Langit
kota Tangerang masih sedikit kabut, walau jam yang terpampang pada dinding
tembok Lapas Pemuda Tangerang itu
menunjukkan pukul 08.30. Jarum jam
berdetak dalam keheningan, seakan bersolider dengan para penghuni Lapas yang sering berontak dalam keheningan
batin. Hari itu, hari Rabu di bulan
Januari 2016, kami berjumpa lagi setelah ia bebas dari kurungan penjara. Ketika bertemu denganku, ingatannya akan masa lalu seakan muncul
kembali. Dahulu kami mengunjungi dia sebagai salah satu anggota Lapas Pemuda
Tangerang. Tetapi kali ini lain. Ia bersama team pengunjung dari kelompok Legio
Maria, Paroki Hati Santa Perawan Maria
Tak Bernoda-Tangerang, mengunjungi para narapidana.
Hampir
setiap waktu Nanang dan teman-teman sesama narapidana mengikuti kegiatan
rohani, mulai dari doa Rosario, Emaus Journey, dan mengikuti kegiatan misa
bersama. Tujuan utama mengikuti kegiatan rohani itu adalah mau mendekatkan diri
kepada Tuhan dan membuka diri kepada-Nya yang rela berseru kepada Allah dan
Allah selalu mendengarkan doa-doa mereka. Doa dan keheningan dalam penjara
(baca: Lapas) merupakan “ruang” istimewa bagi mereka (para narapidana) untuk
membangun relasi dengan Allah. “Allah itu terasa dekat, bila dijumpai-Nya dari
balik penjara, “ tutur Nanang sambil
berlinang air mata. Doa dan pergumulan hidup sepertinya didengarkan dan
dipenuhi oleh Allah karena itu tidak perlu ragu kita membawakan seluruh doa dan
permohonan di hadapan Allah. “Bagiku, Allah seperti matahari yang tidak egois,
yang selalu memancarkan sinar kasihnya dan menyapa seluruh penghuni bumi.
Demikian juga Allah tidak pernah
mencibir orang yang sedang berdoa kepada-Nya, meskipun si pendoa itu adalah
narapidana.”
Dari Penjara
Menuju Biara
Setelah bebas dari hukuman, Nanang tidak pernah
melupakan kebaikan Tuhan. Kisah perjalanan hidup yang memilukan tidak ditangisi
sepanjang hidup tetapi perlu disyukuri dan bahkan dijawabi bisikan panggilan
Allah itu. Ketika bertemu di Lapas Pemuda Tangerang setelah bebas, Nanang
menyampaikan niatnya pada saya bahwa ia memutuskan diri untuk mengikuti Tuhan
dengan masuk sebagai calon bruder di salah satu biara bruder di
Yogyakarta. Mendengar keputusannya itu,
saya tergidik diam sambil bertanya, mengapa Anda memutuskan diri untuk masuk
menjadi calon bruder Fransiskan?
Pertanyaanku yang sederhana ini
dijawab dengan nada santai bahwa selama menjalani di penjara, ia selalu membaca
sejarah hidup Fransiskus Asisi. Inspirasi kehidupan Santo Fransiskus Asisi,
mendorong Nanang untuk terus bergelut
dengan dirinya. Menurutnya, Santo Fransiskus Asisi itu hebat karena melepaskan
kekayaan duniawi dan mengikuti Kristus secara total. Proses melepaskan kekayaan
duniawi tentunya bukanlah hal mudah tetapi karena dorongan kehendak Allah yang
kuat maka keputusan radikal itu diambil juga demi melayani umat manusia.
Ternyata proses pendampingan seorang
penyuluh Agama Katolik dan team dari gereja paroki di dekenat Tangerang
tidaklah sia-sia. Dahulu, para narapidana yang menghuni Lapas Pemuda
Tangerang sering menyebut diri sebagai
“lelaki menopause,” lelaki yang tidak produktif lagi karena seluruh aktivitas
mereka dibatasi oleh ruang berjeruji itu. Tetapi Nanang, terus bergulat dengan
keheningan dan berusaha untuk mendalami nilai terdalam dari sebuah keputusan Fransiskus
Asisi. Ia (Fransiskus) yang berasal dari keluarga kaya tetapi
hidupnya bertolak belakang, ia mau mencintai kemiskinan itu. Mencintai
kemiskinan berarti ada kesediaan untuk melepaskan diri dari ketergantungan
duniawi dan ia ingin lepas bebas untuk mencintai Tuhan.
Dalam hidupnya, Nanang pernah dituduh mencuri uang
ketika bekerja sebagai operator sebuah warnet. Dengan memutuskan diri untuk
masuk ke biara, Nanang melepaskan diri dari godaan uang dan mau mengikuti
Kristus secara radikal melalui ordo Fransiskan. Keputusan Nanang adalah sebuah
keputusan yang diperoleh dari sebuah pergulatan hidup. Tanpa pergulatan batin,
tak mungkin Nanang mengikuti jejak Fransiskus untuk mengikuti Yesus. Baginya,
Allah selalu berpihak ketika ia berdoa dalam keheningan. “Allah adalah sahabat
keheningan.” Allah telah menyediakan tempat yang bernama “penjara” itu untuk
menempah hidup dan membisikan panggilan padanya. Allah mengangkat Nanang dari lembah nista dan menempatkan kembali di biara Fransiskan agar Ia tahu, betapa
Allah mencintainya. ***(Valery Kopong)
0 komentar:
Post a Comment