Tuesday, September 22, 2020

“SAATKU BELUM TIBA”

                                                         Wawancara Imajiner

Selamat bertemu Bunda Maria. Perkenalkan, nama saya Valery, Redaktur senior media online www.adonaranews.com.  Apakah Bunda Maria ada waktu untuk kita ngobrol bersama seputar kisah perkawinan di Kana?

“Oh, boleh,” jawab Bunda. Kalau untuk media online, saya menyediakan waktu. Kira-kira apa yang mau ditanyakan?

Begini Bunda Maria. Seperti yang diceritakan dalam kitab suci bahwa perkawinan di Kana merupakan moment yang tepat bagi Yesus untuk mengadakan mukjizat. Bolehkah  Bunda cerita sedikit mengenai peristiwa itu?

            Kami  sekeluarga diundang untuk menghadiri pesta itu. Pesta perkawinan itu merupakan pesta akbar  dan merupakan taruhan nama baik keluarga kedua mempelai.  Pertaruhan nama baik yang dimaksudkan di sini adalah bagaimana tuan pesta menjamu para undangan, apakah memuaskan para undangan yang hadir atau tidak? Letak keberhasilan sebuah pesta, terletak pada tingkat kepuasan para undangan yang hadir.

Tingkat kepuasan seperti apa yang dialami dalam sebuah pesta?

            Dalam konteks budaya Yahudi dan juga budaya-budaya lain di Indonesia, kepuasan para pengunjung pesta (para undangan) terletak pada aspek lahiriah, seperti penataan tempat (dekorasi) tetapi yang lebih penting adalah makanan dan minuman. Persoalan makanan dan minuman menjadi ukuran sekaligus memberi  warna sebuah pesta.  Apabila makanan dan minuman tidak terpenuhi secara baik maka orang akan  pulang dengan sungut dan gerutu. Ini merupakan pratanda tidak baik bagi promosi nama baik keluarga kedua belah pihak. Minuman menjadi ciri khas dan penentu kualitas sebuah pesta. Tanpa minuman, pesta sepertinya tidak mempunyai nyawa.

Lalu bagaimana dengan peristiwa di mana tuan pesta yang kekurangan anggur? Dari mana mereka tahu bahwa di situ ada Yesus bersama ibu-Nya?

            Mereka memiliki daftar orang-orang yang diundang. Namun peristiwa ini merupakan momentum yang tepat untuk memperkenalkan Yesus ke hadapan publik.  Ada gerakan Ilahi yang mendorong salah seorang tuan pesta untuk menemui saya. Ini saya lihat sebagai jalan Allah untuk memperkenalkan Yesus ke hadapan publik. Undangan yang hadir merupakan representan (mewakili) manusia secara keseluruhan. Apa yang akan dilakukan Yesus merupakan tindakan Allah terhadap manusia dalam menyelamatkan peristiwa kekurangan anggur. Sebagai seorang ibu sekaligus undangan, hatiku sepertinya terketuk untuk berbuat sesuatu untuk bisa menyelamatkan situasi.

Ketika Bunda menyampaikan hal tersebut, terutama soal kekurangan anggur, apa reaksi Yesus saat mendengar tawaran dari Bunda?

            Kamu tentu tahu bahwa Yesus ketika kecil sangat malu untuk memperkenalkan diri saat berhadapan dengan orang lain. Ketika saya menyampaikan peristiwa kekurangan anggur yang dialami oleh tuan pesta, Ia sendiri terkesan tidak bisa berbuat banyak. Sampai pada akhirnya Ia mengatakan pada saya bahwa “saat-Ku belum tiba.”

Kalimat “saat-Ku belum tiba” menjadi sebuah tafsiran yang menarik bagi para teolog dan para ekseget (ahli kitab suci). Apa makna kalimat “saat-Ku belum tiba?”

            Setiap kali Yesus mengucapkan kata-kata, tersembul sebuah kekuatan yang luar biasa. Kata-kata yang diucapkan memiliki daya atau energi tersendiri. Apa yang dikatakan-Nya ketika aku memintanya, Ia tidak menerima tawaran itu secara langsung. Ia harus mengelola tawaran itu dalam terang tuntunan Allah. Karena itu apa yang dikatakan-Nya, walaupun keluar dari mulut-Nya sendiri tetapi Allah yang sedang berbicara di dalam-Nya.

            Tentang “saat” seperti yang tertulis dalam Injil Yohanes memang perlu dipahami secara mendalam terutama dalam dimensi waktu yang selalu mengitari kehidupan Yesus.  Yesus selalu menyebut waktu ketika perutusan-Nya sebagai “saat”-Nya. Dalam peristiwa perkawinan di Kana, kata “saat” ini muncul  lagi sebagai pemenuhan tawaran dari ibu-Nya untuk menyelamatkan tuan pesta yang kehabisan anggur. Jawaban Yesus terhadap permintaan yang diberikan oleh ibu-Nya kedengaran aneh. Tetapi apakah ini merupakan jalan dan saat yang tepat bagi-Nya untuk memperkenalkan diri-Nya di hadapan publik?

            Yesus menggunakan kata “saat” untuk membahasakan misteri iman yang hidup dan perlu mendapat penggenapannya. Rekaman pertama penggunaan kata ini oleh-Nya adalah pada kisah kehabisan anggur di Kana yang dialami oleh tuan pesta. Peristiwa ini mendorong naluri keibuanku untuk berbuat suatu sebagai ungkapan nyata terhadap mereka yang kekurangan. Apa yang harus aku lakukan? Aku meminta Puteraku Yesus. “Mereka kehabisan anggur.” Yesus menjawab, “Mau apakah engkau dari Aku, Ibu? Saat-Ku belum tiba” (Yoh 2:3-4).

            Mencermati apa yang dikatakan Yesus dalam teologi Yohanes memanglah sulit dan seperti mengawang, karena itu tidak mengherankan bila Injil Yohanes dilambangkan dengan burung rajawali. Seperti burung rajawali yang terbang mengawang, demikian juga dengan teologi Yohanes yang sulit untuk digapai maknanya. Untuk memahami pernyataan Yesus, “Saat-Ku belum tiba,” kita akan menangkap pola pemikiran dasarnya. Dengan menjawab demikian, sepertinya Yesus sedang membentengi diri dan mengantisipasi suatu “saat” ketika sesuatu yang lebih penting yang akan terjadi. Tetapi saat itu sekarang belum tiba.

            Menyimak apa yang dikatakan Yesus terutama “saat” yang menjadi titik sentral lebih berpihak pada tiga dimensi waktu yang harus dilalui oleh Yesus yaitu saat sengsara, kematian dan kebangkitan-Nya.  Apa yang dikatakan Yesus tentang “saat” yang akan melengkapi tiga dimensi waktu yang didalamnya termuat peristiwa tragis dan kemuliaan.

            Hanya dengan mengatakan, “mereka kehabisan anggur,” sebetulnya aku sendiri mendesak supaya saat berahmat untuk melakukan sebuah tanda mesti terlaksana. Yesus akhirnya tahu kalau saat-nya sudah tiba, Ia akan menyediakan anggur-anggur yang paling baik. Namun perlu disadari bahwa “saat”-Nya sudah tiba tetapi “saat definitif” belumlah tiba. “Saat” di Kana merupakan titik awal pengenalan Yesus ke hadapan publik walau mukjizat yang dilakukan hanyalah tuan pesta yang tahu. Kita semua pun diundang menjadi tuan pesta agar tahu memahami arti mukjizat itu.*** (Valery Kopong)

 

 

 

 

 

 

 

 

PERSAUDARAAN UNIVERSAL

Persaudaraan dan cinta kasih kristiani adalah bersifat universal. Dimana pun dan kapan pun kita dapat menemukan saudara-saudari kita dan " ibu " kita secara imani. Dan betapa bahagia kita, betapa bersyukur kita, kita dapat disambut dan diterima di mana pun dan kapan pun karena kita semua adalah bersaudara.
    

Yesus mengajarkan kepada kita untuk membangun persaudaraan. Tentu saja persaudaraan yang dijiwai oleh kasih. Karena inilah ciri dan identitas persaudaraan kristiani. Yesus pernah bersabda" Cintailah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan cintailah sesama manusia seperti dirimu sendiri."
    

Persaudaraan kristiani itu tanpa memperhitungkan latar belakang seseorang : entah suku, warna kulit, bahkan agama. Kita dapat mengembangkan persauadaraan dengan siapapun dan kapanpun.  Sebagai para pengikut Yesus, kita hendaknya menjadi pion-pion dalam mengembangkan dan mempererat persaudaraan kristiani ini,sehingga tercipta kehidupan yang lebih damai, nyaman, akrab dan indah.
   


Untuk sungguh mampu mewujudkan persaudaraan kristiani, kita hendaknya lebih banyak mendengarkan , membaca dan melaksanakan Sabda Tuhan, apalagi bulan ini adalah Bulan Kitab Suci Nasional, sehingga lambat laun kita dapat memperbaiki krisis identitas diri dan krisis iman kita serta kita dapat mempererat tali persaudaraan di antara kita sebagai KELUARGA BESAR ALLAH.
(Inspirasi:Lukas 8:19-21, 22 September, Suhardi )

Transformasi Hidup sebagai Murid Yesus

Apa konsekwensi kita mengikuti Yesus? Konsekwensinya adalah adanya kesediaan untuk terjadinya transformasi hidup.Transformasi hidup dapat terjadi kalau kita selalu terbuka terhadap penerangan Roh Kristus. 

Bacaan Injil menceritakan bagaimana Matius,seorang pemungut cukai, yang dianggap kaum pendosa, dapat mengikuti Yesus.Di sini terjadi transformasi hidup, dari seorang pemungut cukai menjadi seorang murid Yesus.Transformasi hidup Matius terjadi bukan karena gerakan dirinya sendiri, tetapi Pribadi Kristus yang menarik dia untuk mau mengikutiNya. Hal yang menarik dalam transformasi hidup Matius adalah bahwa dia langsung bergegas untuk mengikutiNya, tanpa bertanya apa yang dia akan dapat selama mengikutiNya dan bagaimana dengan kekayaan yang dimilikinya.Semuanya itu dia singkirkan dari pikirannya. Bagi dia yang penting adalah mengikuti Yesus. 


Kita perlu berefleksi diri sebagai seorang murid Yesus, jika kita tidak mengalami transformasi hidup.Transformasi hidup dapat terjadi ketika kita meninggalkan hidup lama dan mengenakan gaya hidup baru dalam terang dan semangat Kristus.Kita hilangkan rasa dengki,sakit hati,dendam,benci dengan sesama.Itu semua kita ubah dengan kebaikan dan cinta kasih.Kita hilangkan sifat-sifat malas dalam pelayanan dan pengorbanan.Kita ganti dengan semangat pelayanan dan sifat murah hati.
Mengikuti Yesus hendaknya mengalami tranformasi hidup yang lebih baik.
(Inspirasi:Matius 9:9-13,  21 September, Suhardi)

Friday, September 18, 2020

Abdi Allah

 

Servus Servorum Dei, abdi para abdi Allah. Begitulah Paus Gregorius menyebut dirinya. Sebutan ini juga menjadi sebuah julukan bagi jabatan Paus di Roma. Mengabdi pada umat, apalagi berani menjadi pelayan merupakan sebuah pekerjaan yang sulit dilakoni. Namun orang-orang tertentu yang menyadari spiritualitas pelayanan kristiani, menjadi seorang pelayan ketika menjadi pejabat adalah sesuatu yang lumrah. Spiritualitas pelayanan kristiani adalah  spiritualitas gerak turun, mengikuti peristiwa inkarnasi, Allah menjelma menjadi manusia. Itu berarti setiap orang harus rendah diri dan mengambil pola pelayanan pada komunitas kelas bawah. 

            Cita-cita untuk melayani dan menjadi abdi umat selalu menggaung dalam diri Gregorius. Ia dilahirkan di kalangan bangsawan (Aristokrat). Gregorius lahir di Roma pada tahun 540. Ibunya Silvia dan dua orang tantenya, Tarsilla dan Aemeliana, dihormati pula oleh Gereja sebagai orang kudus. Ayahnya Geordianus, tergolong kaya raya; memiliki banyak tanah di Sicilia  dan sebuah rumah indah di lembah bukit Ceolian, Roma. Selama masa kanak – kanaknya, Gregorius mengalami suasana pendudukan suku bangsa Goth, Jerman atas kota Roma; mengalami berkurangnya penduduk kota Roma dan kacaunya kehidupan kota. Meskipun demikian, Gregorius menerima suatu pendidikan yang memadai. Ia pandai sekali dalam pelajaran tata bahasa, retorik dan dialetika.

            Kehidupan dalam lingkup keluarga bangsawan tidak membuat ia berbesar kepala terhadap orang di luar kelompok Aristokrat. Cita-cita awal menjadi pemimpin dan pelayan, memungkinkan ia untuk belajar berendah hati dan mau bersolider dengan siapa saja. Pada usia 33 tahun ia menjadi Prefek kota Roma, suatu kedudukan tinggi dan terhormat dalam dunia politik Roma saat itu. Kedudukan duniawi diperoleh karena didukung oleh keluarga berdarah biru itu. Tetapi apakah jabatan politik yang diemban membuat ia lupa akan yang lain dan terus mempertahankannya?

Jabatan politis itu tidak selamanya abadi. Melalui jabatan tersebut belum membuka “ruang” baginya untuk membaktikan diri secara penuh bagi Allah. Ia pada akhirnya memilih jalan Tuhan.  Tuhan memanggil dan menghendaki Gregorius untuk berkarya di ladang anggur-Nya. Gregorius meletakkan jabatan politiknya dan mengumumkan niatnya untuk menjalani kehidupan membiara. Ia menjual sebagian besar kekayaannya dan uang yang diperolehnya dimanfaatkan untuk mendirikan biara – biara. Ada enam biara yang didirikan di Sicilia dan satu di Roma. Di dalam biara – biara itu, ia menjalani kehidupannya sebagai seorang rahib. Namun ia tidak saja hidup di dalam biara untuk berdoa dan bersemadi, ia juga giat di luar; membantu orang – orang miskin dan tertindas, menjadi diakon di Roma, menjadi Duta Besar di istana Konstantinopel. Pada tahun 586 ia dipilih menjadi Abbas di biara Santo Andreas di Roma. Di sana ia berjuang membebaskan para budak belian yang dijual di pasar – pasar kota Roma.

Pada tahun 590, dia diangkat menjadi Paus. Dengan ini dia dapat dengan penuh wibawa melaksanakan cita – citanya membebaskan kaum miskin dan lemah, terutama budak – budak dari Inggris. Ia mengutus Santo Agustinus ke Inggris bersama 40 biarawan lain untuk mewartakan Injil di sana. Gregorius adalah Paus pertama yang secara resmi mengumumkan dirinya sebagai Kepala Gereja Katolik sedunia. Ia memimpin Gereja selama 14 tahun dan dikenal sebagai seorang Paus yang masyur, negarawan dan administrator ulung pada awal abad pertengahan serta Bapa Gereja Latin yang terakhir. Karena tulisan – tulisannya yang berbobot, dia digelari sebagai Pujangga Gereja Latin. (Valery, dari berbagai sumber*)

 

PERAN WANITA DALAM KARYA PEWARTAAN

Inti pewartaan Yesus adalah mewartakan Kerajaan Allah.Di dalam mewartakan Kerajaan Allah,Yesus dibantu oleh para murid dan para wanita.Para wanita ambil bagian dalam pewartaan Yesus karena mereka menyadari betapa besar kasih Kristus yang telah membebaskan mereka dari kuasa dosa dan kuasa kegelapan.Sebagai bentuk pertobatan dan cinta kasihnya,mereka membantu mewartakan Kerajaan Allah dari desa ke desa, dari kota ke kota.Mereka adalah wanita-wanita hebat secara imani.

Di dalam Gereja Katolik,kita mempunyai wadah perkumpulan para wanita, yaitu Wanita Katolik Republik Indonesia dan Kelompok Ibu Katolik.Wadah ini hendaknya menjadi wadah untuk karya pewartaan Kabar Sukacita Kristus bagi umat manusia.Wadah untuk menjadi saksi Kristus di tengah-tengah masyarakat maupun di dalam Gereja sendiri.Wanita hendaknya turut mendedikasikan hidupnya dalam karya pewartaan Kerajaan Allah. Apalagi dunia saat ini dihuni lebih banyak kaum wanita.


Wadah WKRI dan KIK hendaknya lebih kreatif dan lebih mengembangkan diri dalam karya pewartaan Kerajaan Allah.Karya pewartaan mereka hendaknya didukung oleh para suami.Para suami memberi motivasi isterinya untuk bergabung dan aktif dalam wadah WKRI dan KIK, sehingga mereka dapat menjadi wanita-wanita hebat di jaman saat ini. Betapa hebatnya bila kaum ibu-kaum wanita-kaum isteri ambil bagian dalam pewartaan Kerajaan Allah. Semoga demikian. Amin
(Inspirasi : Lukas 8:1-3, 17 September, Suhardi)

Thursday, September 17, 2020

SEMAKIN DEKAT YESUS,HIDUPNYA SEMAKIN BAIK

 Apa salah satu ciri orang yang dekat dengan Yesus? Menurut saya adalah dia hidupnya makin baik.Makin baik hidupnya berarti bahwa ia menyesali segala kelemahan dan dosa-dosanya dan melangkah hidup baru untuk memperbaharui hidupnya.Hidup baik berarti,dia telah dibebaskan beban dosanya,sehingga terasa ringan untuk melangkah hidupnya.Hidup baik berarti dia mau membagi berkat yang dimiliki untuk Tuhan.  

Bacaan Injil hari ini mengisahkan tentang Maria Magdalena yang dekat dengan Yesus.Ketika dia dekat dengan Yesus, dia mencium kaki Yesus, menyekanya dengan air matanya dan meminyakinya dengan minyak yang paling wangi.Tindakan Maria Magdalena itu berarti bahwa ia menyesali kelemahan dan dosa-dosanya yang ditunjukkan dengan tetesan air mata. Itu adalah wujud penyesalan yang sungguh-sungguh.Dia telah dibebaskan beban hidupnya dimana Yesus telah mengulurkan tangan belas kasihNya dan mengampuni kelemahan dan dosa-dosanya.Pasti dia mendapat berkat pengampunan yang besar, sehingga dia sudah terasa ringan beban hidupnya.Sebagai ungkapan penyesalan dan rahmat pengampunan dosa yang telah dia terima,dia meminyaki kaki Yesus dengan minyak yang paling harum.


 Kita pun adalah manusia lemah dan dosa.Semoga kita pun mendapat berkat-berkat yang melimpah dari Yesus dan makin menata hidup kita lebih baik.Betapa bahagia hati Maria Magdalena dan hati kita karena dekat dengan Yesus dan mendapat belas kasih Yesus
(Inspiras:Lukas 7:36-50, 17 September,Suhardi)

TV: SEBUAH TABERNAKEL?

 

Beberapa tahun yang lalu, di kalangan umat katolik beredar tulisan-tulisan yang menyoroti kehidupan doa keluarga. Sorotan terhadap kehidupan keluarga  karena sampai saat ini masih terdapat pemilahan yang tidak proporsional antara ranah hiburan dan doa. Dua hal ini menampilkan kesenjangan yang berarti. Terhadap persoalan yang mengemuka ini menggiring kita untuk bertanya lebih jauh. Mengapa umat kristiani saat ini sulit  meluangkan waktu untuk bertemu Tuhan lewat untaian doa? Atau mengapa doa yang dilakukan kurang intensif bahkan porsi waktu yang disediakan sangat sedikit?

                Melihat pengalaman hidup harian, kecenderungan yang kuat dan selalu menggoda yakni setiap orang sepertinya “terpanggil” menjadi penonton yang pasif terhadap acara-acara yang ditayangkan di TV. Suguhan acara tentu menarik dan memiliki daya magnetis sehingga mudah memberi ruang tontonan daripada masuk ke dalam ruang sunyi. Ruang sunyi yang menawarkan keheningan seakan kalah di hadapan ranah hiburan bahkan sunyi itu sendiri menawarkan rasa takut bila berada dalam kesunyian doa. Doa dalam konteks tertentu “tidak bernyawa” lagi karena dipengaruhi oleh kecenderungan untuk terlibat dalam gebiyarnya kehidupan metropolitan.

                Kalau mau jujur, seberapa penting kita menempatkan doa sebagai bagian integral dalam hidup keluarga? Kesibukan kerja menggampangkan kita untuk lebih memilih suasana rekreatif ketimbang suasana doa. Doa bisa terlaksana dengan baik bila berada dalam situasi terdesak bahkan berada dalam penderitaan. Di sini, dapat dikatakan bahwa doa tidak lain adalah jeritan batin dan meminta perhatian dari Allah untuk mendengarnya.

                Yesus sendiri ketika berada pada titian derita, Ia berdoa dalam ketakutan, “Ya Bapa, kalau mungkin, biarlah piala ini berlalu daripada-Ku.” Doa di tengah taman pergulatan Getzemani, memperlihatkan aspek kemanusiaan Yesus di mana Ia mengalami kesendirian , jauh dari sentuhan Bapa-Nya. Doa Yesus menjadi modal rohani dan membuka “interupsi  Ilahi” di mana dalam doa itu bergantung sebuah harapan akan perubahan situasi dan pengembalian situasi darurat ke situasi normatif.

                Apakah kita berani masuk ke dalam ruang sunyi untuk bertemu Tuhan melalui doa-doa? Ataukah kita tersebut atau menyeret diri sendiri untuk lebih mengandalkan kehidupan sebagai jalan pintas yang membebaskan kita dari pelbagai persoalan? Kita lebih banyak membuang waktu di depan TV, sebagai tabernakel orang-orang zaman ini. Manusia bisa mengakses berita-berita aktual yang menyegarkan dan memberi arah baru dan memulihkan kehidupan dari pelbagai aspek.

                Seorang rahip tua (pertapa) melewati masa-masa hidupnya di biara dengan doa. Di biara itu ada doa angelus, doa Brevir, ada meditasi dan kontemplasi yang terus digelutinya sebagai kekuatan utama untuk menopang kehidupan membiara. Doa-doa yang didaraskan ini adalah doa-doa yang ada dalam buku. Suatu ketika ia (rahip) pergi ke pasar melihat kehidupan nyata di luar biara. Pada jam  12.00 siang, ia masih berada di tengah kota. Suara adzan di masjid, juga mengingatkan ia bahwa sudah saatnya ia bersiap untuk berdoa angelus (malaikat Tuhan). Pada awalnya doanya, ia meminta maaf kepada Tuhan. “Maaf, Tuhan. Aku mau berdoa tetapi aku lupa rumusan doa angelus. Buku yang biasa kupakai sebagai panduan doa, saya lupa di biara. Ia memulai berdoa dengan hanya menyebutkan setiap abjat, mulai dari A,B,C,D,…sampai Z.  Di  akhir doanya yang berbentuk abjatnya ini, ia berkata pada Tuhan. Tuhan, bentukkanlah (susunlah) sendiri setiap abjat yang telah kuucapkan ini sesuai dengan keinginan hatiku. Hanya Engkaulah yang tahu tentang isi hatiku ini.

                Doa bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja. Seperti rahip yang berdoa di tengah keramaian pasar, demikian juga kita perlu mencari waktu untuk berdoa padanya. Yang dapat menciptakan suasana sunyi, hanyalah hati kita sendiri dan bukan keadaan di luar diri kita yang sunyi. Seorang tukan g bengkel las teralis dapat berdoa khusyuk di antara riuhnya mesin-mesin. Dapatkah kita berdoa ditengah kebisingan berita, sinetron yang tertayang di layar kaca?***(Valery Kopong)

Wednesday, September 16, 2020

Setia Dalam Iman

 Hari ini Gereja Katolik memperingati Santo Cornelius dan Siprianus.Santo Cornelius ditunjuk sebagai seorang Paus karena adanya kekosongan jabatan Paus.Beliau ditunjuk sebagai seorang Paus,pasti beliau mempunyai keistimewaan dalam kesaksian hidupnya.Saya membaca bahwa beliau adalah seorang Imam, Paus yang rendah hati,setia dalam iman dan menjaga kesatuan Gereja serta beliau adalah seorang martir. Santo Siprianus adalah sahabat Paus Cornelius dalam membela ajaran Gereja Katolik dan menjaga persatuan Gereja.

Bacaan Injil pada hari ini menyinggung soal kesaksian kehidupan Yohanes dan Tuhan Yesus, yang sama-sama mendapat tantangan dan penolakan dalam hidupnya.Ada persamaan kesaksian hidup di antara Yesus,Yohanes, Paus Cornelius dan Siprianus yaitu pribadi yang rendah hati, tegas dalam prinsip lembut dalam cara dan menjadi martir. 

Santo Cornelius dan Siprianus menjadi martir kerena kesetiaannya pada ajaran Katolik dan cintanya kepada Yesus.Yohanes Pembabtis setia selamanya sampai menjadi seorang martir.Yesus juga menunjukkan hal yang sama sebagai martir di kayu salib. Ternyata berkarya untuk keselamatan umat manusia, setia terhadap iman dan menjaga kesatuan Gereja itu ngak gampang.Kita menghadapi rasa suka dan duka.Kita menghadapi penerimaan dan penolakan.Tetapi,kalau kita berkarya bersama Yesus dan untuk Yesus, pasti kita akan membawa kemenangan, sukacita , dan kehidupan kekal.  
(Inspirasi:Lukas 7:31-37, 16 September,Suhardi)