Wednesday, February 28, 2018

Lelaki "Menopause"



Langit kota Tangerang masih sedikit kabut, walau jam yang terpampang pada dinding tembok Lapas Pemuda Tangerang  itu menunjukkan pukul  08.30. Jarum jam berdetak dalam keheningan, seakan bersolider dengan para penghuni  Lapas  yang sering berontak dalam keheningan batin.   Hari itu, hari Rabu di bulan Januari 2016, kami berjumpa lagi setelah ia bebas dari kurungan penjara.  Ketika bertemu denganku,  ingatannya akan masa lalu seakan muncul kembali. Dahulu kami mengunjungi dia sebagai salah satu anggota Lapas Pemuda Tangerang. Tetapi kali ini lain. Ia bersama team pengunjung dari kelompok Legio Maria,  Paroki Hati Santa Perawan Maria Tak Bernoda-Tangerang, mengunjungi para narapidana.  
Lama kami bercerita terutama tentang saat-saat di mana ia ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Tiga tahun ia dijatuhi hukuman penjara karena diduga menggelapkan uang saat bekerja sebagai operator di sebuah warnet. Nanang (bukan nama sebenarnya) harus menjalani masa-masa sulit dalam penjara.  Awalnya ia sendiri merasa sulit menerima diri dan berusaha lari dari kenyataan. Tetapi apa daya, segala keputusan tentang dirinya berakhir di pengadilan. Ia kalah di hadapan hukum dan harus menjalani masa hukuman itu.
Hampir setiap waktu Nanang dan teman-teman sesama narapidana mengikuti kegiatan rohani, mulai dari doa Rosario, Emaus Journey, dan mengikuti kegiatan misa bersama. Tujuan utama mengikuti kegiatan rohani itu adalah mau mendekatkan diri kepada Tuhan dan membuka diri kepada-Nya yang rela berseru kepada Allah dan Allah selalu mendengarkan doa-doa mereka. Doa dan keheningan dalam penjara (baca: Lapas) merupakan “ruang” istimewa bagi mereka (para narapidana) untuk membangun relasi dengan Allah. “Allah itu terasa dekat, bila dijumpai-Nya dari balik penjara, “ tutur  Nanang sambil berlinang air mata. Doa dan pergumulan hidup sepertinya didengarkan dan dipenuhi oleh Allah karena itu tidak perlu ragu kita membawakan seluruh doa dan permohonan di hadapan Allah. “Bagiku, Allah seperti matahari yang tidak egois, yang selalu memancarkan sinar kasihnya dan menyapa seluruh penghuni bumi. Demikian juga Allah  tidak pernah mencibir orang yang sedang berdoa kepada-Nya, meskipun si pendoa itu adalah narapidana.”


Dari   Penjara Menuju Biara

            Setelah bebas dari hukuman, Nanang tidak pernah melupakan kebaikan Tuhan. Kisah perjalanan hidup yang memilukan tidak ditangisi sepanjang hidup tetapi perlu disyukuri dan bahkan dijawabi bisikan panggilan Allah itu. Ketika bertemu di Lapas Pemuda Tangerang setelah bebas, Nanang menyampaikan niatnya pada saya bahwa ia memutuskan diri untuk mengikuti Tuhan dengan masuk sebagai calon bruder di salah satu biara bruder di Yogyakarta.  Mendengar keputusannya itu, saya tergidik diam sambil bertanya, mengapa Anda memutuskan diri untuk masuk menjadi calon bruder Fransiskan?
            Pertanyaanku yang sederhana ini dijawab dengan nada santai bahwa selama menjalani di penjara, ia selalu membaca sejarah hidup Fransiskus Asisi. Inspirasi kehidupan Santo Fransiskus Asisi, mendorong  Nanang untuk terus bergelut dengan dirinya. Menurutnya, Santo Fransiskus Asisi itu hebat karena melepaskan kekayaan duniawi dan mengikuti Kristus secara total. Proses melepaskan kekayaan duniawi tentunya bukanlah hal mudah tetapi karena dorongan kehendak Allah yang kuat maka keputusan radikal itu diambil juga demi melayani umat manusia.
            Ternyata proses pendampingan seorang penyuluh Agama Katolik dan team dari gereja paroki di dekenat Tangerang tidaklah sia-sia. Dahulu, para narapidana yang menghuni Lapas Pemuda Tangerang  sering menyebut diri sebagai “lelaki menopause,” lelaki yang tidak produktif lagi karena seluruh aktivitas mereka dibatasi oleh ruang berjeruji itu. Tetapi Nanang, terus bergulat dengan keheningan dan berusaha untuk mendalami nilai terdalam dari sebuah keputusan Fransiskus Asisi. Ia (Fransiskus) yang berasal dari keluarga kaya   tetapi hidupnya bertolak belakang, ia mau mencintai kemiskinan itu. Mencintai kemiskinan berarti ada kesediaan untuk melepaskan diri dari ketergantungan duniawi dan ia ingin lepas bebas untuk mencintai Tuhan.  
Dalam hidupnya, Nanang pernah dituduh mencuri uang ketika bekerja sebagai operator sebuah warnet. Dengan memutuskan diri untuk masuk ke biara, Nanang melepaskan diri dari godaan uang dan mau mengikuti Kristus secara radikal melalui ordo Fransiskan. Keputusan Nanang adalah sebuah keputusan yang diperoleh dari sebuah pergulatan hidup. Tanpa pergulatan batin, tak mungkin Nanang mengikuti jejak Fransiskus untuk mengikuti Yesus. Baginya, Allah selalu berpihak ketika ia berdoa dalam keheningan. “Allah adalah sahabat keheningan.” Allah telah menyediakan tempat yang bernama “penjara” itu untuk menempah hidup dan membisikan panggilan padanya. Allah mengangkat Nanang  dari lembah nista dan menempatkan  kembali di biara Fransiskan agar Ia tahu, betapa Allah mencintainya. ***(Valery Kopong)




0 komentar: