Sebanyak 460 ketua-ketua lingkungan dari
paroki yang ada di Dekenat Tangerang I mengikuti rekoleksi bersama Mgr.
Ignatius Kardinal Suharyo, bertempat di gedung pastoral, Paroki Curug, Gereja
Santa Helena. Di hadapan para ketua lingkungan, Kardinal mengucapkan terima
kasih atas kehadiran dan terutama para ketua lingkungan telah mengambil bagian
dalam pelayanan umat di wilayah Keuskupan Agung Jakarta. Bapak/ibu sudah
berkorban waktu dan menjalankan tugas perutusan ini. “Sampaikan juga salam
untuk para mitera kerja di lingkunganmu dan juga keluargamu.”
Monday, November 11, 2019
Monday, October 28, 2019
Mencontohi Paulus
Minggu, 27 Oktober 2019 merupakan hari
yang istimewa bagi Paroki Kutabumi, Gereja Santo Gregorius Agung, Tangerang. Paroki
Kutabumi mendapatkan kunjungan dari Mgr. Ignatius Kardinal Suharyo untuk
menerimakan sakramen krima bagi 282 calon krisma yang sudah dipersiapkan secara
baik oleh para katekis. Walaupun kedatangan Bapak Kardinal ke paroki tepat
pukul 07.00 tetapi anak-anak calon krisma dan para pendamping sudah siap di
gereja mulai pukul 06.00.
Setibanya di area paroki dan saat turun
dari mobil, Bapak Kardinal disambut dengan tarian penjemputan yang dibawakan
oleh kelompok Ikatan Keluarga Sumatera Utara (IKSU) yang ada di Gereja Santo
Gregorius Agung. Setelah tarian khas Batak Karo dan Toba disuguhkan, Mgr.
Ignatius Kardinal Suharyo dikalungi dengan ulos oleh Bapak Jaipin Simarmata dan
Ibu Frida Sinaga. Seusai pengalungan dengan ulos, Bapak Kardinal diperkenankan
untuk berdoa di depan gua Maria yang terletak tidak jauh dari tempat
penjemputan.
Gereja Perlu Bermimpi
Beberapa waktu lalu, Keuskupan Agung Jakarta sudah mencanangkan gerakan
“Ayo Sekolah.” Gerakan ini lahir dari suatu keprihatinan di mana banyak
orang-orang Katolik belum mengenyam pendidikan karena terganjal oleh
persoalan perekonomian yang sulit. Gerakan ini juga merupakan jawaban
atas tema prapaskah yang dua tahun berturut-turut diusung, yakni “Mari
Berbagi.” Banyak umat bertanya, apa yang mau dibagi? Atas pertanyaan
yang sederhana ini bisa dijawab lewat gerakan “Ayo Sekolah,” yang tidak
lain adalah ajakan bagi setiap umat untuk membuka diri dan membuka
“dompet” untuk membantu para siswa-siswi yang tidak mampu.
Apakah gerakan “Ayo Sekolah” merupakan jalan terakhir menyelesaikan persoalan yang tengah dihadapi umat yang tidak mampu menyekolahkan anaknya? Ataukah gerakan ini hanyalah bentuk penyadaran sesaat dan kemudian lenyap? Harus diakui bahwa dunia pendidikan sekarang begitu mahal. Terlebih lagi sekolah Katolik yang menawarkan mutu pendidikan yang baik, sekaligus biaya sekolahnya begitu mahal. Sekolah berlabel “Katolik” tidak memberikan keberpihakkan pada orang Katolik sendiri. Akibatnya orang-orang katolik tidak mampu menyekolahkan anaknya, terpaksa mencari sekolah-sekolah negeri. Dampak dari anak yang disekolahkan di sekolah negeri adalah tidak mendapat pelayanan pelajaran agama Katolik. Anak menjadi buta terhadap agama dan doa-doa pokok gerejani. Iman anak menjadi rapuh di tengah pusaran pergaulan dengan orang-orang lain bahkan banyak yang memilih berpindah ke agama lain karena lebih sering disentuh dengan ayat-ayat suci agama lain.
Apakah gerakan “Ayo Sekolah” merupakan jalan terakhir menyelesaikan persoalan yang tengah dihadapi umat yang tidak mampu menyekolahkan anaknya? Ataukah gerakan ini hanyalah bentuk penyadaran sesaat dan kemudian lenyap? Harus diakui bahwa dunia pendidikan sekarang begitu mahal. Terlebih lagi sekolah Katolik yang menawarkan mutu pendidikan yang baik, sekaligus biaya sekolahnya begitu mahal. Sekolah berlabel “Katolik” tidak memberikan keberpihakkan pada orang Katolik sendiri. Akibatnya orang-orang katolik tidak mampu menyekolahkan anaknya, terpaksa mencari sekolah-sekolah negeri. Dampak dari anak yang disekolahkan di sekolah negeri adalah tidak mendapat pelayanan pelajaran agama Katolik. Anak menjadi buta terhadap agama dan doa-doa pokok gerejani. Iman anak menjadi rapuh di tengah pusaran pergaulan dengan orang-orang lain bahkan banyak yang memilih berpindah ke agama lain karena lebih sering disentuh dengan ayat-ayat suci agama lain.
Wednesday, October 23, 2019
Kepulan Asap
Di traffic lightdengan
lampu-lampunya kian redup itu. Deru knalpot-knalpot kota terus
membahana mengusik ketenangan manusia-manusia puntung. Deburan asap
membubung ke langit semesta, membuat kota itu semakin kabut lantaran
jemari sang mentari sulit menggapai bumi. Tetapi apakah di tengah
hiruk-pikuk kota yang semrawut semakin memastikan mereka dengan tangan
terulur terus meminta-minta? Sampai kapankah tangan mereka berhenti
meminta?Hanya waktulah yang memastikan denyut nadi kehidupan mereka,
entah kapan.
Tak
pernah sepi ruas jalan utama memasuki gerbang ibu kota itu. Ibu kota
kian keras menantang kehidupan mereka. Baginya, sejahat-jahatnya ibu
tiri, jauh lebih jahat dari ibu kota. Ibu kota yang tidak memberi rasa
aman, tidak memberikanperlindungan yang manusiawi. Di tangan mereka
hanya tergenggam harapan kosong. Yang ada adalah jeritan luka yang terus
menganga menanti harap untuk dipenuhi.
Hampir
setiap hari, orang-orang kusta tidak pernah sepi menjejali jalan utama.
Mereka terbuang dari bibir nestapa dan penyakit yang terus menggerogoti
hidup yang kian kejam. Orang-orang kusta sepertinya sudah ditakdirkan
sebagai manusia sisa yang terkena kutuk dari Allah. Mereka tersingkir
dari pergaulan umum karena masyarakat jijik dan takut terjangkit
penyakit yang parah itu. Saya melihat dan membandingkan kehidupan orang
kusta di Tangerang dan Lembata (Flores) yang terhimpun pada Rumah Sakit
Lepra, Santo Damian, terkesan ada perbedaan yang sangat tajam. Perbedaan
itu terlihat dari perhatian dan pemberian hidup yang layak bagi mereka
yang sudah menjadi eks kusta.
Saturday, September 14, 2019
FILOSOFI BOLA KAKI DAN IDEOLOGI GOL
Oleh: Valery Kopong
“Setiap
detik adalah final bagi kehidupan,” demikian Penyair Frans Kafka. Ketika setiap
orang melihat lini kehidupan adalah final maka masing-masing orang
mempersiapkan diri secara matang dalam proses pertarungan hidup. Frans Kafka
memposisikan diri sebagai bek kanan untuk mempertahankan gawang dari bobolan
lawan yang mungkin juga menembus kelambu yang terlilit rapih melalui tendangan
pisang (babana kick). Tetapi untuk meraih titik kulminasi (final) perlu adanya
kegesitan. “Mereka yang lambat tak ikut bermain, demikian kata Plato, si filsuf
dari Yunani, negara pendekar demokrasi pertama. Plato, dalam susunan the dream
team ala Kolumnis Thomas Grassberger, ia mendapat kehormatan sebagai kapten
kesebelasan. Ia terpilih karena menyukai tempo yang tinggi, sekaligus idealis
dan desainer dalam menata pola permainan yang artistik. Dalam pola penataan
permainan, barangkali ia tersulut oleh pendamping Kafka di sektor kiri yakni
Arno Schmidt. Arno Schmidt dikenal sebagai pendekar apokaliptik yang terus
menuntut manusia untuk tergesa-gesa. Bagi Schmidt, setiap hari Sabtu adalah
musim kompetisi di mana setiap manusia harus bertanding dan bertanding. Dan di
arena permainan, kata Charles Baudelaire, Pelapis Schmidt di bagian depan,
selalu mengingatkan para pemain bahwa hidup hanya mempunyai sebuah pesona
tunggal yakni permainan. Dan jika kita masuk atau terperangkap masuk dalam pola
permainan maka masing-masing orang harus mengantongi pertanyaan filosofis ini:
“Maukah Anda menang atau kalah?”
Wednesday, September 11, 2019
Tawa Sang Guru
Setiap orang yang masuk ke biara tua
itu, pertama-tama yang diperhatikan adalah lukisan wajah Yesus yang sedang
tertawa. Memandang lukisan itu secara mendalam terus melahirkan
pertanyaan-pertanyaan seputar lukisan itu. Mengapa Yesus tertawa? Apa yang
membuat Yesus tertawa? Adakah teks kitab suci yang mengisahkan Yesus sedang
tertawa? Inilah pertanyaan-pertanyaan sederhana yang lahir dari kedalaman batin
para tamu di biara itu. Lukisan yang terpampang di dinding biara tua itu
sepertinya menawarkan nalar refleksi untuk mempertanyakan lukisan yang tidak
umum itu. Memang, Yesus sendiri seperti
yang tertulis dalam kitab suci Perjanjian Baru, kita tidak pernah menemukan
teks yang berbicara tentang Yesus yang tertawa saat berhadapan dengan murid-murid-Nya
maupun kelompok-kelompok yang membenci kehadiran-Nya. Tertawa seperti yang
terlukis itu mengisahkan kemanusiaan seorang Yesus yang tidak dihadirkan oleh
penulis kitab suci. Yesus terkesan sangat serius menghadapi situasi di tengah
karya pewartaan-Nya. Karena itu yang lebih ditonjolkan adalah kehidupan doa dan
ajaran-ajaran-Nya.
Friday, August 23, 2019
Sepotong Doa
Di Getzemani dalam balutan ketakutan
Engkau bersandar pada sepotong doa
Tetapi bukan atas kehendak-Ku melainkan kehendak-Mu”
Dalam peluh-Mu berdarah
Kutemukan kemanusiaan-Mu terdalam
Namun atas kehendak Bapa-Mu
Engkau mereguk perintah-Nya
dan melumat kebenaran
Pasrah-Mu membawa selamat bagi kami
Tangerang, 20 Agustus 2019
Valery Kopong
Tuesday, August 20, 2019
Hidup Di Alam Kemerdekaan
Bangsa pilihan Allah
bertahun-tahun hidup dan menetap di Mesir. Sejak Yusuf menjadi petinggi di
negeri itu dan pada peristiwa kelaparan, Yusuf menyuruh saudara-saudaranya
serta orang tuanya untuk segera ke Mesir agar terbebas dari ancaman kelaparan. Titik
awal untuk tinggal di Mesir, memberikan
peluang bagi mereka untuk bisa hidup.
Semakin lama mereka semakin berkembang bahkan menyaingi jumlah penduduk
Mesir. Apakah mereka hidup di Mesir maka mereka berada pada situasi yang
menyenangkan? Tidak!! Banyak perlakuan di luar batas kemanusiaan dan bahkan
mereka tetap diminta untuk kerja paksa. Sebagai bangsa pilihan Allah, Israel
tidak dibiarkan untuk tetap berada dalam penindasan.
Friday, August 16, 2019
Jadilah Kehendak-Mu
Berbicara
tentang Bunda Maria, berarti berbicara tentang tawaran keselamatan. Allah mengutus malaikat Gabriel untuk menyampaikan
kabar gembira bahwa Maria dipilih oleh Allah untuk menjadi ibu Tuhan. Kabar
gembira ini bisa dikatakan juga sebagai “kabar yang membawa kegalauan” bagi
Maria. Mengapa Maria mengalami kegalauan
saat menerima tawaran untuk menjadi ibu Tuhan? Karena menerima tawaran ini
penuh dengan pelbagai resiko, yakni bersedia mengandung seorang anak yang akan
diberi nama Yesus walaupun belum bersuami. Resiko sosial menjadi titik pergulatan seorang Maria dalam
menerima tawaran menjadi ibu Tuhan. Menerima kabar dari malaikat Gariel berarti
menerima “tawaran keselamatan” sekaligus berani menghadapi resiko sosial yang
akan menimpahnya.
Kesannya kabar yang diterima Maria sederhana.
Seolah-olah Maria sekedar mengatakan “ya” atas tawaran itu. Kitab suci tidak
mendeskripsikan secara detail tentang bagaimana pergulatan batin seorang Maria
sebelum memutuskan diri untuk menerima tawaran itu. Namun dalam kepasrahan
penuh pada Allah, Maria akhirnya juga mengatakan “Fiat Voluntas Tua.” Jadilah kehendak-Mu menjadi sebuah bentuk
kepasrahan diri Maria pada kehendak Allah dan sekaligus membiarkan Allah
bekerja dalam dirinya. “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut
kehendak-Mu.” Kalimat ini mengungkapkan kehampaan diri Maria di tengah
pergulatan dan menentukan sikap.
Thursday, August 15, 2019
Atas Nama Cinta Untuk Berkorban
Ketika pertama kali
terbentuknya lingkunganku sekitar empat belas tahun silam, saya diminta untuk
mencari nama orang-orang kudus untuk menjadi nama pelindung lingkungan. Ada
beberapa nama orang kudus dan latar
belakang kehidupannya menjadi bahan pertimbanganku, apakah bisa dijadikan
sebagai nama pelindung atau tidak. Menarik bahwa ada nama Zakheus dalam pusaran
pemilihan nama-nama itu. Saya sendiri tertarik apabila nama Zakheus menjadi
nama lingkunganku. Alasan sederhana bahwa Zakheus, walaupun diberi label
sebagai manusia pendosa tetapi berani membuka diri di hadapan Yesus. Berkat
keterbukaannya maka ia mendapat pengampunan dari Tuhan.
Subscribe to:
Posts (Atom)