingkungan juga merupakan ejawantah dari rahmat baptisan yang telah kita terima. Dalam pengantar buku ini, Mgr. Ignatius Suharyo, Uskup Keuskupan Agung Jakarta menekankan “Supaya umat di lingkungan berakar dalam iman, semakin bertumbuh dalam persaudaraan dan semakian berbuah dalam pelayanan kasih dibutuhkan banyak orang yang memiliki niat, kehendak atau kemauan untuk melayani.”
               

Friday, November 1, 2013

MENYIAPKAN GENERASI BARU

Foto penulis bersama Uskup Frans Kopong Kung

Couples For Christ, merupakan sebuah komunitas dalam Gereja Katolik yang menampung  para pasangan suami isteri yang memiliki kepedulian tinggi terhadap persoalan hidup perkawinan (hidup berkeluarga)  dan persoalan yang dihadapi oleh Gereja saat ini. Sudah cukup lama komunitas  ini berdiri dan banyak kegiatan telah dilakukan sebagai bentuk kepedulian  terhadap mereka yang membutuhkan bantuan. Beberapa waktu yang lalu, para pemimpin Couples For Christ (CFC) seluruh Indonesia mengadakan pertemuan untuk syering pengalaman hidup dan membahas program-program tahunan yang akan dilaksanakan nanti.  Pertemuan yang diadakan pada tanggal 14 September 2013 ini, juga menghadirkan Mgr. Fransiskus Kopong Kung, Uskup Keuskupan Larantuka-Flores Timur dan sekaligus pembina Couples For Christ.
            Di hadapan ratusan peserta dari pelbagai daerah, Mgr. Frans Kopong mengatakan bahwa Couples For Christ merupakan suatu gerakan pembaharuan dengan mengandalkan kekuatan Roh Kudus. “Komunitas CFC  merupakan komunitas pelayanan yang selalu bersatu dan searah dengan perjalanan Gereja.” Model persatuan CFC dengan Gereja memiliki tekanan dasar teologi yang mendalam, terutama

Sunday, October 27, 2013

AIR MATA KEBERPIHAKKAN




(Telaah puisi kontemporer dari sudut sosiologi Sastra)

Oleh: Valery Kopong*

Sutardji Calzoum Bachri dikenal sebagai penyair kontemporer yang menggagas sekaligus mengedepankan pola penulisan baru pada puisi. Ketika membaca puisi-puisinya,ciri khas terasa kental. Dia lebih banyak mempermainkan kata yang baginya merupakan sebuah kekuatan, dan menjadi daya dobrak bagi seluruh bangunan puisinya. Bangunan puisi-puisi lama yang terkesan kaku, baik dari tata aturan maupun jumlah barisnya, kehadiran Sutardji membawa angin perubahan bagi mereka yang berani “merobek” pola-pola yang dogmatis-puitis. Perjuangan dan upaya seorang Bachri mendobrak kata, menerobos jenis kata, menerobos bentuk kata dan tata bahasa dipandang sebagai percobaan melakukan dekonstruksi bahasa Indonesia dan sekaligus menawarkan konstruksi-konstruksi baru yang lebih otentik melalui puisi. Terhadap perjuangan yang penuh dengan daya dobrak ini, memunculkan pertanyaan untuk direnungkan bersama. Apakah Sutardji sebagai pahlawan puisi kontemporer dan nabi bagi mereka yang mengenyam kebebasan dalam mengekspresikan diri melalui puisi?  
           

Saturday, October 26, 2013

PELANGI ITU AKAN SELALU ADA



Oleh: Theresia Tri Wahyuni

“Pelangi pelangi alangkah indahmu
Merah kunig hijau di langit yang biru
Pelukismu agung, siapa gerangan
Pelangi-pelangi ciptaan Tuhan”

Sayub terdengar alunan lagu masa kecil, teringat olehnya kisah-kisah hidupnya yang dulu. Kecipak-kecipak terdengar air terinjak oleh puluhan kaki anak-anak yang bermain di halaman sekolah. Mereka bermain dengan bebas tetapi ketika hujan tiba, kebebasan bermain di halaman sekolah sepertinya dibatasi oleh guru karena takut mereka bisa jatuh sakit.  “Jika hujan jangan main air anak-anak, nanti masuk angin” kata Bu Guru. Seusai bermain, mereka keburu pulang karena lapar, apalagi berangkat sekolah tadi tak sempat sarapan. Dalam perjalanan pulang dengan menempuh jarak yang jauh dan melelahkan, mereka seakan melupakan rasa lapar. Ah, biar saja, yang penting cepat sampai di rumah dan bisa segera bantul simbok.

Thursday, October 24, 2013

Gadis tanpa Tangan Dapatkan Suami Idaman Putri Herlina Dinikahi Putra Mantan Deputi Gubernur BI

JOGJAKARTA - Resepsi pernikahan mengharukan terjadi di Jogjakarta tadi malam. Putri Herlina, gadis tanpa dua tangan, akhirnya mendapatkan suami pilihannya sendiri, Reza Hilyard Somantri, putra mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Maman Husein Somantri.
Bagi Putri Herlina, pernikahannya dengan Reza seperti kisah dongeng yang berakhir bahagia (happy ending). Seperti yang pernah dimuat di JPNN pada 9 Maret 2012, Lina -sapaan akrab Putri Herlina- mengaku dirinya "dibuang" orang tuanya sejak baru lahir. "Aku ditinggal di rumah sakit, mungkin karena tidak punya tangan dan mereka malu," ungkapnya.
Karena tak ada yang bertanggung jawab, Lina lantas dirawat Susiani Sunaryo. Saat itu Susiani masih berusia 25 tahun dan menjadi relawan di Yayasan Sayap Ibu. Kini Susiani menjadi ibu panti di Kadirojo, Kalasan, Sleman.

Film baru menyoroti karya heroik suster Maryknoll

                                                               23/10/2013 Film baru menyoroti karya heroik suster Maryknoll thumbnail

Nancy M. Tong, seorang alumni sekolah Maryknoll di Hong Kong membuat  film tentang karya suster Maryknoll  sejak mulai berdiri hingga kini dengan tujuan untuk memperkenalkan kepada umat.
“Saya menyadari bahwa saya ingin memperkenalkan karya para suster  dalam bidang keadilan sosial dan karya mereka bersama orang miskin di seluruh dunia,” kata Tong dalam sebuah wawancara.
Karya para suster itu menginspirasi dia dengan membuat film berjudul ‘Trailblazers in Habits.”
Film dokumenter berdurasi 65 menit itu diisi dengan cuplikan, foto dan wawancara tentang “karya yang luar biasa yang dilakukan oleh para suster itu,” yang dimulai dengan yayasan yang didirikan tahun 1912, hanya beberapa bulan setelah dibentuk Meryknoll Fathers and Brothers.
Para misionaris itu ke Cina awalnya dianggap menjadi “wanita yang baik dengan pakaian aneh,” dan apapun yang mereka lakukan untuk orang miskin dinilai melakukan tindakan subversif, terutama karya mereka untuk menyelamatkan bayi perempuan yang ditinggalkan dan  membantu kaum perempuan.
Di tahun-tahun awal, para suster ini dijeblos ke penjara, tahanan rumah dan dibunuh karena perbuatan baik mereka, namun mereka terus melayani.
Tarekat ini didirikan di abad ke-20 di Amerika Serikat oleh Suster Maria Joseph Rogers (1882-1955), dan film itu diambil mulai tahun-tahun awal di biara induk mereka di Ossining, New York, dan misi pertama mereka di Hong Kong, yang dibaca oleh narator dan aktris peraih Oscar Susan Sarandon.
Awalnya, para imam dan suster Maryknoll menyadari bahwa salah satu spiritualitas mereka adalah kontemplasi dalam aksi dan cara menginjili di Cina adalah melalui kaum perempuan.
Para suster itu pergi ke luar biara dan berdua-dua menuju desa-desa yang jauh untuk mengunjungi keluarga-keluarga, menilai kebutuhan mereka dan memberikan bantuan.
Trailblazers in Habits  adalah sebuah karya kasih Nancy Tong dan alumni sekolah Maryknoll di Hong Kong (yang pertama dari dua sekolah untuk anak perempuan yang dibuka di sana tahun 1925 – keduanya berlanjut hingga kini).
Ketika tarekat itu memasuki abad kedua dalam misi, mereka berjanji akan terus menanggapi kebutuhan masyarakat saat ini untuk perdamaian, keadilan, dan kesetaraan.
Film ini menunjukkan bahwa meskipun jumlah panggilan di AS menurun, di seluruh dunia, jumlahnya terus meningkat.
Film itu adalah kisah harapan, iman, dan kasih Allah yang hidup di tengah masyarakat.
Sumber: New film highlights heroic work of Maryknoll Sisters

Kisah biarawati Katolik latih Taekwondo untuk anak-anak penderita kanker


                                                           14/10/2013
Kisah biarawati Katolik latih Taekwondo untuk anak-anak penderita kanker thumbnail

Suster Linda Lim sudah lama meninggalkan bela diri taekwondo, saat ia memutuskan untuk menjadi seorang biarawati. Namun, bertahun-tahun kemudian, ia kembali mengenakan sabuk hitamnya di sebuah rumah sakit di Singapura untuk melatih anak-anak yang pulih dari kanker.
Dulu, saat masih muda, Suster Linda bercita-cita jadi tentara. Tapi, tubuhnya terlalu mungil. “Lalu, aku ingin jadi polwan, untuk melindungi masyarakat,” kata dia seperti dimuat BBC. Lagi-lagi tinggi badannya tak sesuai.

Bisakah Paus Fransiskus angkat kardinal perempuan?

                                                                                                    22/10/2013
Bisakah Paus Fransiskus angkat kardinal perempuan? thumbnail

Paus Fransiskus mengatakan berulang kali bahwa ia ingin melihat peran yang lebih besar bagi kaum perempuan dalam Gereja Katolik, dan beberapa orang berpendapat bahwa ia bisa mengambil langkah besar dengan mengangkat perempuan menjadi kardinal.
Ide ini terus dibicarakan, yang dipicu oleh sebuah artikel bulan lalu di sebuah surat kabar Spanyol dimana Juan Arias, seorang mantan imam menulis dari Brasil, bahwa “ide itu bukan sebuah lelucon. Ini adalah sesuatu yang dipikirkan oleh Paus Fransiskus sebelumnya: pengangkatan kardinal wanita”.
Arias mengutip seorang imam Yesuit yang tidak menyebut namanya -  mengatakan: “Paus ini tidak akan ragu mengangkat seorang kardinal wanita.  Dan dia bisa menjadi Paus pertama yang memungkinkan perempuan untuk berpartisipasi dalam pemilihan Paus baru.”

Wednesday, October 23, 2013

BUNDA MARIA DALAM INKULTURASI





Misa inkulturasi Flobamorata (20/10/2013)
Bulan Oktober, di kalangan Gereja Katolik dikenal sebagai bulan rosario. Pada bulan ini seluruh perhatian dan doa diarahkan kepada Maria sebagai perantara yang membawa kita pada Yesus Putera-Nya. Umat Katolik selalu melaksanakan devosi kepada Bunda Maria. Sejak lama, tradisi ini dilakukan oleh Gereja dan umat terlibat penuh dalam peristiwa rosario itu. Figur Maria sangat bersahaja dan penuh pengertian, karenanya doa-doa yang dipanjatkan kepada Yesus selalu lewat Bunda Maria. Ada pelbagai cara untuk menghormati Maria. Ada devosi pribadi, kelompok maupun perayaan-perayaan meriah lain yang dilakukan oleh umat untuk menghormati Maria.
Masyarakat  Flores dikenal sebagai “Masyarakat Marianis” karena selalu menempatkan Maria sebagai figur sentral dalam seluruh kehidupan religius. Maria  menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat Flores,  Sumba dan Timor. Pengaruh devosi dan penghormatan terhadap Maria diperkenalkan oleh Gereja dan misi kekatolikan yang dibawa oleh orang-orang Portugis. Peristiwa yang dialami dalam Gereja di daratan Flores, Sumba dan Timor tidak hanya berhenti di Flores tetapi tetap melekat dalam kehidupan orang-orang Flores, Sumba dan Timor ketika mereka berada di perantauan.