Thursday, November 5, 2020

Jalan Sunyi Pengorbanan Diri

 

Beberapa hari terakhir ini dunia sedang digemparkan oleh isu-isu keretakan ketika ucapan Presiden Prancis yang meremehkan kelompok tertentu. Ucapan Presiden Prancis ini terkait dengan karikatur yang memperlihatkan seorang tokoh iman. Rentetan peristiwa ini menimbulkan gejolak bahkan keretakan yang kini menyebar ke pelbagai daerah. Memang sangat sensitif bahwa dengan kehadiran karikatur yang menggambarkan sosok yang diimani, kelompok-kelompok tertentu merasa dilecehkan, tersinggung dan bahkan memperlihatkan kekerasan dengan cara yang paling tragis.  

Hari-hari ini negara Perancis sepertinya  menjadi bulan-bulanan oleh negara-negara lain dan juga terutama pemeluk agama lain yang merasa dihinakan agamanya untuk memberikan protes.  Ada banyak yang sedang yang berdemonstrasi dan menyerukan pemboikotan produk-produk Prancis. Produk  Perancis yang tersebar di seluruh dunia seperti  produk makanan,  tas dan juga barang-barang bermerk lain yang diproduksi dengan label perusahaan-perusahaan Prancis.  Banyak ibu yang memperlihatkan tas-tas mewah bermerk Prancis dan pada akhirnya menggores tas dan bahkan membuang tas itu hanya ingin menunjukkan bahwa dia bersolider dengan dunia untuk mau supaya presiden Prancis berhenti untuk melecehkan kelompok tertentu.

Tas yang dibeli dengan uang sendiri terpaksa harus dikorbankan demi sebuah tuntutan kolektif dan memberikan efek jerah terhadap negara Prancis. Apakah dengan mencampakkan tas itu ke tanah, dengan itu harga diri Perancis menjadi turun? Apakah dengan memboikot barang-barang yang bermerk Prancis maka  negara Perancis mengalami kebangkrutan? Saya kira tidak!  Ketika dunia sedang mengepung dan  memboikot seluruh produk yang berlabel Prancis, mereka sama sekali tidak mengalami satu kesulitan pun bahkan kitalah yang merasa rugi. Mengapa?  Karena ketika  kita membeli tas yang bermerk Prancis, kita tidak pernah meminta uang dari orang Prancis untuk membeli tas itu.  Kita membeli tas itu dengan uang kita sendiri maka ketika kita mencampakan tas itu ke dalam tong tong sampah sebagai bentuk kekesalan,  tetapi kita yang mengalami kerugian sendiri karena tas itu hanya berlabel produk Perancis tetapi kita beli tas itu dengan uang kita sendiri.

Kepekaan  terhadap hidup keagamaan kita masih terlalu jauh dari yang diharapkan. Ketika bersinggungan tentang hal-hal yang menyepelekan agama kita, pada saat yang sama kita akan mengeluarkan kemarahan kita sebagai ekspresi ketidakpuasan kita.  Kalau kita membandingkan beberapa hal berkaitan dengan pelecehan agama terutama berkaitan dengan karikatur yang dibuat oleh majalah “Charlie Hebdo” di Prancis, hampir semua karikatur itu melecehkan beberapa agama. Majalah “Charlie Hebdo” pernah memuat karikatur yang beredar, melukiskan tentang Kristus yang disalibkan. Di samping kedua tangan Yesus yang tersalib dan di atas kepala serta kaki Yesus,  di pasang CCTV (Closed Circuit Television). Ini merupakan bentuk penghinaan yang dilakukan oleh majalah “Charlie Hebdo.”  Apakah dengan peristiwa ini umat Katolik atau umat Kristiani secara keseluruhan memberikan reaksi dan kemarahan pada media yang berlaku tidak baik terhadap Yesus Kristus dengan membuat karikatur yang tidak pantas itu?  Dalam beriman, kita harus berlaku dewasa dan  juga berlaku pasrah dalam kondisi apapun.  Beriman dewasa berarti kita membiarkan iman kita itu dituntun oleh Allah dan pada akhirnya dalam kepasrahan yang total,  kita juga terus “mengada”  dalam sejarah.

Dalam peristiwa pelecehan yang dilakukan oleh majalah di atas, memungkinkan kita sebagai pengikut Yesus untuk tetap memandang-Nya sebagai Tuhan yang menderita.  Peristiwa pelecehan ini tidak lalu merendahkan ke-Allah-an Yesus tetapi justeru dalam kehinaan itu, Allah memuliakan-Nya. Beriman secara dewasa berarti kita tidak perlu mencampuri urusan-urusan yang sepihak yang justru meruntuhkan iman.  Kedewasaan iman juga harus kita tunjukan dengan cara-cara yang elegan dalam menanggapi setiap pelecehan yang terjadi dengan nilai-nilai keagamaan ataupun simbol-simbol yang ada di dalam Gereja.  Apa yang perlu kita contohi melalui kedewasaan iman? Mengapa orang-orang Katolik tidak memberikan reaksi berlebihan ketika Kristus yang mereka imani diolok  bahkan dibuat karikatur yang tidak sepantasnya sebagai seorang yang kita hormati?

Banyak umat lain mempertanyakan tentang sikap diam yang diperlihatkan oleh orang-orang Katolik ketika berhadapan dengan situasi di mana ruang pelecehan itu muncul terhadap agama Katolik. Pada saat yang sama, kita seolah membiarkan tindak pelecehan simbol-simbol keagamaan berlarut dan pada akhirnya menghilang dengan sendirinya. Banyak orang mempertanyakan itu tetapi di sini saya lebih melihat bahwa ada kedewasaan yang tegas antara iman yang berbobot. Bentuk-bentuk pelecehan murahan yang kita jumpai di dalam kehidupan sehari-hari, tidak mengurangi iman tetapi bahkan melalui peristiwa itu dilihat sebagai cara Allah untuk mempertegas keimanan kita akan Yesus Putera-Nya.   

Kristus telah memberikan jalan dan memperlihatkan gambaran diri-Nya yang dilecehkan, disiksa bahkan dibunuh secara tragis oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.  Yesus tidak pernah lari dari peristiwa itu.  Yesus juga tidak pernah mempersalahkan orang-orang yang menganiaya Dia. Dengan sikap diam dan kepasrahan secara total, Yesus tahu bahwa nilai di balik peristiwa tragis yang menimpa diri-Nya pada akhirnya bisa berbuah kebaikan dan bisa berbuah keselamatan bagi orang-orang yang ditebus-Nya.  Kita bersyukur bahwa kita punya Yesus,  kita  punya Tuhan yang kita Imani.  Kita bersyukur bahwa Yesus yang kita imani dan menjadi tokoh penyelamat kita,  tidak memberikan satu hujatan berarti kepada mereka yang menganiaya-Nya.  Yesus tidak memberikan pembalasan terhadap mereka yang dengan caranya tersendiri memperlihatkan kekerasan terhadap diri-Nya.  Di balik ketegaran  hidupnya,  ada rencana Allah dibalik semua peristiwa yang menimpah-Nya.  

Menelusuri jejak Kristus berarti harus berada di jalan sunyi. Kita  sedang merenungkan diri dari arti sebuah pengorbanan dan di jalan tragedi itu Dia menyadari bahwa Dia harus bertahan dan setia dalam penderita itu.  Karena dibalik kesetiaan itu  ada keselamatan baru yang datang dari-Nya,  dari Allah yang telah mengutus-Nya. Misi perutusan-Nya digenapi lewat jalan kesengsaraan itu.  Di sini Yesus telah menunjukkan kepada kita nilai terdalam dari pengorbanan diri dan kita belajar darinya untuk berkorban untuk orang-orang yang ada di sekitar kita.***(Valery Kopong)

Wednesday, November 4, 2020

Melampaui Batas Agama

 

Berkunjung ke ruangan kerja  ketua Yayasan Insan Teratai Sejati, ada sesuatu yang menarik yang terpampang pada dinding ruangan itu.   Saya ditunjukkan oleh ketua yayasan akan sebuah hadiah terindah dari Paus Fransiskus yaitu berkat apostolik yang dipigura terlihat terpampang pada dinding ruangan itu.  Dengan bangga Mami Aysiang, ketua Yayasan Insan Teratai Sejati menceritakan kisah perjalanan mereka ke tanah suci dan mampir juga di kota Roma. Kisah perjalanan (ziarah ke tanah suci) menjadi menarik untuk didengar karena yang melakukan perjalanan itu salah satunya seorang beragama Budha.

Mengapa menjadi menarik dari cerita ziarah ini? Karena pelaku yang melakukan perjalanan ini seorang Budhis yang berziarah bersama dengan rombongan orang-orang Katolik ke tanah suci.  Berziarah ke tanah suci  merupakan perjalanan yang menyenangkan dan sekaligus sebagai wisata rohani yang menyegarkan. Ketika berada di kota Roma, mereka diberitahu oleh pemandu jalan yakni salah seorang romo kepada seluruh rombongan yang beragama Katolik bahwa mereka akan mendapatkan berkat apostolik dari paus dan berkat apostolik itu dibawa pulang sebagai sebuah kenangan yang berharga. 

Namun di dalam rombongan Katolik itu ada salah satu peserta beragama Budha.yang tidak lain adalah Mami Aysiang yang kini menjabat sebagai ketua Yayasan Insan Teratai Sejati. Sejak diumumkan untuk mendapatkan berkat apostolik dalam bentuk pigura itu, selalu ada pertanyaan dalam diri seorang Mami Aysiang. Apakah saya yang bukan beragama Katolik bisa diperbolehkan menerima berkat apostolik dari paus dan kemudian saya bisa bawa pulang dari tanah suci?

Pertanyaan ini merupakan pertanyaan pergulatan karena yang bertanya adalah salah seorang beragama Budha dan ingin mendapatkan berkat apostolik dari paus yang diterima dalam bentuk pigura itu. Romo yang mendampingi mereka berkata bahwa mohon maaf Ibu yang beragama lain (Budha) tidak mendapatkan berkat apostolik dari paus. Mami Aysiang harus bersikap pasrah untuk menerima pesan dari romo ini.

Namun ketika dibicarakan lagi dengan pihak yang berkepentingan mengeluarkan berkat apostolik ini, apa yang menjadi kecemasan berubah menjadi kegembiraan. Mami Aysiang yang beragama Budha dan berada dalam rombongan para peziarah berhak mendapatkan berkat apostolik dalam bentuk pigura. Suatu kebanggaan tersendiri bagi dia yang beragama lain tetapi berhak juga mendapatkan berkat apostolik yang yang didapatkan bersama dengan para peziarah dari Indonesia.  Berkat apostolik itu, saat  ini dipajang pada ruangan kerja Ibu Siang Riani (Mami Aysiang) sebagai ketua Yayasan Insan Teratai Sejati.  Bagi saya yang Katolik, ini merupakan sebuah hadiah terindah dari seorang paus yang memberikan berkat apostoliknya tidak hanya untuk orang-orang Katolik tetapi orang lain yang bersedia dan mau untuk menerima berkat apostolik itu. 

Tentu ini merupakan suatu kebanggaan tersendiri bahwa berkat apostolik tidak hanya diterima oleh orang-orang yang dibaptis secara Katolik atau bahkan yang menamakan diri sebagai pengikut Kristus tetapi mereka yang berada dalam rombongan yang kebetulan beragama lain juga berhak memperoleh berkat yang sama. Berkat apostolik yang sarat dengan pengalaman berharga ini juga menggugah kesadaran saya sebagai seorang Katolik yang belum pernah menginjakkan kaki di tanah suci.  Tetapi lewat pengalaman ini,  sepertinya saya tenggelam di dalam pengalaman rohani yang mendalam, seperti  dialami oleh seorang ibu yang beragama Budha ini.  Kecemasan dari seorang ibu yang beragama Budha ini yang pada awalnya tidak mendapatkan berkat sesuai informasi yang diberikan oleh seorang romo kepada rombongan tetapi pada akhirnya dia mendapatkan juga walaupun dia beragama lain.

Pesan ini mau menunjukkan kepada kita bahwa perhatian kita dan juga nilai-nilai kekristenan kita tidak hanya mengarah kepada orang-orang yang menamakan diri sebagai pengikut Kristus tetapi juga bagi mereka yang percaya dan mau untuk menerima berkatnya sama seperti Yesus ketika mengadakan misi awal di dunia tak pernah terdengar bahwa misinya yaitu misi menyelamatkan hanya untuk orang-orang yang percaya kepada-Nya.  Tetapi misi yang dibawa oleh Yesus yaitu misi penyelamatan merupakan misi universal,  misi yang menjangkau orang-orang yang percaya akan Dia. Misi untuk menyelamatkan seluruh umat manusia,  mau menunjukkan kepada kita bahwa Yesus dalam menjalankan misi-Nya selalu memangkas egoisme di dalam diri-Nya dan  harus berani keluar dari diri dan kelompok.

Misi penyelamatan untuk seluruh umat manusia juga mau menunjukkan bahwa tindakan penyelamatan Yesus  bukan untuk kelompok tertentu tetapi untuk seluruh umat manusia.  Itu berarti bahwa misi penyelamatan tidak melihat ego sektoral terutama orang-orang yang menamakan diri sebagai pengikut-Nya tetapi misi penyelamatan secara kolektif tanpa ada sekat pemisah. Apa yang dilakukan oleh Yesus merupakan sebuah misi pembebasan,  misi keberpihakan dan misi penyelamatan untuk dunia dan umat manusia secara keseluruhan. Bahwa pada awalnya kehadiran Yesus diramalkan oleh para nabi yang akan datang dari turunan Raja Daud dan mestinya Ia hadir menjadi penyelamat di tengah-tengah kelompoknya sendiri tetapi justru orang-orang di mana misi itu ditujukan dan ternyata mereka menolak-Nya.

Mengapa mereka (bangsa pilihan Allah)  menolak Mesias yang dijanjikan oleh Allah? Karena Mesias yang dijanjikan oleh Allah merupakan Mesias yang berani dan tampil gagah perkasa untuk bisa menyelamatkan mereka dari penindasan. Situasi penindasan waktu itu memungkinkan mereka untuk mengharapkan kehadiran Mesias itu sebagai pahlawan yang tampil gagah perkasa dan menyelamatkan mereka dari penindasan itu.  Tetapi apa yang diharapkan justeru sebaliknya yaitu bahwa Mesias yang dinantikan itu datang dalam bentuk manusia lemah.  Ia hadir dalam rupa manusia yang sederhana,  lahir dari rahim seorang perempuan sederhana. Yesus dilahirkan di kandang Betlehem, sebuah kandang hewan dan ini mau menunjukkan bahwa Yesus benar-benar mengambil rupa sebagai seorang hamba yang pada akhirnya bisa membaur dengan kehidupan manusia yang menderita dan rapuh. Melalui kelahiran-Nya di kandang hewan Ia mau bersolider dan mau berbagi rasa dengan manusia yang tertindas.  Namun apa yang terjadi dari kehadiran-Nya di tengah-tengah orang yang dipilih oleh Allah itu?

Bangsa pilihan-Nya  pada akhirnya menolak kehadiran Yesus di tengah-tengah mereka.  Dengan penolakan ini maka Yesus mewartakan seluruh kabar gembira kepada semua orang yang percaya dan juga orang yang tidak percaya kepada-Nya. Mengapa kita yang awalnya bukan bangsa pilihan Allah kemudian menjadi percaya kepada Yesus?  Karena baptisan, kita dikatakan sebagai bangsa pilihan Allah yang baru,  Israel baru.  Karena baptisan kita sebut sebagai Israel baru karena iman kita kepada Kristus.  Dengan pembaptisan kita mengambil bagian dalam pewartaan tentang Kristus yang bangkit dan hidup di tengah-tengah masyarakat lewat tindakan dan cara hidup kita yang menyelamatkan orang lain. 

Lewat pembaptisan, kita mengambil bagian dalam misi penyelamatan Kristus untuk menyapa orang-orang yang terlupakan  di sekitar kita.  Semasa hidupnya Yesus berjalan dari satu kota ke kota yang lain,  dari satu desa ke desa yang lain untuk berbuat baik dan mewartakan kabar gembira.  Di sini mau menunjukan bahwa ada gerak keluar yang dilakukan oleh Yesus terhadap orang-orang di sekitarnya.  Gerak keluar yang dimaksudkan ini lebih ditafsirkan sebagai gerak misioner Yesus dan misi penyelamatan Yesus itu bisa terjadi karena ia berani keluar dari diri-Nya dan pergi menyapa orang dari desa ke desa dan kota ke kota.

 Orang-orang yang disapa-Nya itu  pada akhirnya mengalami kesembuhan  dan juga sambil menghadirkan Kerajaan Allah di dunia.  Bahwa Kerajaan Allah yang diwartakan oleh Yesus adalah kerajaan yang penuh dengan sukacita,  kerajaan Allah yang penuh dengan keberpihakan kepada  mereka yang miskin dan lemah.  Karena itu ketika kita mau mengambil bagian di dalam kemuridan  Yesus maka kita berani berpihak pada mereka yang miskin dan lemah,  berani berpihak pada mereka yang tertindas dengan cara kita masing-masing.  Hanya dengan berpihak pada kebenaran dan kebaikan,  pada saat yang sama,  sadar atau tidak kita sedang mewartakan misi penyelamatan Yesus yaitu hadir untuk menyapa dan menyelamatkan orang-orang yang ada di sekitar kita.***(Valery Kopong)

Tuesday, November 3, 2020

Mengenangmu


Kemarin, tepat tanggal 2 November, terlihat begitu ramai di medsos, terutama dinding Facebook terpampang foto-foto. Tak hanya satu foto yang terpampang tetapi lebih dari satu foto yang dipajang sebagai cara sederhana untuk mengungkapkan “rasa” yang pernah muncul di saat-saat perpisahan abadi itu. Foto-foto yang terpampang memperlihatkan sosok yang pernah ada dan hidup bahkan pernah mengukir sejarah yang menarik. Dengan memposting foto-foto itu ada kenangan lama terulang kembali dan rasa memiliki itu semakin kental menggelayut hati. Pemajangan foto-foto ini hanya dilakukan oleh orang Katolik saja karena pada tanggal 2 November itu, Gereja Katolik secara khusus memperingati arwah semua orang yang sudah meninggal.

Mengapa orang yang sudah meninggal mesti dikenang kembali dan bahkan didoakan? Ini merupakan pertanyaan dari orang-orang yang berada di luar Gereja Katolik yang tidak memiliki kebiasaan untuk mengenangkan orang-orang yang sudah meninggal itu. Gereja Katolik dalam perjalanan sejarahnya, memiliki tradisi yang unik dan bisa dikembangkan untuk  memperkaya iman kekatolikan. Gereja Katolik dalam upaya mengembangkan imannya, tidak hanya berkutat pada kitab suci saja tetapi juga pada tradisi dan magisterium Gereja.

Doa-doa yang dikembangkan dalam Gereja Katolik, banyak juga merupakan warisan tradisi yang mempengaruhi perkembangan iman kita. Doa menjadi kunci utama dalam membangun relasi dengan Tuhan karena di dalam doa itu ada ujub dan pengharapan dari si pendoa. Berkaitan dengan momentum peringatan arwah orang-orang yang sudah meninggal, keluarga-keluarga yang ditinggal berusaha untuk membangun doa dan menghadirkan kembali sosok yang pernah ada itu dengan memperlihatkan foto-foto yang dipajang. Memang, cara ini terlihat sederhana tetapi menggambarkan sebuah relasi yang intens dan membongkar memori masa lampau tentang orang-orang yang pernah dan kini menjadi penghuni abadi di dalam rahim pertiwi. Mereka telah mati berkalang tanah tetapi ingatan publik dan terutama orang-orang tercinta masih menggema. Ada yang memberikan caption pada foto itu yang menggambarkan tentang perbuatan mereka pada saat maut belum menjemput mereka.

“Hidup mengarah pada kematian.” Kalimat yang lahir dari mulut seorang filsuf ini seakan mengamini siklus hidup manusia. Hidup manusia tidak hanya ditandai dengan kelahiran saja tetapi pada titik tertentu, manusia harus merunduk pada kehendak Allah untuk menerima kematian itu sebagai yang terberi. Heidegger dengan kata-kata di atas mengingatkan proses peziarahan hidup manusia di dunia ini,  tidak ada yang abadi. Hidup menjadi kisah perjalanan yang ada titik akhir. Tak ada yang abadi di dunia ini. Kekayaan yang kita kumpulkan selama ini tak akan bertahan, karena dimakan oleh ngegat dan karat. Demikian juga manusia, tidak akan bertahan selama hidup ini. Usia kematian manusia tak ada yang tahu. Banyak orang mengatakan bahwa tentang kematian bukan soal usia tua atau muda tetapi soal kapan waktunya Allah memanggil manusia dari dunia ini melalui proses kematian.

Apa yang bertahan dan bisa dikenang dari manusia? Kebaikan dan perhatian dari seseorang ia tunjukkan selama hidup menjadi sebuah kenangan yang berharga. Hanya dengan menebar kebaikan selama hidup, seseorang yang walaupun telah mati tetapi tetap dikenang dalam sejarah. Kebaikan itu tak pernah lapuk oleh hujan dan tak pernah lekang panas.***(Valery Kopong)

 

MENGHADIRI PERJAMUAN KASIH YESUS

Tuhan menciptakan matahari untuk semua umat manusia dengan gratis. Tuhan menciptakan bulan dan bintang untuk semua umat manusia dengan gratis. Tuhan menciptakan udara untuk semua umat manusia dengan gratis. Hari ini Tuhan mengundang kita untuk menghadiri perjamuan kasihNya dengan gratis. Karena semuanya sudah dibayar oleh SANG BIG BOS, yaitu Tuhan Yesus melalui darah suciNya di kayu salib. Namun sayang seribu sayang, undangan gratis perjamuan kasih Tuhan Yesus tidak ditanggapi oleh semua orang. Ada berbagai macam alasan yang disampaikan, yang membuat mereka tidak merespon undangan perjamuan kasih Yesus itu. 

Pada prinsipnya, kesibukan dan kepentingan serta urusan pribadi yang membuat mereka menolak undangan perjamuan kasih Yesus. Pada saatnya nanti,  bagi orang yang menanggapi undangan perjamuan kasih Tuhan, pasti mereka akan merasakan sukacita, damai dan bahagia bersama dengan Tuhan Yesus di RUMAHNYA di surga. Sebaliknya, bagi mereka yang selalu menolak undangan perjamuan kasih Yesus akan merasakan dukacita, kesedihan dan penderitaan hidup.


Kita sudah diundang secara pribadi oleh Yesus. Bagaimanakah sikap kita : mau menerima atau menolak undangan itu ? Hal ini dibutuhkan jawaban dan komitmen pribadi. Kerendahan hati dan ketulusan hati serta rencana hidup pribadi ke depan akan menjadi kunci bagaimana kita menanggapi undangan perjamuan kasih Tuhan Yesus itu.
( Inspirasi : Lukas 14:15-24,  03 Nopember, Suhardi)

Monday, November 2, 2020

Sikap Rendah Hati

Setiap orang pasti suka terhadap sahabat,pimpinan maupun pelayan Tuhan yang mempunyai sikap rendah hati.Dengan sikap rendah hati itu menjadi ukuran bagi dia bagaimana dia bersikap dan memperlakukan dirinya sendiri dan kepada orang lain.Sikap rendah hati dapat diibaratkan dengan sebuah tanaman padi.Makin berisi makin menundukkan diri.Hidup kita makin hari makin berisi dengan berbagai macam pengalaman hidup yang sebenarnya makin membentuk kematangan intelektual,kepribadian,emosional,sosial dan spiritual kita. Dengan berbagai macam pengalaman hidup yang mematangkan aspek intelektual,kepribadian,emosional,sosial dan spiritual akan membentuk diri kita makin bersikap rendah hati. 

Bacaan Injil pada hari ini menegaskan bahwa sikap rendah hati menjadi tuntutan dari Yesus.Yesus bersabda,"BARANGSIAPA MENINGGIKAN DIRI,AKAN DIRENDAHKAN, DAN BARANGSIAPA MERENDAHKAN DIRI, AKAN DITINGGIKAN." Sudahkah kita berusaha untuk membentuk sikap rendah hati dalam praktek kehidupan kita ? Sikap rendah hati bukan ditentukan oleh usia seseorang,tetapi ditentukan oleh bagaimana dia bersikap dan memperlakukan dirinya sendiri dan orang lain.Usia boleh bertambah,tapi belum tentu makin bersikap rendah hati.Orang nampak kelihatan muda,tapi dia sudah mempunyai sikap rendah hati.Hal itu mungkin terjadi.


Membentuk sikap rendah hati adalah sebuah proses.Mari kita berusaha membentuk sikap rendah hati dalam kehidupan kita.
(Inspirasi : Lukas 14:1.7-14, 31 Oktober, Suhardi)

Tiket Masuk Kerajaan Surga

Apa yang kita rasakan ketika kita sudah punya tiket untuk masuk di sebuah stadion ? Pasti, sebagian besar akan menjawab bahwa kita akan masuk stadion dengan tenang dan aman. Bagi orang lain yang belum punya tiket, pasti ragu-ragu untuk bisa masuk ke dalam stadion.

Sakramen babtis adalah berkat yang Tuhan berikan kepada kita untuk percaya dan beriman pada Yesus. Iman kita pada Yesus adalah tiket bagi kita untuk bisa masuk ke dalam Kerajaan Surga. Maka, tiket itu hendaknya kita pegang teguh sampai detik nafas kehidupan kita, sehingga kelak kita bisa dipersatukan dengan kaum beriman di surga. Tiket kita jangan kita gadaikan atau ditukar dengan hal yang lain. Bisa jadi kesempatan kita masuk ke dalam surga akan hilang, jika kita gadaikan / tukar dengan hal yang lain. 

Bacaan Injil pada hari ini menegaskan kepada kita bahwa iman kita pada Yesus akan menjadi jaminan bagi kita untu bisa memperoleh kehidupan yang kekal dan akan dibangkitkan pada akhir jaman. Yesus bersabda, ".........Sebab inilah kehendak Bapa-Ku , yaitu supaya setiap orang yang melihat Anak dan yang percaya kepadaNya, beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman."


Paus Fransiskus berpesan , " Marilah kita tetap setia terhadap iman kita pada Tuhan Yesus, sehingga kita akan mengenakan Mahkota kemuliaan di  surga ."
( Inspirasi : Yohanes:  6:37-40, 02 Nopember,  Suhardi )