Yesus mendekati mereka [kesebelas murid-Nya] dan berkata: “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Matius 28:18-20)
Magisterium adalah Wewenang Kuasa mengajar Gereja. Dasar Magisterium adalah sebagai berikut :
“Adapun tugas menafsirkan secara otentik Sabda Allah yang tertulis atau diturunkan itu, dipercayakan hanya kepada Wewenang Mengajar Gereja yang hidup, yang kewibawaannya dilaksanakan alas nama Yesus Kristus” (DV 10). (KGK 85)
Kaum beriman mengenangkan perkataan Kristus kepada para Rasul: “Barang siapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku”
(Luk 10:16) dan menerima dengan rela ajaran dan petunjuk yang diberikan
para gembala kepada mereka dalam berbagai macam bentuk. (KGK 87)
Wewenang Mengajar Gereja menggunakan
secara penuh otoritas yang diterimanya dari Kristus, apabila ia
mendefinisikan dogma-dogma, artinya apabila dalam satu bentuk yang
mewajibkan umat Kristen dalam iman dan yang tidak dapat ditarik kembali,
ia mengajukan kebenaran-kebenaran yang tercantum di dalam wahyu ilahi
atau secara mutlak berhubungan dengan kebenaran-kebenaran demikian. (KGK 88)
Tugas untuk menjelaskan Sabda Allah secara mengikat, hanya di serahkan kepada Wewenang Mengajar Gereja, kepada Paus dan kepada para Uskup yang bersatu dengannya dalam satu paguyuban. (KGK 100)
Bersama para imam, rekan sekerjanya, para Uskup
mempunyai “tugas utama… mewartakan Injil Allah kepada semua orang” (PO
4), seperti yang diperintahkan Tuhan Bdk. Mrk 16:15.. Mereka adalah
“pewarta iman, yang mengantarkan murid-murid baru kepada Kristus dan
mereka pengajar yang otentik atau mengemban kewibawaan Kristus” (LG 25).
(KGK 888)
Untuk memelihara Gereja dalam kemurnian iman yang
diwariskan oleh para Rasul, maka Kristus yang adalah kebenaran itu
sendiri, menghendaki agar Gereja-Nya mengambil bagian dalam sifat-Nya
sendiri yang tidak dapat keliru. Dengan “cita rasa iman yang
adikodrati”, Umat Allah memegang teguh iman dan tidak
menghilangkannya di bawah bimbingan Wewenang Mengajar Gereja yang hidup Bdk. LG12;DV 10. (KGK 889)
Perutusan Wewenang Mengajar berkaitan dengan sifat definitif perjanjian, yang Allah adakan di dalam Kristus dengan Umat-Nya. Wewenang Mengajar
itu harus melindungi umat terhadap kekeliruan dan kelemahan iman dan
menjamin baginya kemungkinan obyektif, untuk mengakui iman asli, bebas
dari kekeliruan. Tugas pastoral Wewenang Mengajar ialah
menjaga agar Umat Allah tetap bertahan dalam kebenaran yang
membebaskan. Untuk memenuhi pelayanan ini Kristus telah menganugerahkan
kepada para gembala karisma “tidak dapat sesat” [infallibilitas] dalam
masalah-masalah iman dan susila. Karisma ini dapat dilaksanakan dengan
berbagai macam cara: (KGK 890)
“Ciri tidak dapat sesat itu ada pada Imam Agung di
Roma, kepala dewan para Uskup, berdasarkan tugas beliau, bila selaku
gembala dan guru tertinggi segenap umat beriman, yang meneguhkan
saudara-saudara beliau dalam iman, menetapkan ajaran tentang iman atau
kesusilaan dengan tindakan definitif… Sifat tidak dapat sesat, yang
dijanjikan kepada Gereja, ada pula pada Badan para Uskup, bila
melaksanakan wewenang tertinggi untuk mengajar bersama dengan pengganti
Petrus” (LG 25) terutama dalam konsili ekumenis Bdk. Konsili Vatikan 1:
DS 3074.. Apabila Gereja melalui Wewenang Mengajar tertingginya
“menyampaikan sesuatu untuk diimani sebagai diwahyukan oleh Allah” (DV
10) dan sebagai ajaran Kristus, maka umat beriman harus “menerima
ketetapan-ketetapan itu dengan ketaatan iman” (LG 25). Infallibilitas
ini sama luasnya seperti warisan wahyu ilahi Bdk. LG 25. (KGK 891)
Bantuan ilahi juga dianugerahkan kepada
pengganti-pengganti para Rasul, yang mengajarkan dalam persekutuan
dengan pengganti Petrus, dan terutama kepada Uskup Roma, gembala seluruh
Gereja, apabila mereka, walaupun tidak memberikan ketetapan-ketetapan
kebal salah dan tidak menyatakannya secara definitif, tetapi dalam
pelaksanaan Wewenang Mengajarnya yang biasa mengemukakan satu ajaran,
yang dapat memberi pengertian yang lebih baik mengenai wahyu dalam
masalah-masalah iman dan susila. Umat beriman harus mematuhi
ajaran-ajaran otentik ini dengan: “kepatuhan kehendak dan akal budi yang
suci” (LG 25), yang walaupun berbeda dengan persetujuan iman, namun
mendukungnya. (KGK 892)
Sumber :
Iman Katolik – Magisterium.
Katolisitas – Magisterium, Apakah Itu.
Katolisitas – Tingkat Pengajaran Magisterium.
Katolisitas – Ajaran Bapa Gereja berbeda dengan Ajaran Magisterium.
Iman Katolik – Magisterium.
Katolisitas – Magisterium, Apakah Itu.
Katolisitas – Tingkat Pengajaran Magisterium.
Katolisitas – Ajaran Bapa Gereja berbeda dengan Ajaran Magisterium.
0 komentar:
Post a Comment