Thursday, May 28, 2015

K-13

Pemberlakuan Kurikuluk 2013 yang berjalan beberapa bulan, mendapat sorotan dari Menteri pendidikan dan kebudayaan tingkat dasar, Anies Baswedan. Dia menilai bahwa Kurikulum 2013 tidak bisa diberlakukan secara serentak tetapi beberapa sekolah yang ditunjuk oleh pemerintah yang bisa menerapkan Kurikulum 2013. Tetapi menjadi persoalan besar di sini adalah, bagaimana dengan sekolah-sekolah yang sudah memberlakukan Kurikulum 2013 dan dilengkapi dengan perangkatnya?  
Penundaan Kurikulum 2013 dan hanya diberlakukan di beberapa sekolah, membawa kabar gembira bagi guru-guru yang berada di pelosok tanah air. Banyak beranggapan bahwa Kurikulum 2013 membebankan guru-guru dan menyita banyak waktu bagi anak-anak didik. Reaksi spontan ini mencirikan bahwa penerapan kurikulum ini tidak disertai dengan persiapan yang matang, terutama guru sebagai pelaku utama dalam menghidupkan Kurikulum 2013. Hal lain yang bisa dikatakan adalah bahwa pemberlakuan Kurikulum 2013 tidak bisa diserentakkan di seluruh Indonesia, apalagi perbedaan fasilitas  dan pendukung dunia pendidikan di setiap wilayah  sangatlah berbeda.  
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Rasyid Baswedan menggelar pertemuan dengan tim evaluasi Kurikulum 2013 (K-13), Rabu (3/12) pagi. Pertemuan itu menyimpulkan  K-13 tidak akan diterapkan di semua sekolah sebagaimana rencana awal, melainkan dibatasi kepada sekolah-sekolah yang sudah siap saja. Mendikbud akan menyaring kesiapan sekolah berdasarkan sejumlah kriteria. Untuk sekolah-sekolah yang belum siap, mendikbud mengizinkan kembali kepada Kurikulum 2006. "Menteri minta supaya kita mengembangkan bagaimana kriteria siap untuk sekolah-sekolah yang akan melaksanakan Kurikulum 2013 karena opsinya melanjutkan tapi selektif, sambil membenahi," kata Ketua Tim Evaluasi K-13 Prof. Suyanto di Jakarta.(www. beritasatu.com).
Kalau melihat pergantian kurikulum di Indonesia, sepertinya tidak ada kurikulum yang membatasi materi dan menargetkan hasil dari proses pembelajaran itu. Tetapi yang ada adalah, memberikan muatan pelajaran secara berlebihan dan pelajaran yang semestinya membantu proses pembelajaran, malah dijadikan sebagai ekrakurikuler. ICT dihapus dalam K13 itu fatal karena anak-anak tidak hanya dididik menggunakan ICT tapi yang lebih penting bisa membuat program dan menciptakan software. K13 bisa berakibat kita tak akan mengenal pencipta program atau software seperti Zainuddin Nafarin yang menciptakan antivirus Smadav sejak di kelas 2 SMAN di Palangkaraya dan Arrival Dwi Santoso yang menciptakan perangkat antivirus waktu di kelas 2 SMP.
Semua kurikulum, apa pun namanya, yang pernah berlaku di Indonesia belum menyentuh aspek krusial dari kehidupan manusia. Kalau menilik pada sekolah-sekolah di negara-negara maju, muatan utama bukan terletak pada berapa banyaknya materi yang disediakan pada kurikulum tersebut tetapi yang terpenting adalah bagaimana setiap pelajaran yang diberlakukan itu membantu setiap siswa/i untuk berkreasi dan menciptakan sesuatu untuk kemajuan bangsa. Lihat saja Singapura, sebuah negara industri yang selalu menekankan mata pelajaran fisika karena hasil pembelajaran itu sangat dibutuhkan untuk perkembangan industri. Atau Thailand yang bergerak dalam bidang pertanian, selalu memfokuskan pendidikan pada aspek pertanian yang mendukung kemajuan dunia pertanian.
Apa yang difokuskan oleh dunia pendidikan di Indonesia? Pertanian, industri atau kemaritiman yang difokuskan Indonesia? Indonesia masih ribut mempersoalkan pemberlakuan Kurikulum 13 (K-13) dan ini menandakan bahwa aspek penting dari pembentukan ilmu pengetahuan yang mengarah pada dunia kerja, belum terarah. Mestinya, Indonesia menentukan bidang mana yang harus digeluti oleh negara ini maka dengan mudah bisa menentukan kurikulum yang berpihak pada bidang yang menjadi prioritas capaian negeri ini.***(Valery Kopong)        



No comments: