Foto penulis bersama Uskup Frans Kopong Kung |
Couples For Christ,
merupakan sebuah komunitas dalam Gereja Katolik yang menampung para pasangan suami isteri yang memiliki
kepedulian tinggi terhadap persoalan hidup perkawinan (hidup berkeluarga) dan persoalan yang dihadapi oleh Gereja saat
ini. Sudah cukup lama komunitas ini
berdiri dan banyak kegiatan telah dilakukan sebagai bentuk kepedulian terhadap mereka yang membutuhkan bantuan. Beberapa
waktu yang lalu, para pemimpin Couples
For Christ (CFC) seluruh Indonesia mengadakan pertemuan untuk syering
pengalaman hidup dan membahas program-program tahunan yang akan dilaksanakan
nanti. Pertemuan yang diadakan pada
tanggal 14 September 2013 ini, juga menghadirkan Mgr. Fransiskus Kopong Kung,
Uskup Keuskupan Larantuka-Flores Timur dan sekaligus pembina Couples For Christ.
Di hadapan ratusan peserta dari
pelbagai daerah, Mgr. Frans Kopong mengatakan bahwa Couples For Christ merupakan suatu gerakan pembaharuan dengan
mengandalkan kekuatan Roh Kudus. “Komunitas CFC merupakan komunitas pelayanan yang selalu
bersatu dan searah dengan perjalanan Gereja.” Model persatuan CFC dengan Gereja
memiliki tekanan dasar teologi yang mendalam, terutama
konsep trinitaris, Bapa,
Putera dan Roh Kudus. Gereja sebagai
tanda keselamatan, di sana ada tempat yang spesifik atau istimewa yang boleh
dihayati oleh perkawinan dalam keluarga. Karena di dalam perkawinan itu, ada
tempat yang khas bagi suami-isteri, ada tempat yang khas juga bagi keluarga.
Lebih jauh, Mgr. Kopong Kung menegaskan bahwa “relasi hidup suami-isteri
melambangkan relasi antara Yesus dan Gereja.” Atas dasar relasi teologis ini
sangat mempengaruhi pola kerja dan misi pelayanan CFC yang selalu berada dalam lingkup
pergerakan kehidupan Gereja itu sendiri.
Pada kesempatan itu juga beliau
melihat aksi kerja nyata yang diperlihatkan oleh CFC. Berangkat dari
pengalaman, Gereja patut bersyukur bahwa CFC berperan aktif dalam membantu
Gereja. Ada beberapa tempat, CFC terlibat penuh untuk menjalankan misi Gereja,
seperti mengambil bagian dalam pelbagai pelayanan dan kesaksian-kesaksian hidup
yang diperlihatkan. CFC dalam gerak pelayanan, tidak dilihat dari strukturnya
tetapi yang terpenting adalah spiritnya karena dengan spirit bisa menghidupkan
kehidupan kelompok.
Sejarah CFC Masuk
Flores
Ketika ditanya mengenai sejarah pergerakan dan pelebaran sayap CFC,
Mgr.Frans Kopong Kung yang ditemui di ruang pertemuan, Gereja Paroki Santa
Helena-Karawaci, dengan santai menceritakan sejarah masuknya CFC ke Flores. CFC
pertama kali masuk ke Flores, terutama di Keuskupan Larantuka-Flores Timur,
pada tahun 1996. Setelah hadir dan berkembang di Keuskupan Larantuka, CFC
kemudian mengembangkan sayap ke beberapa wilayah lain, seperti Kupang, Sumba, Denpasar dan
Maumere. Sangat diharapakan agar kehadiran CFC bisa membawa pengaruh
positif pada keluarga.
Keluarga menjadi sel terkecil dalam
Gereja tetapi sangat berpengaruh terhadap kehidupan menggereja. Konsep
pendampingan yang digalakan oleh CFC dengan memperkuat kehidupan keluarga dan
berupaya melakukan pembinaan agar keluarga-keluarga Katolik bisa dijauhkan dari
pelbagai ancaman yang merusak rumah tangga dan sakramen perkawinan itu sendiri.
Memang disadari bahwa perkembangan dunia dan arus globalisasi membawa perubahan
yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat. Masyarakat umumnya dan
keluarga-keluarga Katolik khususnya,
tidak bisa mengelak dari adanya perubahan yang membawa dampak, baik
positif maupun negatif.
Sedapat mungkin, ketika dijumpai
permasalahan di lapangan yang mengena pada keluarga-keluarga Katolik, CFC harus
memberikan respons dan memberikan penyadaran terhadap keluarga yang terkena
masalah. Hal lain yang dilakukan oleh CFC adalah memberikan pembinaan dan
bahkan menurut cerita Mgr.Frans Kopong Kung bahwa di Keuskupan Larantuka, pembinaan
para calon komuni pertama diberikan kepada CFC. Tugas yang diemban ini memberi
ruang pada CFC untuk meletakkan dasar iman yang kuat terhadap anak-anak untuk
mengenal dan memahami, siapa itu Yesus Kristus yang akan disambut. Yesus
menjadi landasan utama dan bagian integral dalam kehidupan keluarga Katolik.
Yesus menjadi penopang bahtera rumah tangga dan bisa menangkal pelbagai cobaan
yang datang, asalkan masing-masing keluarga menyerahkan diri secara penuh dalam
ribaan-Nya.
Menyiapkan Generasi
Baru
CFC tidak hanya memberikan pelayanan
dalam bidang pembinaan semata-mata tetapi lebih dari itu, CFC menggagas sebuah
program nyata, yaitu mendirikan sebuah sekolah (SMK Pariwisata). Sekolah yang
akan berdiri di atas lahan seluas 4
hektar ini, dengan konsep sekolah berasrama yang memiliki perpaduan erat dalam
proses pembentukan kepribadian seorang anak didik. Sistem sekolah yang
berasrama ini dinilai begitu baik karena selain menimbah ilmu tetapi juga
pembentukan karakter bisa berjalan secara maksimal. Sekolah ini akan didirikan
di Likotuden, Kawalelo-Keuskupan Larantuka-Flores Timur, melalui yayasan ANCOP
Indonesia yang juga di bawah naungan CFC. ANCOP (Angkat Citra Orang Papa)
membangun kepedulian terhadap orang-orang kecil yang tidak
tersentuh dengan pendidikan.
Tetapi lebih jauh, menurut Mgr.
Frans Kopong Kung, kehadiran sekolah ini merupakan langkah baik dalam
menyiapkan sebuah generasi yang cerdas dan memiliki karakter. Dengan kehadiran
sekolah ini maka “saya sedang menyiapkan generasi untuk duapuluh tahun ke
depan,” tutur Uskup Frans. Generasi yang akan disiapkan melalui jalur
pendidikan benar-benar berkualitas dan sanggup untuk bertarung serta tahan
terhadap perubahan zaman. Karenanya masa
pembentukan dalam dunia pendidikan yang berpadu dengan pola pembentukan
kepribadian di asrama menjadi prioritas
utama. Bapak Uskup juga mencontohkan keunggulan kehidupan berasrama bagi para
pelajar dapat dibentuk kepribadian, dan
displin diri. Seperti di Ruteng, Manggarai, salah seorang pastor mendirikan
asrama dan menampung anak-anak yang mengenyam pendidikan di pelbagai sekolah,
baik negeri maupun swasta. Mereka (anak-anak) boleh memilih sekolah di mana
saja tetapi setelah pulang sekolah, mereka semua masuk dalam kehidupan
berasrama dengan pola pembentukannya agak sedikit berbeda. Ternyata hal yang
dilakukan oleh pastor itu memberikan hasil yang maksimal. Anak-anak yang diasuh
di asrama, umumnya menunjukkan kemampuan lebih di setiap sekolahnya ketimbang
anak-anak lain yang tidak dididik di asrama.
CFC yang telah berusia 32 tahun
semakin mengembangkan “sayapnya” ke berbagai negara sambil mewartakan tentang
Kristus yang bangkit dan menjiwai seluruh keluarga Katolik. Melalui jalur
keluarga dan juga pendidikan, CFC memberikan andil yang besar dalam membina dan
sekaligus memberikan penguatan terhadap
keluarga-keluarga Katolik untuk setia pada panggilan hidup berkeluarga dan
bertanggung jawab terhadap anak-anak yang merupakan buah dari perkawinan itu
sendiri.***(Valery Kopong, tulisan ini
sudah dimuat di TABLOIT SABDA)
0 komentar:
Post a Comment