Susunan kitab-kitab Perjanjian Baru
dalam naskah-naskah kuno, tidak selalu sama. Sebagai missal, Codex Bezae, satu
dari naskah-naskah yang terkenal, menurun susunan Matius, Yohanes, Lukas dan
Markus. Tetapi bagaimanapun, dalam semua naskah Perjanjian Baru, Matius selalu
mendapat tempat yang pertama. Hal ini bukanlah karena Matius merupakan buku
yang pertama ditulis. Sebab beberapa surat Paulus ditulis empat puluh tahun
sebelum Injil Matius. Biar begitu, Injil Matius selalu muncul sebagai yang
pertama karena Matius merupakan jembatan penghubung Perjanjian Lama dengan
Perjanjian Baru. Matius mempersatukan kedua perjanjian itu. Matius melihat
Yesus pemenuhan harapan bangsa Yahudi dan pemenuhan janji Allah kepada
umat-Nya.
Dalam
Matius, sebutan Anak Daud untuk Yesus lebih sering dari pada dalam Injil-Injil
yang lain, juga kalau ketiga Injil yang lain dikumpul bersama (Mat 1:1; 9:27;
12:23; 15:22; 20:30.31;21:9.15). Dalam Markus dan Lukas, Yesus tegas-tegas
disebut Anak Daud hanya pada peristiwa
penyembuhan orang buta (Mrk 10: 47-48; Luk 18:38-39). Dalam Yohanes, Yesus tak
pernah tegas-tegas disebut Anak Daud.
Supaya
tahu persis kekhasan Matius itu, kita harus membaca ceritera keempat penulis
Injil tentang Yesus memasuki Yerusalem
(Mat 21: 1-9; Mrk 11:1-10; Luk 19: 28-38; Yoh 12: 12-19). Dari keempat versi
ceritera itu, hanya dalam versi Matius, Yesus disebut Anak Daud.
Markus
memberikan gambaran yang paling manusiawi
tentang Yesus karena itu tepat kalau dipakai lambang manusia. Lukas memberikan
gambaran Yesus sebagai kurban silih
dosa-dosa seluruh dunia. Ide ini rupanya tepat dilambangkan dengan lembu,
binatang kurban. Rajawali biasanya terbang lebih tinggi dari burung-burung yang
lain dan dikatakan rajawali merupakan satu-satunya makhluk hidup yang dapat
menantang matahari tanpa menjadi silau. Karena itu rajawali tepat sekali
melambangkan Yohanes yang adalah seorang pemikir terbesar di antara para
penulis Injil. Singa adalah Singa Yuda, gelar untuk Mesiah. Justeru Matius
melihat Yesus sebagai Mesiah, singa Yuda, Anak Daud.
Jelaslah
bahwa perlambangan yang dikemukakan di atas, termasuk Matius yang dilambangkan
oleh manusia itu, adalah sesuatu yang khas Yahudi. Untuk seorang Yunani,
menyebut Yesus sebagai “Anak Daud” tidaklah akan punya arti apa-apa, karena ia
tidak mengenal siapa itu Daud atau apa artinya ungkapan Anak Daud. Matius
seorang Yahudi dan berbicara kepada orang Yahudi. Kitab Injilnya dengan tepat
sekali menjembatani Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
Matius
memperkenalkan Yesus kepada orang Yahudi sebagai Mesiah yang telah lama mereka
nanti-nantikan tetapi yang tak berhasil mereka kenal ketika Ia datang di antara
mereka. Satu-satunya jalan yang ditempuh
Matius untuk meyakinkan orang Yahudi supaya menerima Yesus sebagai Mesiah ialah
dengan menunjukkan bahwa Yesus memenuhi
ramalan-ramalan para nabi. Karena itu kalimat: “Hal itu terjadi supaya
genaplah yang difirmankan Tuhan oleh Nabi, “ merupakan kalimat yang biasa dan
khas Matius dan sudah dapat ditemukan sejak bab yang pertama
(Mat 1:22; 2:15-17.23; 4:14; 8:17; 12:17; 13:35; 21:4; 26:56; 27:9).
Benar
juga bahwa kadang-kadang Matius menggunakan ramalan dengan cara yang tidak lagi
dapat dipergunakan pada jaman ini. Misalnya, dalam Mat 2:15 ada kalimat: “Dari
Mesir Kupanggil AnakKu.” Kalimat ini dipakai sebagai ramalan untuk pengungsian
Yesus, Maria dan Yusuf ke tanah Mesir. Kalimat itu dikutip dari Hos 11:1. Kalau
ditambah dengan ayat 2, lengkapnya berbunyi sebagai berikut: “Ketika Israel masih muda, Kukasihi dia dan
dari Mesir Kupanggil AnakKu itu. Makin Kupanggil mereka, makin pergi mereka
dari hadapanKu; mereka mempersembahkan korban kepada Baal, dan membakar kurban
kepada patung-patung.”
Dalam
Hosea, kalimat yang dikutip itu adalah satu pernyataan sejarah yang telah
silam. Bahwa Allah membebaskan Israel dari perhambaan Mesir, bahwa Israel tidak
tahu berterima kasih atas karya Allah itu dan tidak taat kepada Allah yang
telah menyelamatkan mereka. Hanya karena ada kata-kata: Mesir, memanggil dan
Anak, Matius mengambil teks Hosea itu sebagai satu ramalan.
Benar
bahwa kita tak dapat memberikan pembuktian seperti di atas. Tetapi bukan itu
soalnya. Cara pembuktian semacam itu justeru merupakan cara yang dipakai
seorang Rabbi Yahudi dan betul-betul
dapat meyakinkan seorang Yahudi. Kutipan itu ditulis bukan untuk
meyakinkan seorang Skotlandia abad duapuluh tetapi untuk seorang Yahudi di abad
pertama.
Demikian,
Matius berusaha memperlihatkan Yesus sebagai pemenuhan harapan dan impian
bangsa Yahudi. Dan cara yang dipakai Matius ialah memberikan bukti bahwa dalam
diri Yesus ramalan-ramalah Kitab Suci (Perjanjian Lama) terpenuhi.
Bagaimanapun, menurut Matius, Yesus tidak cuma tokoh pemenuhan ramalan-ramalan,
bukan Cuma seorang Yesus Yahudi. Yesus lebih lagi. James Moffat dalam buku
Introduction to the Literature of the New Testament mengemukakan tiga kelebihan
Yesus seperti yang dilihat Matius.
- Pada awal Injil ini (Mat 1:21)
dikatakan: “Engkau akan menamakan Dia Yesus karena Dialah yang akan
menyelamatkan umatNya dari dosa mereka.” Pada Yudaisme jaman dahulu,
seseorang akan diselamatkan karena ia seorang Yahudi. Tetapi sekarang,
seseorang diselamatkan bukan karena ia seorang Yahudi, tetapi karena ia
beriman kepada Yesus Kristus. Keselamatn bukan lagi merupakan hasil atau
akibat kebangsaan tetapi hasil dari iman. Inilah sebenarnya arti yang
diungkapkan oleh kutipan di atas, yaitu bahwa Gereja adalah Israel baru,
Israel Allah (Gal 6:16). Semua janji yang pernah menjadi milik khusus
Israel, kini menjadi milik siapa saja yang percaya kepada Kristus.
- Kepada orang-orang Farisi yang
mengancamNya karena murid-murid memetik gandum pada hari Sabat (melanggar
peraturan Sabat), Yesus dengan tegas menjawab: “Aku berkata kepadamu: di
sini ada yang melebihi Bait Allah” (Mat 12:6). Bagi orang Yahudi, di dunia
ini tak ada yang lebih suci dari bait Allah; tak ada tempat di dunia ini
di mana manusia merasa lebih dekat dengan Tuhan daripada dalam Kenisah.
Tetapi Yesus melebihi semuanya. Bukan lagi dalam Kenisah, tetapi justeru
dalam Yesuslah Tuhan berada paling dekat dengan semua manusia.
- Khotbah di Bukit merupakan inti
ajaran baru Yesus Kristus dan melebihi ajaran-ajaran Hukum Taurat lama: “Kamu telah mendengar yang
difirmankan tetapi Aku berkata kepadamu….” (Mat 5:17. 21.27.31.33.38.43).
untuk orang Yahudi, Taurat benar-benar merupakan suara Allah. Tetapi dalam Yesus Kristus, suara Allah
dinyatakan dengan satu wewenang yang malah melampaui Hukum Taurat.
Bagi Matius, Yesus bukan cuma
pemenuhan dari Yudaisme; Yesus melebihi semua yang pernah diimpikan oleh
Yudaisme. Dalam Yesus keselamatan Allah datang
bukan hanya kepada satu bangsa, tetapi kepada bangsa manusia seluruhnya.
Dalam Yesus, Allah menjadi lebih dekat dengan manusia; lebih dekat dari
kehadiran-Nya dalam tempat yang paling suci manapun yang pernah dikenal oleh
Perjanjian Lama.
Matius mendapat tempat pertama dalam
Perjanjian Baru karena dua hal. Matius mengikat erat Perjanjian Baru dengan
Perjanjian Lama. Bruce Metzger dalam Introduction to the Apocrypha (hal.151)
menulis: “Dari permulaan harus dikatakan bahwa Perjanjian Lama sangat
diperlukan untuk memperoleh satu pengertian yang tepat tentang Perjanjian Baru.
Semua penulis Perjanjian Baru mengandaikan Perjanjian Lama dan sejarah Israel
sebagai dasar. Gereja adalah pewaris Perjanjian Lama sehingga ia menyebut
dirinya Israel Allah.”
Injil Matius merupakan bukti bahwa
kita tak dapat begitu saja membuang atau menyingkirkan Perjanjian Lama, karena
Perjanjian Baru justeru lahir dari Perjanjian Lama. Matius mengungkapkan lebih dari itu. Baginya
Yesus bukan cuma pemenuhan
harapan-harapan orang Yahudi; tetapi adalah tokoh dalam siapa Allah membuat
sesuatu yang sama sekali baru. Matius adalah jembatan penghubung, adalah Injil
yang secara unik menggandeng-tangankan yang lama dengan yang baru.
0 komentar:
Post a Comment