Beberapa
tahun yang lalu, di kalangan umat katolik beredar tulisan-tulisan yang
menyoroti kehidupan doa keluarga. Sorotan terhadap kehidupan keluarga karena sampai saat ini masih terdapat
pemilahan yang tidak proporsional antara ranah hiburan dan doa. Dua hal ini
menampilkan kesenjangan yang berarti. Terhadap persoalan yang mengemuka ini
menggiring kita untuk bertanya lebih jauh. Mengapa umat kristiani saat ini
sulit meluangkan waktu untuk bertemu
Tuhan lewat untaian doa? Atau mengapa doa yang dilakukan kurang intensif bahkan
porsi waktu yang disediakan sangat sedikit?
Melihat pengalaman hidup harian,
kecenderungan yang kuat dan selalu menggoda yakni setiap orang sepertinya
“terpanggil” menjadi penonton yang pasif terhadap acara-acara yang ditayangkan
di TV. Suguhan acara tentu menarik dan memiliki daya magnetis sehingga mudah
memberi ruang tontonan daripada masuk ke dalam ruang sunyi. Ruang sunyi yang
menawarkan keheningan seakan kalah di hadapan ranah hiburan bahkan sunyi itu
sendiri menawarkan rasa takut bila berada dalam kesunyian doa. Doa dalam
konteks tertentu “tidak bernyawa” lagi karena dipengaruhi oleh kecenderungan
untuk terlibat dalam gebiyarnya kehidupan metropolitan.