Monday, February 13, 2017

INJIL MATIUS (JEMBATAN PENGHUBUNG)

Susunan kitab-kitab Perjanjian Baru dalam naskah-naskah kuno, tidak selalu sama. Sebagai missal, Codex Bezae, satu dari naskah-naskah yang terkenal, menurun susunan Matius, Yohanes, Lukas dan Markus. Tetapi bagaimanapun, dalam semua naskah Perjanjian Baru, Matius selalu mendapat tempat yang pertama. Hal ini bukanlah karena Matius merupakan buku yang pertama ditulis. Sebab beberapa surat Paulus ditulis empat puluh tahun sebelum Injil Matius. Biar begitu, Injil Matius selalu muncul sebagai yang pertama karena Matius merupakan jembatan penghubung Perjanjian Lama dengan Perjanjian Baru. Matius mempersatukan kedua perjanjian itu. Matius melihat Yesus pemenuhan harapan bangsa Yahudi dan pemenuhan janji Allah kepada umat-Nya.
                Dalam Matius, sebutan Anak Daud untuk Yesus lebih sering dari pada dalam Injil-Injil yang lain, juga kalau ketiga Injil yang lain dikumpul bersama (Mat 1:1; 9:27; 12:23; 15:22; 20:30.31;21:9.15). Dalam Markus dan Lukas, Yesus tegas-tegas disebut Anak Daud  hanya pada peristiwa penyembuhan orang buta (Mrk 10: 47-48; Luk 18:38-39). Dalam Yohanes, Yesus tak pernah tegas-tegas disebut Anak Daud.
                Supaya tahu persis kekhasan Matius itu, kita harus membaca ceritera keempat penulis Injil tentang Yesus memasuki  Yerusalem (Mat 21: 1-9; Mrk 11:1-10; Luk 19: 28-38; Yoh 12: 12-19). Dari keempat versi ceritera itu, hanya dalam versi Matius, Yesus disebut Anak Daud.
               
Sudah sejak awal sejarah Gereja, keempat makhluk hidup (singa, lembu, manusia dan rajawali) yang disebut dalam Why 4:7 dipakai  sebagai lambang keempat Injil. Pasangan antara Injil dengan keempat binatang itu ternyata bervariasi. Menurut Ireneus misalnya: manusia  untuk Matius, rajawali untuk Markus, lembu untuk Lukas  dan singa untuk Yohanes. Menurut Victorinus, manusia maksudnya Matius, singa untuk Markus, lembu untuk Lukas dan rajawali untuk Yohanes. Pasangan yang  paling umum diakui dan yang kemudian menjadi standar ialah seperti yang diajukan oleh Agustinus. Menurut Agustinus, singa adalah lambang untuk Matius, manusia untuk Markus, lembu untuk Lukas dan rajawali untuk Yohanes.
                Markus memberikan gambaran yang paling  manusiawi tentang Yesus karena itu tepat kalau dipakai lambang manusia. Lukas memberikan gambaran  Yesus sebagai kurban silih dosa-dosa seluruh dunia. Ide ini rupanya tepat dilambangkan dengan lembu, binatang kurban. Rajawali biasanya  terbang lebih tinggi dari burung-burung yang lain dan dikatakan rajawali merupakan satu-satunya makhluk hidup yang dapat menantang matahari tanpa menjadi silau. Karena itu rajawali tepat sekali melambangkan Yohanes yang adalah seorang pemikir terbesar di antara para penulis Injil. Singa adalah Singa Yuda, gelar untuk Mesiah. Justeru Matius melihat Yesus sebagai Mesiah, singa Yuda, Anak Daud.
                Jelaslah bahwa perlambangan yang dikemukakan di atas, termasuk Matius yang dilambangkan oleh manusia itu, adalah sesuatu yang khas Yahudi. Untuk seorang Yunani, menyebut Yesus sebagai “Anak Daud” tidaklah akan punya arti apa-apa, karena ia tidak mengenal siapa itu Daud atau apa artinya ungkapan Anak Daud. Matius seorang Yahudi dan berbicara kepada orang Yahudi. Kitab Injilnya dengan tepat sekali menjembatani Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
                Matius memperkenalkan Yesus kepada orang Yahudi sebagai Mesiah yang telah lama mereka nanti-nantikan tetapi yang tak berhasil mereka kenal ketika Ia datang di antara mereka. Satu-satunya  jalan yang ditempuh Matius untuk meyakinkan orang Yahudi supaya menerima Yesus sebagai Mesiah ialah dengan menunjukkan bahwa Yesus memenuhi  ramalan-ramalan para nabi. Karena itu kalimat: “Hal itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh Nabi, “ merupakan kalimat yang biasa dan khas Matius dan sudah dapat ditemukan sejak bab yang  pertama  (Mat 1:22; 2:15-17.23; 4:14; 8:17; 12:17; 13:35; 21:4; 26:56; 27:9).
                Benar juga bahwa kadang-kadang Matius menggunakan ramalan dengan cara yang tidak lagi dapat dipergunakan pada jaman ini. Misalnya, dalam Mat 2:15 ada kalimat: “Dari Mesir Kupanggil AnakKu.” Kalimat ini dipakai sebagai ramalan untuk pengungsian Yesus, Maria dan Yusuf ke tanah Mesir. Kalimat itu dikutip dari Hos 11:1. Kalau ditambah dengan ayat 2, lengkapnya berbunyi sebagai berikut:  “Ketika Israel masih muda, Kukasihi dia dan dari Mesir Kupanggil AnakKu itu. Makin Kupanggil mereka, makin pergi mereka dari hadapanKu; mereka mempersembahkan korban kepada Baal, dan membakar kurban kepada patung-patung.”
                Dalam Hosea, kalimat yang dikutip itu adalah satu pernyataan sejarah yang telah silam. Bahwa Allah membebaskan Israel dari perhambaan Mesir, bahwa Israel tidak tahu berterima kasih atas karya Allah itu dan tidak taat kepada Allah yang telah menyelamatkan mereka. Hanya karena ada kata-kata: Mesir, memanggil dan Anak, Matius mengambil teks Hosea itu sebagai satu ramalan.
                Benar bahwa kita tak dapat memberikan pembuktian seperti di atas. Tetapi bukan itu soalnya. Cara pembuktian semacam itu justeru merupakan cara yang dipakai seorang Rabbi Yahudi dan betul-betul  dapat meyakinkan seorang Yahudi. Kutipan itu ditulis bukan untuk meyakinkan seorang Skotlandia abad duapuluh tetapi untuk seorang Yahudi di abad pertama. 
                Demikian, Matius berusaha memperlihatkan Yesus sebagai pemenuhan harapan dan impian bangsa Yahudi. Dan cara yang dipakai Matius ialah memberikan bukti bahwa dalam diri Yesus ramalan-ramalah Kitab Suci (Perjanjian Lama) terpenuhi. Bagaimanapun, menurut Matius, Yesus tidak cuma tokoh pemenuhan ramalan-ramalan, bukan Cuma seorang Yesus Yahudi. Yesus lebih lagi. James Moffat dalam buku Introduction to the Literature of the New Testament mengemukakan tiga kelebihan Yesus seperti yang dilihat Matius.
  1. Pada awal Injil ini (Mat 1:21) dikatakan: “Engkau akan menamakan Dia Yesus karena Dialah yang akan menyelamatkan umatNya dari dosa mereka.” Pada Yudaisme jaman dahulu, seseorang akan diselamatkan karena ia seorang Yahudi. Tetapi sekarang, seseorang diselamatkan bukan karena ia seorang Yahudi, tetapi karena ia beriman kepada Yesus Kristus. Keselamatn bukan lagi merupakan hasil atau akibat kebangsaan tetapi hasil dari iman. Inilah sebenarnya arti yang diungkapkan oleh kutipan di atas, yaitu bahwa Gereja adalah Israel baru, Israel Allah (Gal 6:16). Semua janji yang pernah menjadi milik khusus Israel, kini menjadi milik siapa saja yang percaya kepada Kristus.
  2. Kepada orang-orang Farisi yang mengancamNya karena murid-murid memetik gandum pada hari Sabat (melanggar peraturan Sabat), Yesus dengan tegas menjawab: “Aku berkata kepadamu: di sini ada yang melebihi Bait Allah” (Mat 12:6). Bagi orang Yahudi, di dunia ini tak ada yang lebih suci dari bait Allah; tak ada tempat di dunia ini di mana manusia merasa lebih dekat dengan Tuhan daripada dalam Kenisah. Tetapi Yesus melebihi semuanya. Bukan lagi dalam Kenisah, tetapi justeru dalam Yesuslah Tuhan berada paling dekat dengan semua manusia.
  3. Khotbah di Bukit merupakan inti ajaran baru Yesus Kristus dan melebihi ajaran-ajaran Hukum Taurat  lama: “Kamu telah mendengar yang difirmankan tetapi Aku berkata kepadamu….” (Mat 5:17. 21.27.31.33.38.43). untuk orang Yahudi, Taurat benar-benar merupakan suara Allah.  Tetapi dalam Yesus Kristus, suara Allah dinyatakan dengan satu wewenang yang malah melampaui Hukum Taurat.
Bagi Matius, Yesus bukan cuma pemenuhan dari Yudaisme; Yesus melebihi semua yang pernah diimpikan oleh Yudaisme. Dalam Yesus keselamatan Allah datang  bukan hanya kepada satu bangsa, tetapi kepada bangsa manusia seluruhnya. Dalam Yesus, Allah menjadi lebih dekat dengan manusia; lebih dekat dari kehadiran-Nya dalam tempat yang paling suci manapun yang pernah dikenal oleh Perjanjian Lama.
Matius mendapat tempat pertama dalam Perjanjian Baru karena dua hal. Matius mengikat erat Perjanjian Baru dengan Perjanjian Lama. Bruce Metzger dalam Introduction to the Apocrypha (hal.151) menulis: “Dari permulaan harus dikatakan bahwa Perjanjian Lama sangat diperlukan untuk memperoleh satu pengertian yang tepat tentang Perjanjian Baru. Semua penulis Perjanjian Baru mengandaikan Perjanjian Lama dan sejarah Israel sebagai dasar. Gereja adalah pewaris Perjanjian Lama sehingga ia menyebut dirinya Israel Allah.”
Injil Matius merupakan bukti bahwa kita tak dapat begitu saja membuang atau menyingkirkan Perjanjian Lama, karena Perjanjian Baru justeru lahir dari Perjanjian Lama.  Matius mengungkapkan lebih dari itu. Baginya Yesus bukan  cuma pemenuhan harapan-harapan orang Yahudi; tetapi adalah tokoh dalam siapa Allah membuat sesuatu yang sama sekali baru. Matius adalah jembatan penghubung, adalah Injil yang secara unik menggandeng-tangankan yang lama dengan yang baru.






0 komentar: