HARI MINGGU PRA
PASKAH V (29 Maret 2020 )
Yeh. 37:12-14; Mzm. 130:1-2,3-4ab,4c-6,7-8; Rm. 8:8-11; Yoh. 11:1-45 atau Yoh.
11:3-7,17,20-27,33b-45
BcO Bil. 12:1-15.
BcO Bil. 12:1-15.
Dalam dua minggu ini umat Katolik sedunia
tidak bisa mengikuti perayaan Ekaristi
bersama di gereja karena situasi yang tidak memungkinkan, yakni merebaknya
virus corona yang sedang mengancam
keselamatan manusia. Virus corona ini sepertinya “malaikat maut” yang sedang
mengintai manusia. Karena itu diharapkan setiap orang untuk menjauhi kerumunan
dan selalu menjaga jarak antara satu dengan yang lain. Dengan seruan “menjaga
jarak ini” maka berdampak pula pada kehidupan umat Katolik yang selalu
berkumpul, entah untuk mengikuti perayaan Ekaristi bersama, maupun kegiatan
rohani lainnya. Seluruh kegiatan di setiap paroki maupun di lingkungan doa
dihentikan untuk sementara waktu.
Umat Katolik cukup terbantu dengan
adanya perayaan Ekaristi yang disiarkan live
streaming dan diikutinya dari rumah. Namun pengalaman menghadiri Ekaristi
jarak jauh dengan bantuan media youtube, umat secara umum belum merasakan
pengalaman iman, terutama menerima Tuhan untuk masuk dalam diri pada saat
“menyambut tubuh Tuhan dalam kerinduan.” Tidak sedikit umat yang harus
meneteskan air mata pada momentum penyambutan rohani dengan dibantu doa
spiritual. Umat merasakan “ada kematian rohani” saat menghadiri perayaan Ekarisi di live streaming.
Pengalaman “kematian rohani” yang
sedang dialami oleh umat Katolik sedunia saat ini, sangat cocok dengan bacaan
Injil yang diperdengarkan pada hari ini.
Kita seakan berada pada “ruang hampa”
karena tidak berjumpa dengan Yesus dalam Sakramen Mahakudus. Marta dan Maria
yang sedang berkabung karena kematian Lazarus, juga sedang berada pada “ruang
hampa” karena tertimba oleh kedukaan itu. Kematian memaksa mereka untuk rela
melepaskan orang Lazarus, orang yang mereka cintai. “Tuhan, sekiranya Engkau
ada di sini, saudaraku pasti tidak mati.” Kalimat ini dilontarkan oleh Marta
kepada Yesus dengan sebuah nada harapan bahwa seandainya Yesus ada di rumah
mereka saat Lazarus sedang bergumul dengan maut, tentu Lazarus tidak mengalami
kematian. Dalam iman, Marta meyakini akan kebangkitan orang mati tetapi itu
terjadi pada akhir zaman.
Yesus memperlihatkan diri sebagai
Mesias, penyelamat manusia. “Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya
kepada-Ku, ia akan hidup, walaupun ia sudah mati dan setiap orang yang hidup
dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya.” Dengan kata-kata ini Yesus sedang menegaskan
hakikat diri-Nya sebagai Mesias yang membangkitkan Lazarus dari kuburnya. Sudah
empat hari Lazarus meninggal dan dikuburkan tetapi kuasa Allah membangkitkannya
dari alam maut. Maut dan kematian tidak membinakan manusia tetapi melalui
peristiwa kematian ini, anak manusia dimuliakan.
Kematian Lazarus telah membawa kedukaan
bagi sanak keluarganya. Tetapi kedukaan
itu bisa dihalau dengan kehadiran Yesus yang bertindak untuk membangunkan
kembali Lazarus dari kematian yang abadi. Di sini, Yesus memperlihatkan diri
sebagai Mesias, penyelamat, yang dijanjikan oleh Allah kepada manusia melalui
para nabi. Menjadi seorang penyelamat, Yesus memberikan perlawanan terhadap
“kematian” yang merenggut nyawa seorang Lazarus. Yesus sebagai pencinta
kehidupan, berupaya untuk menjauhkan maut yang mengancam kehidupan manusia.
Tindakan Yesus yang menyelamatkan ini
juga mengingatkan kita akan bacaan pertama di mana Allah memberikan harapan
baru pada bangsa pilihan-Nya, Israel. Ketika mereka berada dalam pembuangan dan
hilang harapan untuk hidup kembali, Allah memberikan hiburan pada mereka
melalui nabi yang diutus-Nya. Bahkan Allah sendiri berjanji untuk membuka
kubur-kubur dan menghidupkan kembali bangsa pilihan-Nya dari lembah kekelaman. Dalam
bacaan kedua, Paulus menegaskan dalam suratnya kepada jemaat di Roma bahwa
seseorang bisa hidup oleh roh. Hidup oleh roh berarti seluruh kehidupannya
sudah dikuasai oleh Kristus yang hidup di dalam dirinya. Dengan demikian, jika
seseorang sudah hidup karena roh maka seluruh tindakannya mencerminkan tindakan
kasih yang berpihak pada nilai-nilai kebaikan.
Paulus sendiri mengalami kehadiran
Kristus di dalam dirinya setelah mengalami “kematian sementara” ketika ia jatuh
dari atas kuda saat memasuki kota Damsyik untuk mengejar mereka yang menamakan
diri sebagai pengikut Kristus. Tindakan
Saulus waktu itu merupakan tindakan yang mematikan bagi siapa saja yang
menamakan diri sebagai pengikut Kristus. Namun setelah mengalami kehadiran
Kristus, Paulus hidup oleh roh yang menggerakkannya untuk mewartakan tentang
kebangkitan Kristus.
Saat ini dunia sedang dilanda kesepian
karena kematian ribuan orang yang terkena virus corona. Pemakaman jenazah
secara massal tanpa diiringi doa dan kehadiran anggota keluarga. Dalam iman
akan Kristus, kita melihat peristiwa ini sebagai teguran Tuhan terhadap manusia
dan kita semua kembali ke “ruang sunyi keluarga”
untuk mempertanyakan, apa maunya Tuhan di balik tragedi ini.*** (Valery Kopong)
0 komentar:
Post a Comment