Wia rera
baun, go kabe denge gong bawa alan golo-golo rae Gelong. Ra Hae mete dane gong
bawa, ra ikeren mete atur kursi si lango
belen atu matan. Go dahan inak rae lango tobo, na marin mari, ra tobo pe epura,
tobo tibun ra’an sare, rai hukut oneka odo dopen kebehe tou ni, akena gere
lewo.
Persoalan virus corona yang menjadi problem dunia,
tidak hanya menyita perhatian para kepala negara tetapi lebih dari itu,
membangun kesadaran tua-tua adat untuk kembali merunut pola relasi dengan “rera
wulan tanah ekan.” Wujud tertinggi untuk masyarakat Lamaholot, “Rera wulan
tanah ekan” menjadi titik tuju para tetua adat untuk membongkar kesadaran
bersama sambil melihat, di mana letak persoalan sehingga Allah yang mereka sapa
sebagai “rera wulan tanah ekan” perlu diperbaiki relasi harmonis sehingga
bencana atau pun penyakit yang bergerilya laksana malaikat maut, segera
berakhir di dunia ini.
Ketika menelusuri jejak laku para tetua adat di
beberapa kampung di Flores Timur, hampir beberapa kampung mencoba untuk
memberikan sesajian sebagai bagian penting dalam proses seremoni “Aga lewo” untuk
menangkal virus yang mematikan ini. Ada juga yang mengurbankan seekor kambing
sebagai upaya pemulihan kampung agar mereka terbebas dari pelbagai macam
penyakit dan bencana-bencana lain. Mengingat bencana virus ini, seakan
menghadirkan kembali peristiwa di mana Allah menurunkan sepuluh tulah ketika
bani Israel berada dalam genggaman kekejaman Firaun. Tulah, menjadi cara pintas Allah untuk memaksa
penguasa untuk segera menghentikan eksploitasi bangsa pilihan-Nya ketika mereka
masih menetap di Mesir. Namun tulah yang
diturunkan Allah memiliki sasaran yang pasti, dan jelas, kelompok masyarakat
mana yang menjadi sasaran di mana tulah itu berkecamuk.
Di balik tulah itu ada hikmat bagi bani Israel. Ada hikmah
pembebasan dan belenggu-belenggu sebagai akibat dari adanya tekanan, menjadi
putus dan bangsa pilihan-Nya mulai keluar dari Mesir untuk memulai pengembaraan
menuju tanah terjanji. Jelas bahwa bangsa Israel tidak terkena tulah itu karena
darah anak domba menjadi tanda yang menyelamatkan, tanda yang membebaskan agar
malaikat maut tidak memasuki rumah mereka (orang Israel).
Hampir semua kita mengakui bahwa virus corona ini
adalah virus yang sangat berbahaya dalam sejarah dunia. Selain berbahaya, virus
corona ini juga seperti “malaikat maut” yang pola pergerakannya, tidak seorang
pun yang tahu. Corona menjadi “musuh bersama,” musuh yang tidak berwujud dan
tidak bisa diindrai dengan mata namun mematikan. Cara sederhana bagi orang kampung
untuk mengusir corona ini adalah membangun relasi harmonis dengan Allah, sang pemberi
hidup. Seremoni adat menjadi cara
terbaik bagi orang kampung untuk “aga lewo” dari gempuran angin yang membawa
virus ini.***(Valery Kopong)
0 komentar:
Post a Comment