Kurikulum 2013
menjadi sebuah tantangan baru bagi para tenaga pendidik. Menyadari
betapa pentingnya dunia pendidikan dan
tuntutan akan kehadiran kurikulum 2013 maka Bimas Katolik-Kanwil Kementerian
Agama Provinsi Banten berupaya untuk memberdayakan guru-guru Agama Katolik
dengan mengadakan pelatihan kurikulum 2013. Proses pelatihan kurikulum dengan
mengusung tema “Penyelenggaraan Kegiatan
Pengembangan Mutu Guru PAK,” dibuka
secara resmi oleh Pjs. Kakanwil Kementerian Agama Provinsi Banten, Bpk. H.Subhi
dan didampingi oleh Bapak Pembimas Katolik Banten, Bapak Stanislaus Lewotoby. Dalam arahan pembukaannya, Bapak Subhi
mengatakan bahwa dilihat dari sisi demografi, Indonesia menempati posisi
penting yakni memiliki usia remaja dengan jumlah yang cukup besar yang bisa
dijadikan aset dalam kancah dunia.
Friday, October 31, 2014
Tuesday, October 7, 2014
MERINTIS ‘JALAN MISKIN’
Oleh: Valery Kopong*
Malam semakin larut dan
keheningan perlahan turun mencium bumi Pasar Kemis-Tangerang-Banten. Tepat
pukul 21.30 malam, kami tiba di rumah sang pengacara itu, setelah lama
menunggunya karena baru tiba dari luar kota. Memang, kesibukan telah melingkupi
kehidupan pria berdarah Batak itu. Di selah-selah kesibukan dan boleh dikatakan
bahwa hampir tidak ada waktu senggang baginya, tetapi ia masih menyempatkan
diri menerima kami untuk
mewawancarainya.
“Selamat
malam,” sapa Pak Johnson Panjaitan S.H, kepada kami yang bertandang ke
rumahnya. wawancara kami dengannya, sepertinya
berlangsung secara alamiah dan non formal. Kami diterima dalam suasana
kekeluargaan dan langsung diajak untuk mengambil bagian pada santap malam. Sambil menikmati hidangan yang telah
disediakan keluarga Pak Johnson, obrolan pun terus mengalir. Pertama-tama ia
menyatakan keprihatinan terhadap situasi negara yang sedang carut-marut. “Tidak
lama lagi harga barang-barang kebutuhan mulai naik disertai dengan kenaikan BBM.
Memang, tahun 2011 merupakan tahun keprihatinan bersama atas seluruh situasi
yang terjadi di negeri ini,” keluh Pak Johnson.
Johnson Panjaitan |
Sering
sekali wajah Pak Johnson Panjaitan tampil di televisi. Tetapi siapakah dia yang
begitu berani menyuarakan keprihatinan masyarakat, terutama dalam bidang hukum?
Pak Johnson adalah seorang Sekjen Asosiasi Advokat Indonesia. Sebagai seorang
pengacara, ia dikenal akrab dengan permasalahan yang bersinggungan langsung
dengan hukum. Menjadi pengacara bukanlah cita-citanya. Cita-cita awal Pak
Johnson adalah mau menjadi Jaksa Agung. Tetapi kenyataan berbicara lain, ia
bahkan lebih membaurkan hidupnya dalam pusaran persoalan yang dihadapi oleh
bangsa ini. Selain sebagai Sekjen Asosiasi Advokat Indonesia, ia juga sebagai
penasihat hukum “Indonesia Police wacth”
(Lembaga Pengamat Polri), sebuah LSM yang memantau seluruh gerak perjalanan
Polri sekaligus memberikan kritik terhadap lembaga yang mempunyai peran strategis
ini.
Monday, October 6, 2014
UNGKAPAN TULUS KELUARGA DALAM DOA
Judul:
Keluarga Berdoa
Penulis : Wilhelmus David
Penerbit:
Orbit Media-Tangerang, 2013
ISBN:
978-602-17548-2-5
Mengisi hari-hari hidup dengan berdoa
merupakan impian setiap orang beriman. Bagi masyarakat kota yang penuh dengan
kesibukan, berdoa dengan menghadirkan seluruh anggota keluarga pada setiap hari menjadi sebuah tantangan tersendiri. Doa bersama menjadi bentuk penyerahan secara
utuh seluruh anggpta keluarga dan karenya
perlu dipersiapkan secara matang. Menjalani hidup dan kehidupan di atas “rel
waktu” dan didera oleh kesibukan yang
berkepanjangan maka biasanya doa bersama dengan menghadirkan seluruh anggota
keluarga seringkali tidak berjalan secara baik.
“Keluarga Berdoa” merupakan buku
sederhana yang bisa menghantar keluarga-keluarga
Katolik memasuki ruang sunyi untuk
berdoa secara baik. Buku ini menjadi panduan penting bagi keluarga Katolik
untuk mengungkapkan ujud-ujud khusus di malam hari dan dilengkapi dengan
Rosario keluarga. Dengan memetakan ujud-ujud doa pada malam yang berbeda,
penulis membantu kita untuk memahami secara jeli dan memaknai hari-hari yang
dilewati. Ujud doa keluarga pada malam
minggu: mohon kekuatan iman, malam senin: mohon keberhasilan dalam pekerjaan,
malam selasa: mohon ketabahan dalam menghadapi cobaan, malam rabu: mohon
kerukunan dan perdamaian dalam keluarga, malam kamis: mohon campur tangan Tuhan
dalam masalah, malam Jumat: Bersama-sama mengatasi masalah keluarga, malam
Sabtu: bersyukur atas berkat Tuhan kepada keluargaku.
Friday, October 3, 2014
IDUL ADHA: KISAH KURBAN YANG TAK PERNAH SELESAI
Ketika ngobrol bersama dengan anak-anakku di suatu
sore menjelang Idul Kurban, mereka bertanya pada saya. “Pak, Om Eko tetangga
kita itu sudah beli satu ekor domba untuk dijadikan kurban pada Idul Adha
nanti. Kapan kita beli kambing kurban , pak?” tanya mereka dengan penuh rasa
ingin tahu. Pertanyaan mereka sederhana tetapi kalau ditelusuri lebih jauh,
butuh waktu panjang untuk memberikan penjelasan
dari aspek historis-biblis. Dengan nada santai, saya coba memberikan
jawaban untuk meyakinkan mereka terhadap domba / hewan kurban dan apa makna di
balik itu.
Sebenarnya kita
(orang Katolik) bisa mengadakan / menghadirkan
kembali kisah penyembelihan anak domba. Kalau seperti Om Eko yang
muslim, mereka mengenangkan kembali Ibrahim yang mau mengorbankan Ismail
anaknya sebagai kurban. Ujian dari Allah terhadap Ibrahim ini tidak terlaksana dan sebagai gantinya adalah mengurbankan
domba.
Orang-orang Katolik juga mestinya menghidupkan kenangan
itu yakni peristiwa Abraham
mempersembahkan Ishak puteranya. Sebenarnya kita sama-sama menyembelih anak domba untuk
mengenangkan Ishak (versi Kristen) dan Ismail (versi Islam). Hanya kita yang
Katolik tidak perlu mengorbankan hewan sebagai bentuk persembahan kepada Allah karena
Kristus telah menjadi kurban utama untuk menebus manusia.
Thursday, October 2, 2014
MEMAHAMI MULTIKULTURALISME
Tanggal
2-5 September 2014, bertempat di hotel
Millenium-Kebon Sirih-Jakarta Pusat, dilangsungkan pertemuan para penyuluh
agama PNS seluruh Indonesia. Pertemuan
ini digagas oleh Pusat Kerukunan
Umat Beragama. Selama kurang lebih 4
hari, para peserta diberi pemahaman tentang wawasan multikulturalisme dari
bebeberapa nara sumber yang dihadirkan. Pertemuan nasional ini dibuka oleh
ketua PKUB Bapak Mubarok. Dalam sambutan dan pengarahannya, ia menekankan
tentang pentingnya menerima perbedaan
orang lain sebagai bekal utama dalam membangun budaya toleransi. Perbedaan yang
dialami dalam masyarakat Indonesia adalah sebuah pemberian atau sesuatu yang
“terberi” dan hal ini tidak bisa terelakan lagi dalam pergaulan hidup
sehari-hari, kita terus menemukan perbedaan. Dia mengharapkan agar para
penyuluh sebagai ujung tombak di lapangan harus belajar memahami perbedaan dan
sekaligus sebagai figur yang bisa merangkul orang-orang dalam membangun
kerukunan.
Tuesday, September 30, 2014
PELATIHAN PENGEMBANGAN KURIKULUM 2013
Kurikulum 2013 menjadi sebuah tantangan baru bagi para tenaga pendidik. Menyadari betapa pentingnya dunia pendidikan dan tuntutan akan kehadiran kurikulum 2013 maka Bimas Katolik-Kanwil Kementerian Agama Provinsi Banten berupaya untuk memberdayakan guru-guru Agama Katolik dengan mengadakan pelatihan kurikulum 2013. Proses pelatihan kurikulum dengan mengusung tema “Penyelenggaraan Kegiatan Pengembangan Mutu Guru PAK,” dibuka secara resmi oleh Pjs. Kakanwil Kementerian Agama Provinsi Banten, Bpk. H.Subhi dan didampingi oleh Bapak Pembimas Katolik Banten, Bapak Stanislaus Lewotoby. Dalam arahan pembukaannya, Bapak Subhi mengatakan bahwa dilihat dari sisi demografi, Indonesia menempati posisi penting yakni memiliki usia remaja dengan jumlah yang cukup besar yang bisa dijadikan aset dalam kancah dunia.
Untuk menghadapi gerakan “Indonesia emas” pada
beberapa tahun ke depan, persoalan demografi menjadi sebuah tantangan berat.
Apabila jumlah usia produktif ini dikelola secara baik maka akan membawa
kontribusi besar untuk bangsa dan apabila tidak dikelola secara baik maka akan
membawa malapetaka bagi bangsa sendiri. Dalam proses pengelolaan sumber daya
manusia ini tidak hanya didukung oleh ilmu pengetahuan saja tetapi juga ditopang
oleh nilai-nilai keagamaan. “Banyak orang pintar di Indonesia. Lihat saja
orang-orang yang ditangkap KPK karena korupsi, mereka bukanlah orang yang bodoh
tetapi mereka adalah orang-orang pintar,” ujar Bapak Subhi di sela-sela
sambutan pembukaan acara pengembangan mutu guru Agama Katolik.
Monday, September 29, 2014
MENULIS DARI BALIK JERUJI BESI
Orang-orang terpenjara tidak selamanya terpasung seluruh
kebebasannya. Secara fisik, memang mereka terkurung bertahun-tahun mengikuti putusan hakim.
Tetapi bagi mereka yang bergelut dalam dunia tulis-menulis, penjara bagi mereka
adalah tempat yang baik untuk membuat sebuah refleksi panjang
tentang kisah perjalanan hidup atau peristiwa lain untuk ditulis. “Nyanyi Sunyi
Seorang Bisu,” sebuah judul buku yang menarik, lahir dari rahim pemikiran
sastrawan ternama Indonesia, Pramudya Ananta Toer. Buku ini ditulis ketika ia
dibuang dan dipenjara di pulau Buru pada zaman Orde Baru. Tetapi apakah
pengalaman ketika dipenjara membuat seluruh aktivitas menulis menjadi
terhambat? Ternyata tidak! Ide / gagasan tidak bisa dipenjara oleh siapapun dan
karenanya dengan ide / gagasan itu ia boleh menuangkan gagasan-gagasan. Ada juga
beberapa buku lain yang dihasilkan dari balik penjara.
Selain
itu, kita mengenal Arswendo, seorang sastrawan terkenal. Ia juga mengalami
pengalaman pahit di zaman Orde Baru. Arswendo dipenjara juga. Walau dipenjara
tetapi seluruh aktivitas menulisnya tidak terpenjara. Banyak karya-karya yang
berbobot lahir di balik jeruji besi. Bahkan dia sempat menulis untuk media
dengan menggunakan nama samaran. Memang, para narapidana itu banyak yang kreatif
di bidangnya. Ada yang fasih berbahasa asing, ada yang pandai menulis dan ada
pula bisa membuat karya-karya seni lain.
Friday, September 26, 2014
SISTEM NOKEN DAN PEMILUKADA MELALUI DPRD
Oleh:
Valery Kopong*
KETIKA desakan
masyarakat dan asosiasi kepala daerah untuk
mengembalikan mandat rakyat
dengan mendukung pemilukada secara langsung, ternyata tidak menuai
hasil. Melalui rapat sidang paripurna
DPR yang berlangsung alot, pada akhirnya memutuskan melalui voting dan memenangkan pemilukada melalui DPRD. Seperti
dugaan-dugaan yang muncul dalam kaitan dengan wacana pemilukada melalui DPRD,
bahwa gagasan ini merupakan ekses dari kekecewaan partai koalisi merah-putih
yang kalah dalam pertarungan pilpres. Partai koalisi merah-putih berdalih bahwa
pemilukada secara langsung menyisahkan begitu banyak problem, seperti masalah
konflik sosial,beban biaya yang dikeluarkan oleh para petarung dalam pemilukada
dan pada akhirnya berdampak pada korupsi yang melibatkan begitu banyak kepala
daerah.
Apakah dalih seperti ini menjadi sebuah rujukan ampuh
untuk meminimalisir segala problem yang sedang terjadi? Alasan-alasan yang
dikemukakan oleh koalisi merah-putih bisa diterima tetapi bukan berarti secara
serta merta mengembalikan pola pemilihan ke ruang DPRD. Karena mestinya yang
dikeluhkan adalah persoalan klasik maka anggota DPR yang cerdas mesti membuat sistem
teknis yang memberi kemungkinan dalam meminimalisir segala ekses yang terjadi
pada pemilukada secara langsung.
Pengamat politik LIPI, Ikrar Nusa Bakti dalam dialog di
Metro TV pada kamis sore, 25/9/2014 ketika menanggapi pendapat Martin Hutabarat
mengatakan bahwa kalau persoalan korupsi yang dijadikan alasan maka anggota DPR/DPRD
juga perlu dibenah. Karena masalah korupsi tidak hanya melibatkan kepala daerah
yang merupakan produk dari pemilukada langsung tetapi juga anggota DPR/DPRD juga banyak
tersandung dengan masalah korupsi. Apakah nantinya DPR/DPRD dipilih langsung
oleh Presiden untuk menekan angka korupsi? Tanggapan dari peneliti senior LIPI
ini sangat menggelitik publik untuk melihat persoalan RUU pilkada melalui DPRD
secara jernih karena kurang mengedepankan kepentingan masyarakat.
Thursday, September 25, 2014
MEMIMPIN DENGAN HATI
Tangan Dingin
Romo Binzler
“Tanpa Romo
Binzler, Gregorius tak mungkin seperti
ini.” Inilah kata-kata yang diungkapkan secara spontan oleh salah seorang umat yang cukup tahu
sejarah perjalanan umat Gregorius. Romo
Binzler, yang dikenal sebagai romo pembangun, memberikan perhatian yang seimbang kepada umat yang digembalakannya. Konsentrasi
perhatiannya tidak hanya berpusat di Santa Maria sebagai pusat paroki tetapi
juga perlu adanya pengembangan stasi-stasi
di bawah naungan Santa Maria.
Stasi
St. Gregorius mendapat perhatian yang serius dari Romo Bin sebagai Pastor
Kepala Paroki Santa Maria. Beliau tidak hanya memberikan pelayanan dalam bidang rohani saja tetapi juga
membangun gedung serba guna yang
digunakan untuk perayaan ekaristi dan kegiatan religius lainnya. Gedung Serba
Guna (GSG) yang dibangun oleh Romo dilihat sebagai ruang terbuka, yang di satu
sisi digunakan untuk kegiatan religius tetapi di sisi lain, GSG masih membuka
peluang bagi masyarakat sekitar untuk melakukan olah raga terutama bulu tangkis.
Keberadaan
GSG ini memang tidak menimbulkan reaksi
berlebihan dari warga tetapi diakui bahwa ada gejolak dari
kelompok-kelompok tertentu. Melihat hal itu maka langkah-langkah pendekatan ke
masyarakat gencar dilakukan untuk memberikan pemahaman yang positif tentang
pendirian SGS tersebut. Selain itu pula, Romo Bin meminta beberapa pemuda asal
Ende-Flores untuk menjaga keamanan lingkungan. Beberapa tahun lamanya, sejak
zaman Romo Bin sampai dengan masa kepemimpinan Bapak Lastiyo sebagai ketua
dewan stasi, beberapa pemuda ini masih menetap di lingkungan GSG. Namun ketika terjadi renovasi gedung gereja
Santo Gregorius, beberapa pemuda ini diminta untuk keluar dari lingkungan
Gereja.
DALAM GENGGAMAN SANG BUNDA
Iman Tumbuh di Bawah Naungan Sang Bunda
Di
tangan seorang perempuan, iman itu tumbuh dan berkembang. Seperti dikisahkan
pada awal titik sejarah perjumpaan orang-orang Katolik yang tidak lain adalah masyarakat perantau, orang pertama
yang menggerakkan kehidupan guyup dan
doa adalah Ibu Doemeri. Ia adalah seorang ibu yang jeli melihat masyarakat
perantau yang masih seiman. Di tangan dialah, orang-orang mulai disadarkan
untuk hidup berkelompok, bukan untuk mengalienasi diri dari “panggung” masyarakat tetapi semakin
mempererat hubungan sebagai pengikut Kristus sekaligus memberi kesaksian
tentang-Nya.
Komunitas
iman ini semakin hari mengalami
pertumbuhan yang pesat, mirip kehidupan umat perdana. “Adapun kumpulan orang
yang telah percaya itu, mereka sehati sejiwa, dan tidak seorang pun yang
berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala
sesuatu dari kepunyaannya adalah kepunyaan mereka bersama.” (Kis 4 :32). Dalam kehidupan
beriman tentunya mereka tidak mempersoalkan
suku dan asal, seolah-olah
melepaskan identitas primordial untuk merasa memiliki Kristus. Dengan
menghampakan diri dihadapan-Nya maka gema kekeluargaan dan roh kebersamaan menjadi perekat yang menyatukan.
Subscribe to:
Posts (Atom)