Tanggal
2-5 September 2014, bertempat di hotel
Millenium-Kebon Sirih-Jakarta Pusat, dilangsungkan pertemuan para penyuluh
agama PNS seluruh Indonesia. Pertemuan
ini digagas oleh Pusat Kerukunan
Umat Beragama. Selama kurang lebih 4
hari, para peserta diberi pemahaman tentang wawasan multikulturalisme dari
bebeberapa nara sumber yang dihadirkan. Pertemuan nasional ini dibuka oleh
ketua PKUB Bapak Mubarok. Dalam sambutan dan pengarahannya, ia menekankan
tentang pentingnya menerima perbedaan
orang lain sebagai bekal utama dalam membangun budaya toleransi. Perbedaan yang
dialami dalam masyarakat Indonesia adalah sebuah pemberian atau sesuatu yang
“terberi” dan hal ini tidak bisa terelakan lagi dalam pergaulan hidup
sehari-hari, kita terus menemukan perbedaan. Dia mengharapkan agar para
penyuluh sebagai ujung tombak di lapangan harus belajar memahami perbedaan dan
sekaligus sebagai figur yang bisa merangkul orang-orang dalam membangun
kerukunan.
Thursday, October 2, 2014
Tuesday, September 30, 2014
PELATIHAN PENGEMBANGAN KURIKULUM 2013
Kurikulum 2013 menjadi sebuah tantangan baru bagi para tenaga pendidik. Menyadari betapa pentingnya dunia pendidikan dan tuntutan akan kehadiran kurikulum 2013 maka Bimas Katolik-Kanwil Kementerian Agama Provinsi Banten berupaya untuk memberdayakan guru-guru Agama Katolik dengan mengadakan pelatihan kurikulum 2013. Proses pelatihan kurikulum dengan mengusung tema “Penyelenggaraan Kegiatan Pengembangan Mutu Guru PAK,” dibuka secara resmi oleh Pjs. Kakanwil Kementerian Agama Provinsi Banten, Bpk. H.Subhi dan didampingi oleh Bapak Pembimas Katolik Banten, Bapak Stanislaus Lewotoby. Dalam arahan pembukaannya, Bapak Subhi mengatakan bahwa dilihat dari sisi demografi, Indonesia menempati posisi penting yakni memiliki usia remaja dengan jumlah yang cukup besar yang bisa dijadikan aset dalam kancah dunia.
Untuk menghadapi gerakan “Indonesia emas” pada
beberapa tahun ke depan, persoalan demografi menjadi sebuah tantangan berat.
Apabila jumlah usia produktif ini dikelola secara baik maka akan membawa
kontribusi besar untuk bangsa dan apabila tidak dikelola secara baik maka akan
membawa malapetaka bagi bangsa sendiri. Dalam proses pengelolaan sumber daya
manusia ini tidak hanya didukung oleh ilmu pengetahuan saja tetapi juga ditopang
oleh nilai-nilai keagamaan. “Banyak orang pintar di Indonesia. Lihat saja
orang-orang yang ditangkap KPK karena korupsi, mereka bukanlah orang yang bodoh
tetapi mereka adalah orang-orang pintar,” ujar Bapak Subhi di sela-sela
sambutan pembukaan acara pengembangan mutu guru Agama Katolik.
Monday, September 29, 2014
MENULIS DARI BALIK JERUJI BESI
Orang-orang terpenjara tidak selamanya terpasung seluruh
kebebasannya. Secara fisik, memang mereka terkurung bertahun-tahun mengikuti putusan hakim.
Tetapi bagi mereka yang bergelut dalam dunia tulis-menulis, penjara bagi mereka
adalah tempat yang baik untuk membuat sebuah refleksi panjang
tentang kisah perjalanan hidup atau peristiwa lain untuk ditulis. “Nyanyi Sunyi
Seorang Bisu,” sebuah judul buku yang menarik, lahir dari rahim pemikiran
sastrawan ternama Indonesia, Pramudya Ananta Toer. Buku ini ditulis ketika ia
dibuang dan dipenjara di pulau Buru pada zaman Orde Baru. Tetapi apakah
pengalaman ketika dipenjara membuat seluruh aktivitas menulis menjadi
terhambat? Ternyata tidak! Ide / gagasan tidak bisa dipenjara oleh siapapun dan
karenanya dengan ide / gagasan itu ia boleh menuangkan gagasan-gagasan. Ada juga
beberapa buku lain yang dihasilkan dari balik penjara.
Selain
itu, kita mengenal Arswendo, seorang sastrawan terkenal. Ia juga mengalami
pengalaman pahit di zaman Orde Baru. Arswendo dipenjara juga. Walau dipenjara
tetapi seluruh aktivitas menulisnya tidak terpenjara. Banyak karya-karya yang
berbobot lahir di balik jeruji besi. Bahkan dia sempat menulis untuk media
dengan menggunakan nama samaran. Memang, para narapidana itu banyak yang kreatif
di bidangnya. Ada yang fasih berbahasa asing, ada yang pandai menulis dan ada
pula bisa membuat karya-karya seni lain.
Friday, September 26, 2014
SISTEM NOKEN DAN PEMILUKADA MELALUI DPRD
Oleh:
Valery Kopong*
KETIKA desakan
masyarakat dan asosiasi kepala daerah untuk
mengembalikan mandat rakyat
dengan mendukung pemilukada secara langsung, ternyata tidak menuai
hasil. Melalui rapat sidang paripurna
DPR yang berlangsung alot, pada akhirnya memutuskan melalui voting dan memenangkan pemilukada melalui DPRD. Seperti
dugaan-dugaan yang muncul dalam kaitan dengan wacana pemilukada melalui DPRD,
bahwa gagasan ini merupakan ekses dari kekecewaan partai koalisi merah-putih
yang kalah dalam pertarungan pilpres. Partai koalisi merah-putih berdalih bahwa
pemilukada secara langsung menyisahkan begitu banyak problem, seperti masalah
konflik sosial,beban biaya yang dikeluarkan oleh para petarung dalam pemilukada
dan pada akhirnya berdampak pada korupsi yang melibatkan begitu banyak kepala
daerah.
Apakah dalih seperti ini menjadi sebuah rujukan ampuh
untuk meminimalisir segala problem yang sedang terjadi? Alasan-alasan yang
dikemukakan oleh koalisi merah-putih bisa diterima tetapi bukan berarti secara
serta merta mengembalikan pola pemilihan ke ruang DPRD. Karena mestinya yang
dikeluhkan adalah persoalan klasik maka anggota DPR yang cerdas mesti membuat sistem
teknis yang memberi kemungkinan dalam meminimalisir segala ekses yang terjadi
pada pemilukada secara langsung.
Pengamat politik LIPI, Ikrar Nusa Bakti dalam dialog di
Metro TV pada kamis sore, 25/9/2014 ketika menanggapi pendapat Martin Hutabarat
mengatakan bahwa kalau persoalan korupsi yang dijadikan alasan maka anggota DPR/DPRD
juga perlu dibenah. Karena masalah korupsi tidak hanya melibatkan kepala daerah
yang merupakan produk dari pemilukada langsung tetapi juga anggota DPR/DPRD juga banyak
tersandung dengan masalah korupsi. Apakah nantinya DPR/DPRD dipilih langsung
oleh Presiden untuk menekan angka korupsi? Tanggapan dari peneliti senior LIPI
ini sangat menggelitik publik untuk melihat persoalan RUU pilkada melalui DPRD
secara jernih karena kurang mengedepankan kepentingan masyarakat.
Thursday, September 25, 2014
MEMIMPIN DENGAN HATI
Tangan Dingin
Romo Binzler
“Tanpa Romo
Binzler, Gregorius tak mungkin seperti
ini.” Inilah kata-kata yang diungkapkan secara spontan oleh salah seorang umat yang cukup tahu
sejarah perjalanan umat Gregorius. Romo
Binzler, yang dikenal sebagai romo pembangun, memberikan perhatian yang seimbang kepada umat yang digembalakannya. Konsentrasi
perhatiannya tidak hanya berpusat di Santa Maria sebagai pusat paroki tetapi
juga perlu adanya pengembangan stasi-stasi
di bawah naungan Santa Maria.
Stasi
St. Gregorius mendapat perhatian yang serius dari Romo Bin sebagai Pastor
Kepala Paroki Santa Maria. Beliau tidak hanya memberikan pelayanan dalam bidang rohani saja tetapi juga
membangun gedung serba guna yang
digunakan untuk perayaan ekaristi dan kegiatan religius lainnya. Gedung Serba
Guna (GSG) yang dibangun oleh Romo dilihat sebagai ruang terbuka, yang di satu
sisi digunakan untuk kegiatan religius tetapi di sisi lain, GSG masih membuka
peluang bagi masyarakat sekitar untuk melakukan olah raga terutama bulu tangkis.
Keberadaan
GSG ini memang tidak menimbulkan reaksi
berlebihan dari warga tetapi diakui bahwa ada gejolak dari
kelompok-kelompok tertentu. Melihat hal itu maka langkah-langkah pendekatan ke
masyarakat gencar dilakukan untuk memberikan pemahaman yang positif tentang
pendirian SGS tersebut. Selain itu pula, Romo Bin meminta beberapa pemuda asal
Ende-Flores untuk menjaga keamanan lingkungan. Beberapa tahun lamanya, sejak
zaman Romo Bin sampai dengan masa kepemimpinan Bapak Lastiyo sebagai ketua
dewan stasi, beberapa pemuda ini masih menetap di lingkungan GSG. Namun ketika terjadi renovasi gedung gereja
Santo Gregorius, beberapa pemuda ini diminta untuk keluar dari lingkungan
Gereja.
DALAM GENGGAMAN SANG BUNDA
Iman Tumbuh di Bawah Naungan Sang Bunda
Di
tangan seorang perempuan, iman itu tumbuh dan berkembang. Seperti dikisahkan
pada awal titik sejarah perjumpaan orang-orang Katolik yang tidak lain adalah masyarakat perantau, orang pertama
yang menggerakkan kehidupan guyup dan
doa adalah Ibu Doemeri. Ia adalah seorang ibu yang jeli melihat masyarakat
perantau yang masih seiman. Di tangan dialah, orang-orang mulai disadarkan
untuk hidup berkelompok, bukan untuk mengalienasi diri dari “panggung” masyarakat tetapi semakin
mempererat hubungan sebagai pengikut Kristus sekaligus memberi kesaksian
tentang-Nya.
Komunitas
iman ini semakin hari mengalami
pertumbuhan yang pesat, mirip kehidupan umat perdana. “Adapun kumpulan orang
yang telah percaya itu, mereka sehati sejiwa, dan tidak seorang pun yang
berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala
sesuatu dari kepunyaannya adalah kepunyaan mereka bersama.” (Kis 4 :32). Dalam kehidupan
beriman tentunya mereka tidak mempersoalkan
suku dan asal, seolah-olah
melepaskan identitas primordial untuk merasa memiliki Kristus. Dengan
menghampakan diri dihadapan-Nya maka gema kekeluargaan dan roh kebersamaan menjadi perekat yang menyatukan.
BERAKAR PADA SEJARAH
Pada
Mulanya Adalah Sejarah
Menelusuri sejarah pengembaraan iman umat Gregorius
memiliki keunikan tersendiri. Gereja
sebagai umat Allah yang sedang berziarah di dunia ini sudah mulai terlihat
ketika umat mulai berkumpul dan membentuk paguyuban iman. Allah hadir dan terus
menyapa sekaligus ”menyangga” iman umat,
yang tidak lain adalah masyarakat perantau. Mereka (umat awal) mengembara,
keluar dari rumah untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Tetapi dalam mencari
kehidupan, umat pun tidak lupa untuk membangun sebuah persekutuan doa dan
membangun harapan untuk menatap masa depan.
Kisah pengembaraan umat yang kemudian
membentuk lingkungan Bernardus, mengingatkan kita akan pengembaraan umat Israel
sebagai bangsa pilihan Allah. Allah telah menuntun bangsa Israel untuk keluar
dari perbudakan Mesir. Umat Israel mengembara selama 40 tahun di padang gurun
sebelum menemukan tanah terjanji, Kanaan. Dalam perjalanan dan pengembaraan
iman umat israel, banyak tantangan yang muncul. Hal ini tidak lain menguji iman
mereka untuk tetap setia pada Allah yang disapa sebagai Yahwe.
Perjalanan
awal umat di lingkungan Bernardus bukan waktu yang singkat. Kurang lebih 20-an
tahun umat ini mengembara sebelum membentuk
kepengurusan dan struktur mengikuti pola yang sudah digariskan di dalam Gereja.
Dalam testimoni Bapak Giono, dituturkan bahwa awal pembentukan umat ini datang
dari Ibu Doemeri. Sekitar bulan
November, bertempat di rumah Ibu Doemeri
yang berada di perumahan Pondok Permai terjadi pertemuan pertama. Tidak ada hal istimewa yang dibahas dalam
pertemuan itu
namun mereka membangun komitmen untuk menghidupi doa-doa di lingkungan. Mereka menyadari
betapa pentingnya doa sebagai pilar penyangga kekuatan hidup. Dengan doa secara
rutin dan bergillir merupakan sebuah momentum untuk mempersatukan umat yang
masih tersebar di perumahan-perumahan yang terletak di Kota Bumi.
Perkembangan
umat semakin bertambah dari hari ke hari. Kegiatan rutin seperti doa-doa lingkungan
terus digalakan dan juga dimulainya pembentukan kelompok koor. Kelompok koor ini dirasa perlu karena
mendukung kegiatan-kegiatan liturgi. Kelompok koor ini kemudian mendapat tugas membawakan nyanyian di Paroki Santa
Maria-Tangerang. Melihat perkembangan
umat dengan potensi yang ada maka timbullah niat untuk dibentuknya sebuah
lingkungan dengan pengurus-pengurusnya.
Lingkungan yang baru dibentuk itu diberi nama, Santo Bernardus. Pada
bulan Desember 1988 dibentuklah kepengurusan lingkungan dengan ketua lingkungan
pertama adalah YB Sutardi. Kemudian pada
tanggal 7 Januari 1989, tepatnya pada perayaan misa natal bersama
untuk pertama kali diadakan sekaligus pelantikan para
pengurus lingkungan. Perayaan misa natal
bersama dan pelantikan pengurus lingkungan dipersembahkan oleh Romo Binzler, SJ. Perayaan ini berlangsung di rumah ketua lingkungan YB Sutardi
yang terletak di Pondok Indah.
Umat terus
bertambah seiring dengan pengembangan perumahan di wilayah Kota Bumi. Dengan
penambahan umat ini maka perlu dipikirkan juga pemekaran lingkungan. Pemekaran
dilakukan dengan suatu asumsi bahwa lingkungan yang terdiri dari umat yang
tidak terlalu banyak, memudahkan koordinasi. Tahun 1990 terjadi pemekaran
lingkungan dengan batasnya adalah sebelah kiri dan kanan dari jalan raya Kota
Bumi. Dari arah jalan masuk ke Kota Bumi
(dari arah Nagrek), perumahan yang berada di sebelah kanan jalan seperti:
Pondok Rejeki, Pondok Indah dan Pondok Permai termasuk dalam kelompok lingkungan
Bernardus 1. Sementara itu perumahan-perumahan di sebelah kiri jalan raya
seperti: Pondok Sejahtera, Pondok Makmur dan sebagian Pondok Indah termasuk ke
kelompok lingkungan Bernardus 2.
Lingkungan ini
terus berkembang karena kebanyakan guru-guru Katolik yang mengajar di
sekolah-sekolah Strada memilih perumahan-perumahan di Kota Bumi. Dengan
keberadaan guru dan karyawan Strada ini maka lingkungan semakin hidup dan
Friday, September 19, 2014
ROSE: MAWAR TAK BERDURI ITU TELAH PERGI
Matahari
pagi itu beranjak naik, menemui para penghuni bumi dengan menebar pesona bias
cahayanya yang lembut. Tetapi matahari yang terlihat cerah mengitari dunia
sekitar, sepertinya tak sanggup membendung rasa duka yang mendalam. Ya,
kedukaan itu sangat terasa bagi mereka yang pernah berada bersama Mba Rosa,
baik di tempat kerja, lingkungan doa maupun sahabat kenalan lain. Dengan mata penuh sembab, para pelayat yang
mengenal dekat dengannya terus berusaha menatap wajahnya yang kurus dan sudah
kaku itu. “Ia pergi untuk selamanya,”
kata seorang sahabatnya yang ada di sampingku. Ia pergi, karena takdir Tuhan.
Tuhan yang telah dengan caranya tersendiri mengambil dia dari hadapan keluarga
dan sahabat kenalan yang masih mencintai dia.
Seminggu
menjelang kepergiannya, aku membaca status pada BlackBerry: “Tx God masa kritis
sdh terlewati…..” BBnya yang terhubung dengan BBku, membuat aku dengan mudah
mengetahui kondisi terakhir yang dialami lewat status BBnya. Membaca status
BBnya membuat orang-orang yang dekat dengannya menarik nafas lega. Statusnya
terus terpampang pada BBnya, ia telah melewati masa kritis dan sekarang ia
boleh mengalami kelegaan hidup di hadapan Allah.
Sore
itu, ketika hendak mandi, ada telpon masuk ke HPku. “Kringggggg……”Aku mengambil
Hp untuk menerima telpon dari Pak Bruno Tefa. Firasatku agak beda saat
mengangkat HP dan menerima telpon dari Pak Bruno Tefa. “Sudah tahu informasi
tentang Mba Rosa?” tanya Pak Bruno Tefa melalui telpon genggam. “Belum,”
jawabku singkat. “Mba Rosa telah meninggal di Rumah Sakit Siloam-Jakarta pada
Rabu, 17 September 2014, sekitar Pkl.18.30, “ urai Pak Bruno. Lebih lanjut ia
mengatakan bahwa kita kehilangan seorang teman dekat, teman yang selalu peduli
dengan rekan kerja lain.
Setelah
mendengar kematiannya, saya coba untuk mencari foto-foto pada BlackBerryku. Ada
tiga foto yang kudapatkan dan segera saya upload pada Facebook saya sebagai
cara sederhana untuk menginformasikan kepergian Mba Rosa. Banyak teman yang
melihat FBku merasa terbantu dan segera mencari informasi untuk membenarkan
peristiwa kematian itu. Ternyata Mba Rosa telah menghembuskan nafas untuk terakhir kalinya.
Misa
Requiem di rumahnya di Perumahan Dasana-Tangerang, dihadirinya oleh rekan-rekan
dan sahabat-sahabatnya. Romo Barnabas, Pastor Paroki Sta.Helena-Curug, dalam
khotbahnya mengatakan bahwa Ibu Rosalia Widayati begitu tegar dan tabah dalam
menghadapi penderitaan. Lebih jauh
Thursday, September 11, 2014
TUGAS DAN TANTANGAN MEWARTAKAN SABDA
(HUT
ke 2 Paroki Santo Gregorius Agung-Kota Bumi-Tangerang)
Merayakan
ulang tahun ke dua, Paroki Santo Gregorius Agung -Kota Bumi, Tangerang merupakan “ungkapan syukur atas karunia Allah
yang telah dilimpahkan kepada kita.” Hal ini disampaikan oleh
Romo Andrianus Andi Gunardi, Pr dalam kata pembukaan pada misa
kudus peringatan ulang tahun ke 2 Paroki
Santo Gregorius Agung. Romo Andrianus Andi Gunardi bertindak sebagai selebran
utama dalam perayaan Ekaristi meriah itu dan didampingi oleh Romo Sony sebagai
pastor rekan. Dalam perayaan misa yang berlangsung khidmat dan dihadiri oleh ribuan umat, menjadi tanda
persaudaraan yang nampak dalam suka cita
itu. Peringatan ulang tahun paroki yang kedua, Minggu 7 September 2014 ini agak berbeda karena selain ribuan umat yang
hadir tetapi juga turut hadir Bapak Dirjen Bimas Katolik bersama Ibu dan juga
Bapak Stanislaus Lewotoby, Pembimas Katolik, Kanwil Kementerian Agama Provinsi
Banten.
Perayaan HUT ke dua Paroki Santo Gregorius Agung-Kota Bumi-Tangerang |
Dalam
khotbahnya, Romo Andi menekankan pentingnya kehidupan menggereja. “Gereja akan
rusak apabila anggota-anggotanya hidup dalam kebencian, curiga dan iri hati.” Di
dalam keluarga, lingkungan doa dan paroki, perlu dibangun suasana cinta kasih
dan keakraban antara satu dengan yang lain. Menghadirkan kasih dalam seluruh
komunitas dapat menyelesaikan seluruh
permasalahan yang dialami dan dengan demikian bisa memperkuat kehidupan
menggereja, baik di tingkat lingkungan maupun paroki. Perayaan akbar ini diiringi oleh koor yang melantunkan lagu-lagu merdu.
Saturday, September 6, 2014
Kicauan Flo cuma opini biasa
FLORENCE Sihombing, mahasiswa UGM, sudah mendapat sanksi sosial yang sangat berat. Gadis asal Medan ini bahkan sempat dijebloskan ke bui oleh polisi gara-gara kicauannya di media sosial. Flo juga sudah minta maaf berkali-kali.
Lalu, mau apa lagi? Membawa si Flo ke pengadilan untuk dipenjara? Sangat berlebihan kalau sampai begitu. Sri Sultan dan istri pun sudah menemui Flo dan memberikan maaf.
Cukuplah kasus ini menjadi pelajaran buat Flo. Dan kita semua yang biasa bermain di internet, baik itu media sosial, laman (website), blog, email dan sebagainya. Bahwa kicauan yang cuma satu dua kalimat bisa berdampak panjang, sangat serius, bahkan bisa merusak masa depan. Kuliah Flo Sihombing di Jogja bisa terganggu kalau kasus ini diterus-teruskan.
Polisi di Jogja sebaiknya lebih serius menangani kasus pembunuhan wartawan Udin yang sampai sekarang belum jelas. Juga kasus kekerasan benuansa SARA. Kasus korupsi yang merugikan uang rakyat. Kicauan Flo yang suntuk, stres di SPBU, meskipun kata-katanya terasa kasar, blakblakan, sebetulnya bukan prioritas polisi.
Setiap jam, setiap menit, selalu muncul jutaan kicauan di media sosial dan postingan di internet. Dari jutaan konten itu, pasti banyak sekali yang sama kasar atau lebih kasar ketimbang si Flo itu. Apalagi yang pakai akun anonim. Akun-akun atau komentar-komentar anonim memang sengaja dibuat untuk menyerang pihak lain.
Saya justru salut sama Flo karena tidak bersembunyi di balik akun anonim. Wanita 26 tahun ini juga pakai foto asli, apa adanya. Dia degan cepat minta maaf ketika sadar bahwa kicauannya jadi bahan polemik. Beda dengan tabloid Obor Rakyat yang pakai nama penulis dan alamat palsu. Toh, pengelola Obor Rakyat tidak ditahan polisi.
Jujur saja, di era internet ini semakin jarang orang Indonesia yang berani mengkritik pihak lain tanpa berlindung di balik anonimitas.
Para teroris dan calon-calon teroris selalu menggunakan akun anonim untuk melancarkan misinya. Penjahat-penjahat dunia maya juga gentayangan mencari mangsa dengan berbagai tawaran bisnis online. Ini yang harus diatasi polisi unit cyber crime.
Flo Sihombing jelas bukan penjahat cyber. Flo hanya menulis opini. Dan opini tidak bisa diadili! Apalagi suasana kejiwaan Flo saat berkicau di media sosial sedang tidak normal alias bocor halus. Kalau kicauan orang stres, ditanggapi dengan serius, diurusin polisi, bisa kacau negara ini.
Freedom of speech mutlak ada dalam negara demokrasi. Meskipun opini yang disampaikan untuk membuat kita tersinggung atau merasa terhina.
Subscribe to:
Posts (Atom)