Friday, March 27, 2020

Tobo Tibun


Wia rera baun, go kabe denge gong bawa alan golo-golo rae Gelong. Ra Hae mete dane gong bawa, ra ikeren  mete atur kursi si lango belen atu matan. Go dahan inak rae lango tobo, na marin mari, ra tobo pe epura, tobo tibun ra’an sare, rai hukut oneka odo dopen kebehe tou ni, akena gere lewo.

Persoalan virus corona yang menjadi problem dunia, tidak hanya menyita perhatian para kepala negara tetapi lebih dari itu, membangun kesadaran tua-tua adat untuk kembali merunut pola relasi dengan “rera wulan tanah ekan.” Wujud tertinggi untuk masyarakat Lamaholot, “Rera wulan tanah ekan” menjadi titik tuju para tetua adat untuk membongkar kesadaran bersama sambil melihat, di mana letak persoalan sehingga Allah yang mereka sapa sebagai “rera wulan tanah ekan” perlu diperbaiki relasi harmonis sehingga bencana atau pun penyakit yang bergerilya laksana malaikat maut, segera berakhir di dunia ini.     

Ketika menelusuri jejak laku para tetua adat di beberapa kampung di Flores Timur, hampir beberapa kampung mencoba untuk memberikan sesajian sebagai bagian penting dalam proses seremoni “Aga lewo” untuk menangkal virus yang mematikan ini. Ada juga yang mengurbankan seekor kambing sebagai upaya pemulihan kampung agar mereka terbebas dari pelbagai macam penyakit dan bencana-bencana lain. Mengingat bencana virus ini, seakan menghadirkan kembali peristiwa di mana Allah menurunkan sepuluh tulah ketika bani Israel berada dalam genggaman kekejaman Firaun. Tulah,  menjadi cara pintas Allah untuk memaksa penguasa untuk segera menghentikan eksploitasi bangsa pilihan-Nya ketika mereka masih menetap di Mesir.  Namun tulah yang diturunkan Allah memiliki sasaran yang pasti, dan jelas, kelompok masyarakat mana yang menjadi sasaran di mana tulah itu berkecamuk.

Di balik tulah itu ada hikmat bagi bani Israel. Ada hikmah pembebasan dan belenggu-belenggu sebagai akibat dari adanya tekanan, menjadi putus dan bangsa pilihan-Nya mulai keluar dari Mesir untuk memulai pengembaraan menuju tanah terjanji. Jelas bahwa bangsa Israel tidak terkena tulah itu karena darah anak domba menjadi tanda yang menyelamatkan, tanda yang membebaskan agar malaikat maut tidak memasuki rumah mereka (orang Israel).

Hampir semua kita mengakui bahwa virus corona ini adalah virus yang sangat berbahaya dalam sejarah dunia. Selain berbahaya, virus corona ini juga seperti “malaikat maut” yang pola pergerakannya, tidak seorang pun yang tahu. Corona menjadi “musuh bersama,” musuh yang tidak berwujud dan tidak bisa diindrai dengan mata namun mematikan. Cara sederhana bagi orang kampung untuk mengusir corona ini adalah membangun relasi harmonis dengan Allah, sang pemberi hidup.  Seremoni adat menjadi cara terbaik bagi orang kampung untuk “aga lewo” dari gempuran angin yang membawa virus ini.***(Valery Kopong)  


No comments: