Monday, September 29, 2014

MENULIS DARI BALIK JERUJI BESI


 
Orang-orang  terpenjara tidak selamanya terpasung seluruh kebebasannya. Secara fisik, memang mereka terkurung  bertahun-tahun mengikuti putusan hakim. Tetapi bagi mereka yang bergelut dalam dunia tulis-menulis, penjara bagi mereka adalah tempat  yang  baik untuk membuat sebuah refleksi panjang tentang kisah perjalanan hidup atau peristiwa lain untuk ditulis. “Nyanyi Sunyi Seorang Bisu,” sebuah judul buku yang menarik, lahir dari rahim pemikiran sastrawan ternama Indonesia, Pramudya Ananta Toer. Buku ini ditulis ketika ia dibuang dan dipenjara di pulau Buru pada zaman Orde Baru. Tetapi apakah pengalaman ketika dipenjara membuat seluruh aktivitas menulis menjadi terhambat? Ternyata tidak! Ide / gagasan tidak bisa dipenjara oleh siapapun dan karenanya dengan ide / gagasan itu ia boleh menuangkan gagasan-gagasan. Ada juga beberapa buku lain yang dihasilkan dari balik penjara.
Selain itu, kita mengenal Arswendo, seorang sastrawan terkenal. Ia juga mengalami pengalaman pahit di zaman Orde Baru. Arswendo dipenjara juga. Walau dipenjara tetapi seluruh aktivitas menulisnya tidak terpenjara. Banyak karya-karya yang berbobot lahir di balik jeruji besi. Bahkan dia sempat menulis untuk media dengan menggunakan nama samaran. Memang, para narapidana itu banyak yang kreatif di bidangnya. Ada yang fasih berbahasa asing, ada yang pandai menulis dan ada pula bisa membuat karya-karya seni lain.
Setiap hari rabu, ketika saya mengunjungi LAPAS Pemuda Tangerang, saya melihat ada beberapa hal yang menarik terutama karya-karya seni. Ada grup band yang setia mengiringi lagu-lagu rohani ketika terjadi pelaksanaan kegiatan rohani. Banyak di antara mereka fasih berbicara dan bahkan mengusai Kitab Suci (Injil). Beberapa waktu lalu, ketika melakukan kunjungan ke LP Pemuda Tangerang, kami bertemu dengan para narapidana di Gereja Maranatha, yang dijadikan sebagai tempat kegiatan rohani bersama. Tiba-tiba saya disodorkan sebuah buku yang berjudul: “Rangkuman Penuntun Penguasaan Alkitab.” Buku sederhana ini lahir dari tangan “Hendrikus Kia Walen,” putera Adonara yang tersangkut kasus Nazarudin dan juga menyeret nama Antasari, mantan ketua KPK.
Hendrik yang dulunya dikenal sebagai “geng” untuk hal-hal yang berbau kekerasan, tetapi sekarang sudah berbalik arah. Setiap hari dia menggeluti Kitab Suci (Injil) dan melalui sabda itu ia coba untuk mengolah batin dan melihat seluruh perilaku yang dahulu dibuatnya. Terkadang saya bercanda padanya, bahwa ketika masih berada di luar, tidak pernah mengenal kitas suci, apalagi membacanya. Dia menyadari betapa dahsyatnya kekuatan sabda yang bisa membalikan seluruh pengalaman hidupnya. Dalam buku sederhana ini, barangkali dilihat sebagai “konkordansi mini” yang dijadikan penuntun baginya dan juga bagi sahabat-sahabatnya di dalam LP Pemuda itu untuk belajar Kitab Suci (Injil).
Selain itu, Hendrik juga memperkenalkan doa-doa Rosario kepada teman-temannya yang lain. Dia bercerita bahwa ketika teman-temannya mau menghadapi sidang untuk mendengar putusan hakim, ia mengajak mereka untuk berdoa Rosario. Doa Rosario merupakan doa sederhana yang gampang dilakukan oleh siapa saja. Orang-orang yang diajak untuk berdoa pada saat-saat menjelang putusan hakim, bukanlah mereka yang beragama Katolik saja tetapi juga orang-orang dari agama lain. Ketika putusan hakim lebih ringan, tidak sesuai dengan tuntutan jaksa sebelumnya, pada saat itu, mereka teringat akan peran Bunda Maria dalam seluruh proses hidupnya termasuk dalam menentukan putusan hakim. Membaca dan merenungkan kitab suci menjadikan pribadi kita memulai sebuah “daya hening” dan pada akhirnya kita memberikan diri untuk melihat peran Allah di dalam hidup. Hidup, entah di luar penjara atau di dalam penjara bisa memberi makna baru ketika yang bersangkutan bisa memulai babak hidup baru, hidup dalam Roh dan kebenaran. Seperti Hendrik yang memulai membuka diri terhadap Sabda yang membawanya pada titik permenungan diri, ini merupakan ajakan terbuka bagi kita untuk mengakrabi sabda dan Sumber Sabda itu sendiri.***(Valery Kopong)         

No comments: