Friday, May 29, 2020

Corona dan Alienasi Diri

Ketika dunia dilanda pandemi  Covid 19, setiap orang mengalami kepanikan. Hari-hari hidup manusia di bawah kolong langit dilanda oleh kepanikan berkepanjangan. Dalam rentang kepanikan itu, manusia bertanya dengan mulut komat-kamit. Sampai kapan Corona ini berlalu dan manusia kembali ke kehidupan semula? Ini pertanyaan yang tidak menemukan titik terang jawaban. Karena ketika manusia melemparkan pertanyaan ke “langit harap,” sepertinya pertanyaan itu menguap di udara sekaligus m

emberikan sebuah jawaban yang absurd.

Corona “mengurung” setiap manusia untuk tetap berada dalam rumah. Memang, “stay at home” merupakan cara sederhana untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona ini. Namun seraya itu pula,  kegelisahan panjang terus membentang. Mau hidup di dalam rumah untuk memutus mata rantai penyebaran virus atau harus keluar rumah untuk bekerja  untuk menyambung hidup? Ini merupakan pilihan dilematis yang sama-sama penting. Kehidupan manusia diperparah oleh hantaman virus yang tak kenal status sosial. Namun yang lebih parah mengalami situasi ini adalah masyarakat kota yang tengah mengais rejeki untuk mempertahankan hidup. Cukup banyak pabrik yang terpaksa merumahkan karyawannya karena pabrik tidak berproduksi lagi. Ke mana orang-orang kota pergi? Ke kampung halaman juga belum bisa diijinkan bahkan ditolak karena berasal dari kota, dari zona merah.

Hari-hari belakangan ini Corona tidak hanya sebagai  virus yang mengancam keselamatan jiwa manusia tetapi lebih dari itu mengancam “pola pikir dan pola tingkah laku” seluruh masyarakat. Karena Corona, mengubah cara pandang kita tentang orang lain. Ketika bertemu dengan teman-teman, tak diijinkan untuk berjabat tangan bahkan saling curiga, “jangan-jangan” teman kita ini membawa virus corona ini. Penolakan demi penolakan terjadi dalam masyarakat sebagai cara terbaik untuk mempertahankan eksistensi diri manusia yang bebas dari ancaman virus corona. Beberapa hari belakangan ini berita dari ujung timur sempat menjadi viral oleh tindakan seorang kepala desa di Sikka-Maumere, yang memblokir jalan utama yang menghubungkan Kabupaten Sikka dengan Kabupatan Flores Timur. Atas peristiwa pemblokiran ini  menyebabkan sebuah ambulans yang mengantar seorang ibu hamil dari arah Larantuka menuju RSUD Tc. Hillers – Maumere tertahan di perbatasan antara Kabupatan Sikka dan Flores Timur. Karena terlambat mendapat pertolongan ini maka bayi yang dilahirkan itu harus meregang nyawa.

Siapa yang harus disalahkan atas peristiwa ini? Penulis tidak mempersalahkan siapa-siapa tetapi melihat peristiwa ini sebagai dampak corona yang mengubah setiap pola pikir manusia. Pemblokiran jalan sebagai upaya untuk menyekat diri dan komunitas dari ancaman virus yang dibawa oleh orang lain. Menjelajah pemikiran para pemblokir jalan maka tampaklah betapa orang-orang membentengi diri dalam ruang kegelisahan” sambil  melihat orang lain sebagai musuh pembawa virus yang bersarang di dalam dirinya. Virus corona sedang membongkar kemapanan diri dan memporak-porandakan konsep manusia sebagai  makhluk sosial dan sedang menggiring kesadaran baru manusia untuk hidup “seperti sebuah pulau” yang mengalienasi diri dari ruang perjumpaan. Kita sedang membangun “pulau pengecualian” untuk diri dan komunitas kita sambil menjaga jarak sebagai cara pembebasan diri dari corona. Corona, sampai kapan lenyap dari bumi ini?***(Valery Kopong)

 

 

Tuesday, April 7, 2020

"Air Tuba"



Dalam kehidupan sehari-hari, banyak kita temukan peristiwa di mana kebaikan dibalas dengan kejahatan. Dua kekuatan ini menjadi hal yang relavan dan tetap menghantui kehidupan manusia. Kebaikan dan kejahatan, dua hal saling tarik menarik dengan kehidupan  manusia. Namun dua kutub ini selalu memberi warna pada kehidupan manusia. Kebaikan tanpa kejahatan maka kebaikan itu sendiri kehilangan pembeda. Demikian juga sebaliknya bahwa ada kejahatan berarti ada sisi baik sebagai titik pembeda.

Untuk mengungkapkan dua hal ini, kebaikan dan kejahatan yang terkadang didominasi oleh kejahatan, melahirkan ungkapan yang relevan. “Air susu dibalas dengan air tuba.” Ungkapan ini membahasakan situasi di mana kebaikan yang sudah diberikan oleh seseorang dibalas dengan kejahatan yang dilukiskan dengan “air tuba,” yang mematikan. Kita masih ingat sebuah peristiwa bahwa ada anak yang menyusahkan orang tuanya ketika memperebutkan harta warisan. Anak, yang sudah dilahirkan dengan susah payah dan dibesarkan oleh orang tuanya, ternyata pada akhirnya merampas harta warisan bersama orang tuanya. Persoalan  warisan yang diperebutkan ini pada akhirnya dibawa ke meja hijau dan dimenangkan oleh anak. Orang tua yang sudah sepuh hanya meratapi nasib hidupnya dan mulai pengadilan mengetuk palu untuk memenangkan anaknya, maka orang tua terusir dari rumah yang dibangun dengan keringat dan susah payah.

Monday, April 6, 2020

Di Bawah Kaki Yesus


Senin, 6 April 2020 (Dalam pekan suci )
                         
Hari-hari belakangan ini banyak orang mencari maskar untuk menutup mulut dan hidung agar bisa terhindar dari serangan virus corona. Pada saat virus merebak di Jakarta, orang-orang berduit memborong masker itu dan menimbunnya sehingga seolah-olah menjadi barang langka dan kemudian dijual dengan harga mahal. Hanya ada seorang ibu di Jakarta Utara yang menjual masker dengan harga murah dan dikhususkan untuk mereka yang miskin.

Atas peristiwa pemborongan masker ini mengundang seorang artis (Aming) memberikan komentar yang cukup pedas. "Pada akhirnya bukan corona yang membunuh kita tapi saudara sendiri yang punya duit,  berbondong bondong ngeborong sampe stock kosong!" kata Aming. "Sobat miskin cuma bengong, dimatiin sodara sendiri dalam keadaan kelaparan. Siapa lebih jahat? Corona apa manusia?" sambungnya..

Saturday, April 4, 2020

Belajar Berkorban


Sabtu, 4 April 2020 (Menjelang Minggu Palma)
Yeh. 37:21-28
Yoh. 11: 45-56

Persatuan sebuah bangsa menjadi  harapan setiap warga karena dengan persatuan, sebuah bangsa bisa menata dan membangun bangsanya dengan baik. Semboyan  “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh” mengingatkan kita tentang pentingnya persatuan dan pada saat yang sama kita belajar dari bangsa yang tercerai berai. Dengan bersatu, membuat kita semakin teguh untuk memikirkan bagaimana mengembangkan kehidupan berbangsa untuk menjadi lebih baik dan menghantarkan bangsanya untuk boleh menikmati kesejahteraan hidup. Sebaliknya kita juga belajar dari pengalaman negara-negara yang gagal dalam mengelola keutuhan bangsanya di mana tidak ada pemimpin yang mampu mengendalikan negara. Negara yang gagal hanya bisa dikuasai oleh kelompok-kelompok tertentu.      

Friday, April 3, 2020

Resiko Menjadi Seorang Pewarta


Hari Biasa Pekan V Prapaskah (Jumat, 3 April 2020 )


Tugas seorang nabi adalah mewartakan tentang kebenaran. Namun tugas kenabian ini memang berat karena ketika seorang nabi memainkan peran profetisnya dalam mengeritik suatu situasi maka nabi yang mewartakan kebenaran itu berhadapan dengan penolakan dan bahkan ancaman terhadap dirinya. Kitab suci hari ini berbicara tentang tantangan seorang nabi ketika memberikan kritik untuk menegakkan sebuah kebenaran.  Nabi Yeremia ketika menyampaikan warta tentang kebenaran pun ditangkap dan dipenjara. Demikian juga Yesus mau dilempari dengan batu karena berbicara tentang kebenaran.

Mengapa sulit sekali kebanyakan  orang tidak menerima kritik dari orang lain? Kalau kita melihat fungsi kritik,  memberikan manfaat bagi kita terutama teguran dan sekaligus menjadi moment penting dalam merefleksikan tentang hidup. Di sini kita melihat bahwa keberadaan “tukang kritik” memberikan dampak positif dan menjadi bentuk penyadaran bagi kita dalam membangun kehidupan bersama yang lebih baik.

Wednesday, April 1, 2020

Soal


                         
Mata Pelajaran     : Agama Katolik            Nama: ...............................
Hari / tanggal       : .................                       Kelas: IV



I.     Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang tepat!
1.      Allah telah menurunkan sepuluh perintah-Nya untuk mengatur kehidupan bangsa Israel. Di antara sepuluh perintah itu, salah satunya mengatur tentang hubungan anak dengan orang tua,
 yakni. . . .
A.    Kuduskanlah hari Tuhan
B.     Jangan membunuh  
C.     Jangan berdusta
D.    Hormatilah ibu-bapakmu  

2.      Pesan yang disampaikan dalam ceritera rakyat tentang  Malin Kundang kepada kita adalah…
A.    jangan berdusta terhadap teman  
B.     seorang anak tidak boleh durhaka terhadap ibu
C.     durhaka terhadap teman
D.    nasihat untuk selalu berjaga

3.      Berita tentang pertentangan antara seorang anak dan orang tua dalam memperebutkan warisan, pada akhirnya berujung pada pengadilan setelah anak melaporkan orang tuanya untuk diproses secara hukum.  Tindakan seorang anak terhadap orang tua ini merupakan pelanggaran terhadap perintah Allah ke. . . .
A.    1
B.     2
C.     3
D.    4

Sunday, March 29, 2020

“Ruang Sunyi”


HARI MINGGU PRA PASKAH V (29 Maret 2020 )



Dalam dua minggu ini umat Katolik sedunia tidak bisa mengikuti perayaan  Ekaristi bersama di gereja karena situasi yang tidak memungkinkan, yakni merebaknya virus corona  yang sedang mengancam keselamatan manusia. Virus corona ini sepertinya “malaikat maut” yang sedang mengintai manusia. Karena itu diharapkan setiap orang untuk menjauhi kerumunan dan selalu menjaga jarak antara satu dengan yang lain. Dengan seruan “menjaga jarak ini” maka berdampak pula pada kehidupan umat Katolik yang selalu berkumpul, entah untuk mengikuti perayaan Ekaristi bersama, maupun kegiatan rohani lainnya. Seluruh kegiatan di setiap paroki maupun di lingkungan doa dihentikan untuk sementara waktu.    

Friday, March 27, 2020

Tobo Tibun


Wia rera baun, go kabe denge gong bawa alan golo-golo rae Gelong. Ra Hae mete dane gong bawa, ra ikeren  mete atur kursi si lango belen atu matan. Go dahan inak rae lango tobo, na marin mari, ra tobo pe epura, tobo tibun ra’an sare, rai hukut oneka odo dopen kebehe tou ni, akena gere lewo.

Persoalan virus corona yang menjadi problem dunia, tidak hanya menyita perhatian para kepala negara tetapi lebih dari itu, membangun kesadaran tua-tua adat untuk kembali merunut pola relasi dengan “rera wulan tanah ekan.” Wujud tertinggi untuk masyarakat Lamaholot, “Rera wulan tanah ekan” menjadi titik tuju para tetua adat untuk membongkar kesadaran bersama sambil melihat, di mana letak persoalan sehingga Allah yang mereka sapa sebagai “rera wulan tanah ekan” perlu diperbaiki relasi harmonis sehingga bencana atau pun penyakit yang bergerilya laksana malaikat maut, segera berakhir di dunia ini.     

Ketika menelusuri jejak laku para tetua adat di beberapa kampung di Flores Timur, hampir beberapa kampung mencoba untuk memberikan sesajian sebagai bagian penting dalam proses seremoni “Aga lewo” untuk menangkal virus yang mematikan ini. Ada juga yang mengurbankan seekor kambing sebagai upaya pemulihan kampung agar mereka terbebas dari pelbagai macam penyakit dan bencana-bencana lain. Mengingat bencana virus ini, seakan menghadirkan kembali peristiwa di mana Allah menurunkan sepuluh tulah ketika bani Israel berada dalam genggaman kekejaman Firaun. Tulah,  menjadi cara pintas Allah untuk memaksa penguasa untuk segera menghentikan eksploitasi bangsa pilihan-Nya ketika mereka masih menetap di Mesir.  Namun tulah yang diturunkan Allah memiliki sasaran yang pasti, dan jelas, kelompok masyarakat mana yang menjadi sasaran di mana tulah itu berkecamuk.

Di balik tulah itu ada hikmat bagi bani Israel. Ada hikmah pembebasan dan belenggu-belenggu sebagai akibat dari adanya tekanan, menjadi putus dan bangsa pilihan-Nya mulai keluar dari Mesir untuk memulai pengembaraan menuju tanah terjanji. Jelas bahwa bangsa Israel tidak terkena tulah itu karena darah anak domba menjadi tanda yang menyelamatkan, tanda yang membebaskan agar malaikat maut tidak memasuki rumah mereka (orang Israel).

Hampir semua kita mengakui bahwa virus corona ini adalah virus yang sangat berbahaya dalam sejarah dunia. Selain berbahaya, virus corona ini juga seperti “malaikat maut” yang pola pergerakannya, tidak seorang pun yang tahu. Corona menjadi “musuh bersama,” musuh yang tidak berwujud dan tidak bisa diindrai dengan mata namun mematikan. Cara sederhana bagi orang kampung untuk mengusir corona ini adalah membangun relasi harmonis dengan Allah, sang pemberi hidup.  Seremoni adat menjadi cara terbaik bagi orang kampung untuk “aga lewo” dari gempuran angin yang membawa virus ini.***(Valery Kopong)