Sunday, March 29, 2020

“Ruang Sunyi”


HARI MINGGU PRA PASKAH V (29 Maret 2020 )



Dalam dua minggu ini umat Katolik sedunia tidak bisa mengikuti perayaan  Ekaristi bersama di gereja karena situasi yang tidak memungkinkan, yakni merebaknya virus corona  yang sedang mengancam keselamatan manusia. Virus corona ini sepertinya “malaikat maut” yang sedang mengintai manusia. Karena itu diharapkan setiap orang untuk menjauhi kerumunan dan selalu menjaga jarak antara satu dengan yang lain. Dengan seruan “menjaga jarak ini” maka berdampak pula pada kehidupan umat Katolik yang selalu berkumpul, entah untuk mengikuti perayaan Ekaristi bersama, maupun kegiatan rohani lainnya. Seluruh kegiatan di setiap paroki maupun di lingkungan doa dihentikan untuk sementara waktu.    


Umat Katolik cukup terbantu dengan adanya perayaan Ekaristi yang disiarkan live streaming dan diikutinya dari rumah. Namun pengalaman menghadiri Ekaristi jarak jauh dengan bantuan media youtube, umat secara umum belum merasakan pengalaman iman, terutama menerima Tuhan untuk masuk dalam diri pada saat “menyambut tubuh Tuhan dalam kerinduan.” Tidak sedikit umat yang harus meneteskan air mata pada momentum penyambutan rohani dengan dibantu doa spiritual. Umat merasakan “ada kematian rohani” saat  menghadiri perayaan Ekarisi di live streaming.

Pengalaman “kematian rohani” yang sedang dialami oleh umat Katolik sedunia saat ini, sangat cocok dengan bacaan Injil yang diperdengarkan pada hari ini.
Kita seakan berada pada “ruang hampa” karena tidak berjumpa dengan Yesus dalam Sakramen Mahakudus. Marta dan Maria yang sedang berkabung karena kematian Lazarus, juga sedang berada pada “ruang hampa” karena tertimba oleh kedukaan itu. Kematian memaksa mereka untuk rela melepaskan orang Lazarus, orang yang mereka cintai. “Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati.” Kalimat ini dilontarkan oleh Marta kepada Yesus dengan sebuah nada harapan bahwa seandainya Yesus ada di rumah mereka saat Lazarus sedang bergumul dengan maut, tentu Lazarus tidak mengalami kematian. Dalam iman, Marta meyakini akan kebangkitan orang mati tetapi itu terjadi pada akhir zaman.   

Yesus memperlihatkan diri sebagai Mesias, penyelamat manusia. “Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup, walaupun ia sudah mati dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya.”  Dengan kata-kata ini Yesus sedang menegaskan hakikat  diri-Nya  sebagai Mesias yang  membangkitkan Lazarus dari kuburnya. Sudah empat hari Lazarus meninggal dan dikuburkan tetapi kuasa Allah membangkitkannya dari alam maut. Maut dan kematian tidak membinakan manusia tetapi melalui peristiwa kematian ini, anak manusia dimuliakan.

Kematian Lazarus telah membawa kedukaan bagi  sanak keluarganya. Tetapi kedukaan itu bisa dihalau dengan kehadiran Yesus yang bertindak untuk membangunkan kembali Lazarus dari kematian yang abadi. Di sini, Yesus memperlihatkan diri sebagai Mesias, penyelamat, yang dijanjikan oleh Allah kepada manusia melalui para nabi. Menjadi seorang penyelamat, Yesus memberikan perlawanan terhadap “kematian” yang merenggut nyawa seorang Lazarus. Yesus sebagai pencinta kehidupan, berupaya untuk menjauhkan maut yang mengancam kehidupan manusia.    

Tindakan Yesus yang menyelamatkan ini juga mengingatkan kita akan bacaan pertama di mana Allah memberikan harapan baru pada bangsa pilihan-Nya, Israel. Ketika mereka berada dalam pembuangan dan hilang harapan untuk hidup kembali, Allah memberikan hiburan pada mereka melalui nabi yang diutus-Nya. Bahkan Allah sendiri berjanji untuk membuka kubur-kubur dan menghidupkan kembali bangsa pilihan-Nya dari lembah kekelaman. Dalam bacaan kedua, Paulus menegaskan dalam suratnya kepada jemaat di Roma bahwa seseorang bisa hidup oleh roh. Hidup oleh roh berarti seluruh kehidupannya sudah dikuasai oleh Kristus yang hidup di dalam dirinya. Dengan demikian, jika seseorang sudah hidup karena roh maka seluruh tindakannya mencerminkan tindakan kasih yang berpihak pada nilai-nilai kebaikan.

Paulus sendiri mengalami kehadiran Kristus di dalam dirinya setelah mengalami “kematian sementara” ketika ia jatuh dari atas kuda saat memasuki kota Damsyik untuk mengejar mereka yang menamakan diri sebagai pengikut Kristus.  Tindakan Saulus waktu itu merupakan tindakan yang mematikan bagi siapa saja yang menamakan diri sebagai pengikut Kristus. Namun setelah mengalami kehadiran Kristus, Paulus hidup oleh roh yang menggerakkannya untuk mewartakan tentang kebangkitan Kristus.

Saat ini dunia sedang dilanda kesepian karena kematian ribuan orang yang terkena virus corona. Pemakaman jenazah secara massal tanpa diiringi doa dan kehadiran anggota keluarga. Dalam iman akan Kristus, kita melihat peristiwa ini sebagai teguran Tuhan terhadap manusia dan kita semua  kembali ke “ruang sunyi keluarga” untuk mempertanyakan, apa maunya Tuhan di balik tragedi ini.*** (Valery Kopong) 

0 komentar: