Thursday, September 25, 2014

DALAM GENGGAMAN SANG BUNDA



Iman  Tumbuh di Bawah  Naungan  Sang Bunda
            Di tangan seorang perempuan, iman itu tumbuh dan berkembang. Seperti dikisahkan pada awal titik sejarah perjumpaan orang-orang Katolik yang tidak lain  adalah masyarakat perantau, orang pertama yang menggerakkan  kehidupan guyup dan doa adalah Ibu Doemeri. Ia adalah seorang ibu yang jeli melihat masyarakat perantau yang masih seiman. Di tangan dialah, orang-orang mulai disadarkan untuk hidup berkelompok, bukan untuk mengalienasi diri  dari “panggung” masyarakat tetapi semakin mempererat hubungan sebagai pengikut Kristus sekaligus memberi kesaksian tentang-Nya.
            Komunitas iman  ini semakin hari mengalami pertumbuhan yang pesat, mirip kehidupan umat perdana. “Adapun kumpulan orang yang telah percaya itu, mereka sehati sejiwa, dan tidak seorang pun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu dari kepunyaannya  adalah kepunyaan  mereka bersama.” (Kis 4 :32). Dalam kehidupan beriman tentunya mereka tidak mempersoalkan  suku dan  asal, seolah-olah melepaskan identitas primordial untuk merasa memiliki Kristus. Dengan menghampakan diri dihadapan-Nya maka gema kekeluargaan dan roh kebersamaan  menjadi perekat yang menyatukan.   
    
Dengan berkembangnya umat dari waktu ke waktu kian bertambah dan hal ini menuntut para pengurus lingkungan untuk mencarikan tempat yang bisa dijadikan sebagai ruang pertemuan sekaligus mengadakan misa atau ibadat bersama. Kerinduan untuk memiliki sebuah aula akhirnya terwujud. Tahun 1990, ada pengurus lingkungan mengadakan pendekatan dengan   pengembang perumahan (developer) dan umat dipinjamkan gedung pemasaran berupa aula yang bisa dijadikan sebagai tempat untuk ibadat ataupun misa. Umat memanfaatkan peluang ini secara maksimal. Ibadat ataupun misa diadakan dua kali sebulan yang jatuh pada hari Sabtu  sore. Apabila Romo Binzler mengunjungi umat tepat di hari Sabtu dalam minggu itu maka diadakan misa. Bila tidak ada kunjungan yang dilakukan oleh Romo Binzler sebagai Pastor Kepala Paroki Santa Maria maka umat mengadakan ibadat sabda. Untuk hari-hari besar keagamaan seperti Natal, juga pernah dirayakan di aula milik pemasaran itu. Menurut informasi yang dihimpun, aula yang sama milik pemasaran, tidak hanya digunakan untuk ibadat atau misa tetapi juga digunakan untuk kegiatan belajar bagi anak-anak TK Maria Mediatrix.  
            Di tempat inilah umat perantau berhenti sejenak untuk berkumpul sambil membangun simpul-simpul kehidupan  iman.  Komunitas beriman yang singgah sebentar  di Maria Mediatrix bukanlah suatu kebetulan. Bagi  manusia, awal munculnya Gereja ini adalah suatu kebetulan tetapi bagi Allah tidak ada yang kebetulan. Seperti Bunda  Maria yang selalu membuka diri dan menerima tawaran Allah, “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah  pada-Ku menurut perkataan-Mu.” Maria dalam sepanjang sejarah hidupnya selalu membuka diri pada keselamatan manusia. Tanggapan  terhadap tawaran Allah ini jauh di luar dugaan dan apa yang akan terjadi nanti terhadap dirinya, tidak diketahui secara pasti.
            Kurang lebih 4 tahun lamanya umat yang sebelumnya terpencar di Kota Bumi melaksanakan seluruh aktivitas religius di tempat yang dipinjamkan oleh developer. Tempat yang dipinjamkan ini memiliki nilai sejarah yang unik. Seperti Yesus yang meninggal dan dikuburkan pada kubur batu pinjaman, demikian umat perantau memanjatkan doa dan ekaristi di aula yang tidak lain adalah pinjaman juga. Dari kubur batu pinjaman, tempat jenazah Yesus disemayamkan,  Allah membangkitkan-Nya dari alam  maut. Dunia digemparkan dengan peristiwa menghebohkan, kebangkitan Yesus dari alam  maut. Dari aula pinjaman ini pula, Allah yang sama membangkitkan iman umat dan menengadahkan diri untuk menatap masa depan yang lebih pasti. Yesus yang  telah  bangkit dari alam maut, membangkitkan pula semangat iman umat yang tengah berziarah.
            Keberadaan lingkungan  ini tidak terlepas dari Paroki Santa Maria Tangerang. Jumlah umat yang minim ini tidak lalu diabaikan oleh pihak paroki terutama perhatian pastor paroki. Romo Bin yang saat itu menjabat sebagai pastor paroki, memberikan respons positif terhadap seluruh aktivitas yang dilakukan oleh lingkungan yang tergolong  masih sepi ini. Sebulan sekali pastor paroki mempersembahkan  ekaristi bagi umat di lingkungan Bernadus. Sebenarnya misa bulanan ini dilakukan sebagai usaha untuk meredam pengeluaran biaya transportasi bagi umat yang  rata-rata berasal  dari ekonomi lemah karena sebelumnya, umat di lingkungan Bernadus harus mengeluarkan biaya transportasi apabila mau ke Gereja Santa Maria. Dengan misa bulanan  ini maka terjadi penghematan secara  ekonomis  namun  menambah  kekayaan dari sisi rohani.
            Misa bulanan ini dilakukan di aula milik developer yang waktu itu dijadikan sebagai tempat belajar dan bermain bagi TK Maria Mediatrix. Karena perkembangan umat semakin hari semakin bertambah maka tahun 1993, pelayanan ekaristi dilaksanakan di sekolah Maria Mediatrix dengan menempati beberapa ruangan. Apakah komunitas iman yang telah sekian tahun dibentuk dengan pengorbanan berhenti di Maria Mediatrix? Bunda Maria hanyalah pengantara yang mengantarkan umatnya pada Bapa melalui Puteranya Yesus Kristus. Bunda Maria terus memberikan pendampingan kepada anak-anaknya yang setia memangku kerinduan dan berharap untuk suatu saat memadahkan nama Tuhan di tempat yang layak.
Semua umat yang telah terbentuk dalam  paguyuban iman, mungkin bertanya-tanya dalam hatinya. Ke mana arah gerak perjalanan Gereja yang sudah dimulai ini? Pertanyaan ini wajar terkuak di permukaan hidup karena merujuk pada keberadaan sebuah Gereja yang mau tidak mau harus memiliki sarana yang baik, terutama gedung gereja yang bisa dijadikan sebagai pusat kegiatan religius dan pertemuan antarumat yang seiman. Apa yang menjadi kerinduan besar umat yang mau memiliki sebuah gedung, nyatanya sedang digeluti oleh sang gembala. Romo Bin sebagai gembala begitu jeli melihat apa yang menjadi kerinduan besar dari hati domba-dombanya. Romo Binzler berperan seperti Musa yang mengembalakan umat Israel keluar dari Mesir melewati Laut Merah dan mengembara di padang gurun selama 40 tahun sebelum mencapai Kanaan, tanah terjanji. Sebagai Israel baru, umat di wilayah Bernadus dihantar oleh Romo Binzler, melewati “jalan raya” menuju  ke Gedung Serba Guna untuk mengembara dalam proses pematangan iman.*** (Valery Kopong) Bagian kedua


0 komentar: