(Sebuah Analisis Data)
Pendahuluan
SEPANJANG
menjadi penyuluh Agama Katolik dan diminta untuk mencari data-data umat, baik
di tingkat kecamatan (KUA) maupun di
paroki-paroki se-Kota dan Kabupaten Tangerang, memang cukup melelahkan. Tetapi
dibalik itu, ada kegembiraan karena
dengan turun ke lapangan, saya bisa bertemu dengan orang-orang dengan
karakter yang sangat unik. Ada yang
ramah, ada pula yang mencurigai kehadiran saya di paroki khususnya.
Mengapa mereka curiga? Kan
sama-sama Katolik? Ini pertanyaan singkat dan mendasar tetapi sulit untuk
ditemukan jawaban yang pasti. Memang, saya akui bahwa di mata orang-orang
Katolik, mereka tidak pernah mengenal Penyuluh Agama Katolik. Mereka hanya
mengenal Katekis yang bertugas membimbing kelompok-kelompok tertentu
seperti bina iman anak, bina iman
remaja, katekumen, dan kelompok-kelompok lainnya yang dibentuk oleh Gereja
sendiri. Telinga orang-orang Katolik lebih akrab dan bersahabat dengan Katekis
ketimbang Penyuluh Agama Katolik. Maklum, di Kabupaten Tangerang, baru saya
sendiri yang menjadi Penyuluh Agama Katolik, karena itu keheranan mereka yang
baru mendengar penyuluh, sangatlah beralasan.
Istilah Penyuluh dan Katekis yang dikenal dalam Gereja Katolik memiliki
kesamaan tugas. Nama ini hanya membedakan bahwa Penyuluh Agama Katolik berlatar
belakang PNS dan Katekis bekerja di bawah naungan Gereja. Memang, walaupun
memiliki nama yang berbeda, tetapi toh, tugas perutusannya sama, yakni
membimbing orang, menyuluh orang agar berada
pada jalan yang benar.
Proses Pencarian Data
Gereja Katolik dikenal sebagai
Gereja yang memiliki tertib administrasi, mulai dari keuangan dan data-data
tentang umat. Kalau berpijak pada pandangan ini maka tentu setiap orang
berpikiran bahwa orang yang mencari data pasti dengan sendirinya meminta data
tersebut di sekretariat. Untuk Gereja Katolik, sulit-sulit gampang untuk
diminta data-data tersebut. Pengalaman saya sendiri ketika berhadapan dengan
pastor paroki, kehadiran saya dicurigai dan mempertanyakan apa tujuan
pengambilan data. Saya menjelaskan bahwa saya dari Kantor Kementerian Agama
Kabupaten Tangerang. Tugas saya sebagai Penyuluh Agama Katolik dan saya diminta
untuk mencari data-data umat. pastor paroki semakin tidak percaya, apalagi saya
sebagai PNS. “Silakan cari data sendiri menurut versi pemerintah, “ demikian
kata salah seorang pastor paroki yang saya tidak perlu sebut namanya.
Dengan mengatakan demikian
berarti bahwa saya tidak diperbolehkan untuk mengambil data, padahal saya hanya
tahu data-data keseluruhan saja. Tapi apakah ini menciutkan nyali saya dalam
mencari data? Tidak!! Tidak!! Banyak cara yang saya tempuh untuk memperoleh
data yang dikehendaki oleh Pembimas Katolik maupun Kasi Penamas. Saya mulai
mencari tahu teman-teman saya dari beberapa paroki yang tersebar di Kabupaten
Tangerang dan Tangerang Selatan. Saya meminta bantuan mereka untuk menghimpun
seluruh data agar saya dapat memperolehnya. Mulai dari sejarah berdirinya
paroki, jumlah lingkungan, jumlah pastor dan biarawan/wati yang bekerja di
paroki yang bersangkutan, saya peroleh. Data-data yang saya peroleh ini tidak
merupakan suatu kebenaran mutlak tetapi mendekati kebenaran terutama
perhitungan secara matematis. Di bawah ini dapat dilihat grafik perkembangan
umat di paroki-paroki, baik Kota maupun Kabupaten Tangerang. Angka ini
menunjukkan jumlah umat dibeberapa paroki yang ada di Kota dan Kabupaten
Tangerang. Dari jumlah dibawah ini menunjukkan, kapan paroki tersebut berdiri.
Jumlah umat yang paling banyak
adalah umat yang berada di Paroki Santa Maria Tangerang yang letaknya di Kota
Tangerang. Bisa dimaklumi perkembangan ini karena keberadaan paroki ini jauh
lebih awal ketimbang paroki-paroki lain. Dalam sejarah dicatat bahwa perkembangan paroki ini berawal dari
masuknya Belanda dan juga Jepang. Pada awalnya, Gereja Paroki Santa Maria hanya
merupakan sebuah gedung sederhana, tetapi lama kelamaan ada perkembangan yang
luar biasa.
Dengan berkembangnya paroki
Santa Maria dari jumlah umat maka dengan sendirinya dapat berpengaruh pada
wilayah-wilayah pinggiran yang dihuni oleh orang-orang Katolik. Dalam sejarah
perkembangan ini, keberadaan paroki tua ini kemudian melahirkan banyak paroki
lain yang berada di sekitarnya, terutama Santo Agustinus di Perum-Karawaci,
Santa Bernadet-Ciledug. Kemudian paroki-paroki baru ini juga membesarkan stasi
(bagian dari paroki) untuk kemudian membentuk komunitas sendiri dan pada
akhirnya menyatakan kesanggupannya sebagai sebuah paroki.
Paroki Agustinus telah
melahirkan Paroki Santa Monika di BSD Serpong. Keberadaan paroki di jantung
area bisnis dan kawasan elite ini pada akhirnya menunjukkan kemajuan yang
sangat berarti. Dari segi jumlah umat, perkembangan umat semakin pesat. Paroki
Santa Monika tidak tinggal diam tetapi juga berupaya untuk melahirkan paroki
baru yang kini sedang dipersiapkan yakni, Stasi Santa Laurensia. Gereja stasi
yang berdiri megah di kawasan elite itu, kini sedang dipersiapkan untuk menjadi
sebuah paroki baru, yakni Paroki Santa
Laurensia. Paroki Agustinus, Santa Monika dan Laurensia, dipercayakan oleh
pastor-pastor dari Ordo Salib Suci (OSC) untuk menanganinya. Mereka juga sedang
mempersiapkan sebuah stasi baru yang berada di Melati-Serpong.
Walaupun perkembangan umat
Katolik semakin pesat tetapi banyak persoalan yang juga terus dihadapi bersama
terutama persoalan mengenai perijinan rumah ibadah. Untuk wilayah kota, ada dua
paroki yang masih belum memiliki Ijin Membangun dari pemerintah, yakni Paroki
Santo Agustinus-Perum-Karawaci dan Paroki Santa Bernadet-Ciledug. Mereka tetap
menggunakan ruang sederhana untuk mengadakan ibadah dan misa bersama, sambil
menunggu waktu yang tepat untuk memperoleh injin.
Sedangkan paroki-paroki dalam
wilayah Kabupaten Tangerang, dan Tangerang Selatan, semuanya sudah memiliki
ijin resmi dari pemerintah. Data terakhir yang dihimpun, beberapa bulan lalu,
Stasi Santo Gregorius sudah mendapatkan Ijin Membangun dari pemerintah
kabupaten. Dengan mengantongi ijin ini maka stasi Gregorius saat ini sedang
mempersiapkan diri untuk beralih status menjadi sebuah paroki mandiri karena
memiliki jumlah umat 7.000 lebih.
Perkembangan paroki di wilayah, kabupaten
Tangerang, Kota Tangarang dan Kota Tangerang Selatan
Sekedar membandingkan laju
pertumbuhan umat dan perkembangan gereja-gereja paroki. Dari tiga wilayah yang
menjadi peta kekuatan umat katolik di Tangerang yang masuk dalam keuskupan
Agung Jakarta, perkembangan umat dan pendirian gereja, sedikit mengalami
perbedaan yang menyolok. Kita lihat perbandingan dari tiga wilayah ini:
1. Kabupaten Tangerang
Perkembangan Kabupaten Tangerang, secara fisik masih
jauh dari harapan bila dibandingkan dengan kota Tangerang dan Tangerang
Selatan. Walau demikian, banyak umat yang hidup membaur dengan umat dari agama
lain, dan hal ini akan berpengaruh pada pola pergaulan dan juga upaya untuk
mendirikan rumah ibadah secara resmi. Apabila umatnya, dalam pola pergaulan dan
bersentuhan langsung dengan masyarakat sekitar tanpa ada masalah yang berarti
maka hal ini menjadi modal dasar membangun gereja, khususnya dalam proses
perijinan. Demikian sebaliknya, apabila tidak terjadi dialog yang hidup maka
biasanya terjadi ganjalan ketika proses perijinan dilaksanakan.
Banyak umat katolik hidup di wilayah kabupaten
Tangerang dan bernaung di beberapa Gereja Paroki seperti: Santa Helena, Santa
Odilia, dan Stasi Santo Gregorius. Perjuangan awal dalam merintis berdirinya
paroki ini bisa dibilang cukup alot. Namun dalam proses perijinan tidak
menemukan kendala yang berarti. Hal ini bisa terlihat dari prosedur yang
diikuti dan juga respon balik pemerintah setempat juga baik. Memang diakui bahwa pejabat di kabupaten
Tangerang terutama Bupati Ismet cukup baik menjalin relasi dengan umat katolik
dan dengannya pengeluaran ijin tersebut bisa dilihat sebagai upah dari kebaikan
relasi yang terjalin selama ini.
2. Kota Tangerang
Apa yang terjadi dengan gereja-gereja katolik di
wilayah kota Tangerang? Inilah pertanyaan awal yang muncul sebagai reaksi dari
kondisi riil yang terjadi di lapangan. Pada pemerintahan WH, sulit sekali
mendapat ijin dari pemerintah. Dari
beberapa paroki yang tersebar di wilayah kota Tangerang, hanya ada satu yang
memiliki ijin resmi yaitu Paroki Hati Santa Perawan Maria Tak Bernoda,
Tangerang. Lalu bagaimana dengan yang lain? Paroki Santa Bernadeth-Ciledug dan
Paroki Agustinus Perum, selama sekian tahun masih menunggu keluarnya IMB. Tapi
rupanya mengalami kendala. Masyarakat sekitar sepertinya sudah terstigma dan
anti terhadap gereja katolik.
Mengapa mereka anti terhadap gereja katolik?
3.
Kota Tangerang Selatan
Perkembangan Gereja di
Kota Tangerang Selatan terbilang begitu pesat. Hal ini dipengaruhi oleh
pembukaan area pemukiman baru terutama pengembangan perumahan-perumahan baru.
Dengan pengembangan perumahan baru seperti ini memberi peluang bagi
tumbuh-kembangnya umat katolik yang masuk ke wilayah-wilayah baru karena
pengembangan perumahan.
Hal penting yang patut dicatat adalah umat di Tangerang Selatan
umumnya berpendidikan tinggi dan hal ini juga berpengaruh pada soal cara
pandang terhadap agama lain serta pendirian gereja-gereja baru. Kalau
dibandingkan dengan kabupaten Tangerang dan kota Tangerang, kebanyakan gereja
paroki tumbuh dan berkembang secara pesat di Tangerang Selatan. (Valery Kopong)
0 komentar:
Post a Comment