Friday, November 1, 2013

MENYIAPKAN GENERASI BARU

Foto penulis bersama Uskup Frans Kopong Kung

Couples For Christ, merupakan sebuah komunitas dalam Gereja Katolik yang menampung  para pasangan suami isteri yang memiliki kepedulian tinggi terhadap persoalan hidup perkawinan (hidup berkeluarga)  dan persoalan yang dihadapi oleh Gereja saat ini. Sudah cukup lama komunitas  ini berdiri dan banyak kegiatan telah dilakukan sebagai bentuk kepedulian  terhadap mereka yang membutuhkan bantuan. Beberapa waktu yang lalu, para pemimpin Couples For Christ (CFC) seluruh Indonesia mengadakan pertemuan untuk syering pengalaman hidup dan membahas program-program tahunan yang akan dilaksanakan nanti.  Pertemuan yang diadakan pada tanggal 14 September 2013 ini, juga menghadirkan Mgr. Fransiskus Kopong Kung, Uskup Keuskupan Larantuka-Flores Timur dan sekaligus pembina Couples For Christ.
            Di hadapan ratusan peserta dari pelbagai daerah, Mgr. Frans Kopong mengatakan bahwa Couples For Christ merupakan suatu gerakan pembaharuan dengan mengandalkan kekuatan Roh Kudus. “Komunitas CFC  merupakan komunitas pelayanan yang selalu bersatu dan searah dengan perjalanan Gereja.” Model persatuan CFC dengan Gereja memiliki tekanan dasar teologi yang mendalam, terutama
konsep trinitaris, Bapa, Putera dan Roh Kudus.   Gereja sebagai tanda keselamatan, di sana ada tempat yang spesifik atau istimewa yang boleh dihayati oleh perkawinan dalam keluarga. Karena di dalam perkawinan itu, ada tempat yang khas bagi suami-isteri, ada tempat yang khas juga bagi keluarga. Lebih jauh, Mgr. Kopong Kung menegaskan bahwa “relasi hidup suami-isteri melambangkan relasi antara Yesus dan Gereja.” Atas dasar relasi teologis ini sangat mempengaruhi pola kerja dan misi pelayanan CFC yang selalu berada dalam lingkup pergerakan kehidupan Gereja itu sendiri.
            Pada kesempatan itu juga beliau melihat aksi kerja nyata yang diperlihatkan oleh CFC. Berangkat dari pengalaman, Gereja patut bersyukur bahwa CFC berperan aktif dalam membantu Gereja. Ada beberapa tempat, CFC terlibat penuh untuk menjalankan misi Gereja, seperti mengambil bagian dalam pelbagai pelayanan dan kesaksian-kesaksian hidup yang diperlihatkan. CFC dalam gerak pelayanan, tidak dilihat dari strukturnya tetapi yang terpenting adalah spiritnya karena dengan spirit bisa menghidupkan kehidupan kelompok.

Sejarah CFC Masuk Flores
            Ketika ditanya mengenai sejarah   pergerakan dan pelebaran sayap CFC, Mgr.Frans Kopong Kung yang ditemui di ruang pertemuan, Gereja Paroki Santa Helena-Karawaci, dengan santai menceritakan sejarah masuknya CFC ke Flores. CFC pertama kali masuk ke Flores, terutama di Keuskupan Larantuka-Flores Timur, pada tahun 1996. Setelah hadir dan berkembang di Keuskupan Larantuka, CFC kemudian mengembangkan sayap ke beberapa wilayah  lain, seperti Kupang, Sumba, Denpasar dan Maumere. Sangat diharapakan agar kehadiran CFC bisa membawa pengaruh positif  pada keluarga.
            Keluarga menjadi sel terkecil dalam Gereja tetapi sangat berpengaruh terhadap kehidupan menggereja. Konsep pendampingan yang digalakan oleh CFC dengan memperkuat kehidupan keluarga dan berupaya melakukan pembinaan agar keluarga-keluarga Katolik bisa dijauhkan dari pelbagai ancaman yang merusak rumah tangga dan sakramen perkawinan itu sendiri. Memang disadari bahwa perkembangan dunia dan arus globalisasi membawa perubahan yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat. Masyarakat umumnya dan keluarga-keluarga Katolik khususnya,  tidak bisa mengelak dari adanya perubahan yang membawa dampak, baik positif maupun negatif.
            Sedapat mungkin, ketika dijumpai permasalahan di lapangan yang mengena pada keluarga-keluarga Katolik, CFC harus memberikan respons dan memberikan penyadaran terhadap keluarga yang terkena masalah. Hal lain yang dilakukan oleh CFC adalah memberikan pembinaan dan bahkan menurut cerita Mgr.Frans Kopong Kung bahwa di Keuskupan Larantuka, pembinaan para calon komuni pertama diberikan kepada CFC. Tugas yang diemban ini memberi ruang pada CFC untuk meletakkan dasar iman yang kuat terhadap anak-anak untuk mengenal dan memahami, siapa itu Yesus Kristus yang akan disambut. Yesus menjadi landasan utama dan bagian integral dalam kehidupan keluarga Katolik. Yesus menjadi penopang bahtera rumah tangga dan bisa menangkal pelbagai cobaan yang datang, asalkan masing-masing keluarga menyerahkan diri secara penuh dalam ribaan-Nya.      
Menyiapkan Generasi Baru
            CFC tidak hanya memberikan pelayanan dalam bidang pembinaan semata-mata tetapi lebih dari itu, CFC menggagas sebuah program nyata, yaitu mendirikan sebuah sekolah (SMK Pariwisata). Sekolah yang akan berdiri di atas  lahan seluas 4 hektar ini, dengan konsep sekolah berasrama yang memiliki perpaduan erat dalam proses pembentukan kepribadian seorang anak didik. Sistem sekolah yang berasrama ini dinilai begitu baik karena selain menimbah ilmu tetapi juga pembentukan karakter bisa berjalan secara maksimal. Sekolah ini akan didirikan di Likotuden, Kawalelo-Keuskupan Larantuka-Flores Timur, melalui yayasan ANCOP Indonesia yang juga di bawah naungan CFC. ANCOP (Angkat Citra Orang Papa) membangun  kepedulian  terhadap orang-orang kecil yang tidak tersentuh dengan pendidikan.
            Tetapi lebih jauh, menurut Mgr. Frans Kopong Kung, kehadiran sekolah ini merupakan langkah baik dalam menyiapkan sebuah generasi yang cerdas dan memiliki karakter. Dengan kehadiran sekolah ini maka “saya sedang menyiapkan generasi untuk duapuluh tahun ke depan,” tutur Uskup Frans. Generasi yang akan disiapkan melalui jalur pendidikan benar-benar berkualitas dan sanggup untuk bertarung serta tahan terhadap perubahan zaman.  Karenanya masa pembentukan dalam dunia pendidikan yang berpadu dengan pola pembentukan kepribadian di asrama  menjadi prioritas utama. Bapak Uskup juga mencontohkan keunggulan kehidupan berasrama bagi para pelajar dapat dibentuk kepribadian,  dan displin diri. Seperti di Ruteng, Manggarai, salah seorang pastor mendirikan asrama dan menampung anak-anak yang mengenyam pendidikan di pelbagai sekolah, baik negeri maupun swasta. Mereka (anak-anak) boleh memilih sekolah di mana saja tetapi setelah pulang sekolah, mereka semua masuk dalam kehidupan berasrama dengan pola pembentukannya agak sedikit berbeda. Ternyata hal yang dilakukan oleh pastor itu memberikan hasil yang maksimal. Anak-anak yang diasuh di asrama, umumnya menunjukkan kemampuan lebih di setiap sekolahnya ketimbang anak-anak lain yang tidak dididik di asrama.      
            CFC yang telah berusia 32 tahun semakin mengembangkan “sayapnya” ke berbagai negara sambil mewartakan tentang Kristus yang bangkit dan menjiwai seluruh keluarga Katolik. Melalui jalur keluarga dan juga pendidikan, CFC memberikan andil yang besar dalam membina dan sekaligus memberikan  penguatan terhadap keluarga-keluarga Katolik untuk setia pada panggilan hidup berkeluarga dan bertanggung jawab terhadap anak-anak yang merupakan buah dari perkawinan itu sendiri.***(Valery Kopong, tulisan ini sudah dimuat di TABLOIT SABDA)                         

No comments: