Friday, November 17, 2017

Lahir dari Gereja



Bait Allah adalah tempat suci orang Yahudi pada zaman lampau. Seluruh kegiatan hidup mereka umumnya terpusat pada Bait Allah. Kehidupan religius, sosial, ekonomi dan politik dibicarakan di tempat suci ini. Walaupun Bait Allah merupakan tempat suci tetapi tidak berarti yang dibicarakan adalah kitab suci saja melainkan seluruh aspek kehidupan manusia.  Kumpulan manusia yang selalu memadati tempat-tempat suci seperti Bait Allah pada zaman dulu, tidak dilihat sebagai onggokan manusia saja tetapi dilihat sebagai pangsa pasar yang sangat bagus bagi para pelaku bisnis.
Karena itu tidak mengherankan bahwa di area yang suci ada banyak tempat yang dijadikan sebagai tempat untuk berdagang pelbagai barang kebutuhan hidup. Ketika pedagang menjadikan tempat suci sebagai sentra transaksi, membuat Yesus marah dan bahkan membanting meja-meja yang dijadikan sebagai tempat jualan. Memang Yesus marah karena manusia sudah menyalahgunakan tempat (rumah Bapa) sebagai tempat berjual-beli. Yesus ingin membersihkan area bisnis dari transaksi jual-beli dan menjadikan  Bait Allah sebagai tempat bagi umat untuk membangun relasi dengan Allah. Relasi dengan Allah hanya dibangun dalam suasana sunyi dan sepi tanpa harus diganggu dengan tawaran-tawaran dari pedagang.
Para pedagang memang orang-orang yang jeli melihat situasi terutama kapan manusia membentuk kerumunan. Ketika ada keramaian dan kerumunan manusia, momentum itu dimanfaatkan oleh para pedagang untuk menjual dagangannya. Apakah rumah-rumah ibadah yang ada saat ini masih menjaga agar tidak diserbu oleh para pedagang? Kalau kita melihat kondisi yang ada sekarang, rumah-rumah ibadah tidak hanya mementingkan kehidupan religus saja tetapi juga mengembangkan sentra ekonomi. Ada banyak rumah ibadah yang memiliki kantin yang menjual bahan kebutuhan yang bisa dijual. Harus diakui bahwa kekuatan-kekuatan ekonomi bermula dari rumah ibadah. Sebagai contoh, gereja-gereja Katolik saat ini tidak murni menjadikan tempat itu hanya untuk kegiatan rohani saja tetapi juga pengembangan ekonomi. Ada kantin, ada toko rohani dan juga ada pusat pelatihan yang bisa menghasilkan manusia-manusia produktif.   
Banyak gagasan terutama menyangkut ekonomi, lahir dari lingkungan gereja dan memberikan banyak manfaat bagi seluruh umat. Sebagai contoh sederhana, banyak koperasi digagas oleh imam Katolik dan lahir dalam lingkungan gereja. Koperasi Madani juga lahir dari lingkungan gereja Katolik.
Mengapa gereja-gereja Katolik begitu getol untuk melahirkan koperasi? Koperasi merupakan sumber pengembangan ekonomi yang lahir dari umat (masyarakat sebagai anggota).  Dengan adanya koperasi ini umat semakin memiliki  koperasi itu dengan meminjam serta mengembangkannya modal dalam berwirausaha.
Namun dari aspek pewartaan,  dengan adanya koperasi menjadi sarana pewartaan yang paling baik dan memungkinkan orang-orang Katolik bersentuhan langsung dengan orang-orang dari latar belakang suku, agama dan ras yang berbeda. Koperasi menjadi wadah perekat antara satu dengan yang lain tanpa ada sekat pembeda. Koperasi menjadi titik temu yang paling ampuh untuk berdialog dan membicarakan persoalan ekonomi yang masih mengalami kesenjangan. Hanya dalam koperasi, seolah-olah para anggotanya menanggalkan identitas primordial dan memfokuskan diri pada persoalan kesejahteraan dengan koperasi sebagai jembatan utama.
Menyadari pentingnya kehadiran koperasi ini, beberapa waktu lalu pihak Keuskupan Agung Jakarta mengundang para pengelola koperasi gereja untuk berkumpul. Apa yang dilakukan oleh para awam yang mengelola koperasi merupakan bentuk lain dari kerasulan yang tulus dan selalu menebarkan cinta kasih. Koperasi menjadi penggerak utama bagi orang yang mau berbuat baik.***(Valery Kopong) 








No comments: