
Satu
kenyataan lain lagi, Matius dan Lukas pada umumnya mengikuti susunan kejadian
atau peristiwa yang dilaporkan Markus. Kadang-kadang, baik Matius maupun Lukas
menyimpang dari susunan Markus; tetapi tentang peristiwa hidup Yesus, keduanya
tak pernah bersama-sama menyimpang dari Markus. Salah satu dari keduanya pasti
selalu mengikuti Markus; malah lebih sering keduanya sama-sama mengikuti
Markus.
Kedua,
Penyaksian Papias, Uskup Hierapolis-Phrygis Selatan pada awal abad kedua.
Papias mengumpulkan banyak informasi tentang Injil-Injil. Ia mengatakan bahwa
Injil Markus sebenarnya adalah bahan khotbah Petrus. Selanjutnya Uskup itu
mengatakan bahwa Markus adalah “penterjemah Petrus.” Markus dengan teliti
mencatat khotbah yang disampaikan Petrus.
Satu
hal lain lagi. Dalam Markus kta seakan-akan mendengar kembali suara Yesus.
Markus mempunyai suatu kebiasaan yang tidak ada pada penulis-penulis Injil yang
lain, yaitu menulis ucapan-ucapan Yesus dalam bahasa aslinya, bahasa Aram.
Hanya Markus yang menceritakan bahwa Yesus berkata kepada gadis yang mati itu:
“Talita kum” (Mrk 5:41). Demikian juga dengan “Efata” ketika Yesus menyembuhkan
telinga orang tuli (Mrk 7:34) dan kata “Abba” dalam lingkungan keluarga Yahudi
biasa dipergunakan oleh seorang anak untuk menyapa ayahnya. Ketika menceritakan
peristiwa-peristiwa semacam itu, Petrus seakan-akan mendengar kembali suara
Tuhan; lalu ia menyelipkan ke dalam ceritera-ceriteranya itu kata-kata Aram
yang diucapkan Yesus.
Markus
menulis ceritera-ceriteranya dengan cara yang amat sederhana, mendekati gaya
seorang anak kecil. Ada tiga hal yang amat menyolok:
a). Dari segi tatabahasa, ceritera-ceritera
Markus mengambil bentuk ceritera masa kini, ceritera-ceriteranya seakan-akan
sedang berlangsung sekarang dan bukannya pada masa yang telah lalu. Bentuk itu
jelas sekali dalam bahasa Yunani. Dalam teks Yunani ada 151 bentuk semacam itu.
b). Markus senang sekali menggunakan kata “dan”
(bahasa Yunani: Kai, diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dengan et dan bahasa
Indonesia dengan: dan, kemudian, maka, lalu). Lihat misalnya Mrk 3.
c). Markus juga suka menggunakan kata “segera.”
Dengan kata ini ceritera-ceritera yang disajikan Markus bukannya berjalan
tenang tetapi seakan-akan berlari-lari, satu menyusul yang lain.
Di depan dikatakan bahwa Injil Markus adalah
Injil yang pertama kali ditulis dan bahwa Markus berpikir sederhana. Karena itu
dalam Injil Markus ada banyak hal yang harus diperbaiki oleh penginjil lain.
Kita ambil sebagai missal, Mrk 6:5 tentang peristiwa Yesus ditolak oleh orang
sekampungnya Nazareth. Di sana tertulis: “Ia tidak mengadakan satu mukjizatpun
di sana, kecuali menyembuhkan beberapa orang sakit dengan meletakkan tanganNya
di atas mereka” (Teks Latin: non poterat facere, Ia tidak dapat membuat). Matius 13:58 tentang peristiwa yang
sama telah menulis sebagai berikut: “Dan karena ketidakpercayaan mereka, tidak
banyak mujizat yang diadakanNya di situ” (Teks Latin: non fecit, Ia tidak membuat). Matius sengaja mengubah Markus,
karena menurut Matius Yesus bukannya tidak sanggup tetapi sengaja tidak membuat
mujizat karena ketertutupan orang Nazaret.
Dalam
ceritera tentang pemuda yang kaya, Markus mengutip pertanyaan si pemuda dan
jawaban Yesus sebagai berikut: “Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk
memperoleh kehidupan yang kekal?” Jawab Yesus: “Mengapa kau katakana AKu baik?
Tak seorangpun yang baik selain dari Allah saja” (Mrk 10:17-18). Matius tidak suka dengan
dialog semacam itu. Ia mengubah jawaban Yesus: “Apa sebabnya engkau bertanya
kepadaKu tentang apa yang baik? Hanya satu yang baik” (Mat 19:17). Markus
tidak terlalu memperhitungkan aspek teologis dari penolakan
Yesus bahwa diriNya baik. Matius justeru merasa cemas lalu mengubah jawaban
Yesus itu.
Contoh
lain, ceritera tentang permintaan kedua anak Zebedeus, Yakobus dan Yohanes
untuk mendapat tempat yang utama dalam kemuliaan Yesus. Menurut Markus, kedua
murid itu sendiri yang menghadap Yesus dan menyampaikan keinginan mereka (Mrk
10: 35-36). Menurut Matius ibu merekalah yang datang meminta pada Yesus (Matius
20:20). Matius melindungi keduanya dari tuduhan ambisi pribadi.
Begitu
bagusnya cara Markus, sampai A. B. Bruce mengatakan: “Dengan Injil Markus kita
dapat berada paling dekat dengan kepribadian manusiawi Yesus yang sebenarnya,
dalam semua keaslian dan daya yang ada dalam diriNya. Orang yang mau melihat
Yesus sejarah (Yesus historis), harus pertama-tama membuka Markus.”
Pada
awal tulisan ini dikatakan bahwa Markus mungkin amat bergantung pada khotbah Petrus. Tetapi sumber
Markus rupanya lebih luas lagi. Keluarga Markus justeru berada di pusat
kegiatan Gereja mula. Dari kisah Para Rasul menjadi jelas bahwa rumah ibu
Markus adalah pusat kegiatan Gereja karena ke sanalah Petrus pergi ketika ia
dilepaskan dari penjara (Kis 12:12). Nah, bukan sama sekali tidak mungkin bahwa
dalam rumah inilah (rumah ibu Markus), Yesus merayakan Perjamuan Malam
Terakhir. Hal ini rupanya ada hubungannya dengan sebuah ceritera yang aneh
dalam Mrk 14:51-52. Di sana diceriterakan bahwa pada peristiwa Yesus ditangkap,
seorang pemuda yang hanya memakai sehelai kain linen melarikan diri dengan
telanjang. Mengapa ceritera yang aneh
dan tidak relevan itu dimasukkan ke dalam Injil ini? Mungkin karena pemuda itu
adalah Markus sendiri yang rumahnya menjadi tempat Perjamuan Malam Terakhir.
Ceritera singkat ini dapatlah dianggap sebagai ‘tanda tangan’ Markus untuk
Injilnya.
Satu
hal lain lagi. Markus menetapkan satu pola tertentu untuk hidup Yesus: sebuah
drama yang terdiri dari empat babak. Babak pertama, babak persiapan (Mrk
1:1-20) yang terdiri dari pembaptisan Yesus, pencobaan di padang gurun dan
panggilan murid-murid yang pertama. Babak kedua adalah babak konflik yang
panjang (Mrk 1:21-13:37). Babak ketiga, babak tragedy penderitan dan salib (Mrk
14:1-15:47) dan terakhir, babak kemenangan kebangkitan (Mrk 16). Drama empat
babak itu – persiapan – konflik – tragedy dan kemenangan- hanya terdapat dalam
Markus.
Sebagai
yang terakhir dapat dicatat lagi satu kekhasan Markus. Beberapa terjemahan
menutup Injil Markus dengan 16:8. Dan Mrk 16:9-19 dianggap bukan bahagian dari
Injil yang asli. Kalau betul demikian, maka Injil Markus ditutup dengan
tiba-tiba, kalau tidak mau dikatakan ditutup dengan cukup ‘kasar.’ Sekarang
orang lebih menerima bahwa Injil Markus tidak berakhir pada ayat 8 itu. Mungkin saja bahwa setelah
Matius dan Lukas mengambil Markus untuk Injil mereka, untuk suatu waktu yang
cukup lama Injil Markus sendiri begitu tidak dihiraukan sampai akhirnya bagian
penutup dari satu-satunya naskah yang masih ada juga ikut hilang. Kita harus
bersyukur karena Injil Markus - Injil
yang paling hidup itu – tetap terpelihara meski hampir saja hilang. Kalau mau
membaca Kitab Suci Perjanjian Baru, kita harus mulai dengan Markus karena di
dalam Injil ini kita berada paling dekat dengan Yesus historis. Duduk dan
bacalah seluruh Injil Markus dan perhatikan lagi panorama hidup Yesus Kristus
dalam empat babak itu.
Terbanyak ahli Kitab Suci mengakui kedua hal
penting berikut yang menyangkut Injil Markus. Pertama, Injil Markus merupakan
Injil yang pertama ditulis dan sekaligus menjadi dasar untuk Matius dan Lukas.
Dari 678 ayat yang ada dalam Markus, hampir semuanya ada dalam Matius dan lebih
dari separuh ada dalam Lukas. Hanya kira-kira 30 ayat yang tidak terdapat, baik
dalam Lukas maupun dalam Matius. Ini menunjukkan bahwa Markus adalah Injil yang
pertama ditulis. Matius dan Lukas menggunakannya sebagai dasar untuk Injil
mereka.
Satu
kenyataan lain lagi, Matius dan Lukas pada umumnya mengikuti susunan kejadian
atau peristiwa yang dilaporkan Markus. Kadang-kadang, baik Matius maupun Lukas
menyimpang dari susunan Markus; tetapi tentang peristiwa hidup Yesus, keduanya
tak pernah bersama-sama menyimpang dari Markus. Salah satu dari keduanya pasti
selalu mengikuti Markus; malah lebih sering keduanya sama-sama mengikuti
Markus.
Kedua,
Penyaksian Papias, Uskup Hierapolis-Phrygis Selatan pada awal abad kedua.
Papias mengumpulkan banyak informasi tentang Injil-Injil. Ia mengatakan bahwa
Injil Markus sebenarnya adalah bahan khotbah Petrus. Selanjutnya Uskup itu
mengatakan bahwa Markus adalah “penterjemah Petrus.” Markus dengan teliti
mencatat khotbah yang disampaikan Petrus.
Kalau
benar demikian, maka Markus dekat sekali dengan saksi mata hidup Yesus. Dalam
Markus ada detail-detail tertentu yang betul hidup, yang seakan-akan merupakan
kenangan seseorang yang sendiri mengalami atau menyaksikan peristiwa-peristiwa
itu. Misalnya: dalam cerita angin rebut di danau, hanya Markus yang mengatakan
bahwa Yesus “sedang tidur di buritan” perahu (Mrk 4:38). Juga hanya Markus yang
menceritakan bahwa ketika Yesus melihat pemuda yang kaya, Ia menaruh kasih
kepadanya” (Mrk 10:21). Dalam cerita
tentang Yesus dan anak-anak kecil, hanya Markus yang melaporkan bahwa Yesus
mengambil seorang anak kecil dan kemudian memeluknya (Mrk 9:36; 10:16). Bila
membaca Markus kita seakan-akan selalu harus siap sedia untuk menyaksikan
hal-hal kecil yang hanya ditulis oleh Markus.
Satu
hal lain lagi. Dalam Markus kta seakan-akan mendengar kembali suara Yesus.
Markus mempunyai suatu kebiasaan yang tidak ada pada penulis-penulis Injil yang
lain, yaitu menulis ucapan-ucapan Yesus dalam bahasa aslinya, bahasa Aram.
Hanya Markus yang menceritakan bahwa Yesus berkata kepada gadis yang mati itu:
“Talita kum” (Mrk 5:41). Demikian juga dengan “Efata” ketika Yesus menyembuhkan
telinga orang tuli (Mrk 7:34) dan kata “Abba” dalam lingkungan keluarga Yahudi
biasa dipergunakan oleh seorang anak untuk menyapa ayahnya. Ketika menceritakan
peristiwa-peristiwa semacam itu, Petrus seakan-akan mendengar kembali suara
Tuhan; lalu ia menyelipkan ke dalam ceritera-ceriteranya itu kata-kata Aram
yang diucapkan Yesus.
Markus
menulis ceritera-ceriteranya dengan cara yang amat sederhana, mendekati gaya
seorang anak kecil. Ada tiga hal yang amat menyolok:
a). Dari segi tatabahasa, ceritera-ceritera
Markus mengambil bentuk ceritera masa kini, ceritera-ceriteranya seakan-akan
sedang berlangsung sekarang dan bukannya pada masa yang telah lalu. Bentuk itu
jelas sekali dalam bahasa Yunani. Dalam teks Yunani ada 151 bentuk semacam itu.
b). Markus senang sekali menggunakan kata “dan”
(bahasa Yunani: Kai, diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dengan et dan bahasa
Indonesia dengan: dan, kemudian, maka, lalu). Lihat misalnya Mrk 3.
c). Markus juga suka menggunakan kata “segera.”
Dengan kata ini ceritera-ceritera yang disajikan Markus bukannya berjalan
tenang tetapi seakan-akan berlari-lari, satu menyusul yang lain.
Di depan dikatakan bahwa Injil Markus adalah
Injil yang pertama kali ditulis dan bahwa Markus berpikir sederhana. Karena itu
dalam Injil Markus ada banyak hal yang harus diperbaiki oleh penginjil lain.
Kita ambil sebagai missal, Mrk 6:5 tentang peristiwa Yesus ditolak oleh orang
sekampungnya Nazareth. Di sana tertulis: “Ia tidak mengadakan satu mukjizatpun
di sana, kecuali menyembuhkan beberapa orang sakit dengan meletakkan tanganNya
di atas mereka” (Teks Latin: non poterat facere, Ia tidak dapat membuat). Matius 13:58 tentang peristiwa yang
sama telah menulis sebagai berikut: “Dan karena ketidakpercayaan mereka, tidak
banyak mujizat yang diadakanNya di situ” (Teks Latin: non fecit, Ia tidak membuat). Matius sengaja mengubah Markus,
karena menurut Matius Yesus bukannya tidak sanggup tetapi sengaja tidak membuat
mujizat karena ketertutupan orang Nazaret.
Dalam
ceritera tentang pemuda yang kaya, Markus mengutip pertanyaan si pemuda dan
jawaban Yesus sebagai berikut: “Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk
memperoleh kehidupan yang kekal?” Jawab Yesus: “Mengapa kau katakana AKu baik?
Tak seorangpun yang baik selain dari Allah saja” (Mrk 10:17-18). Matius tidak suka dengan
dialog semacam itu. Ia mengubah jawaban Yesus: “Apa sebabnya engkau bertanya
kepadaKu tentang apa yang baik? Hanya satu yang baik” (Mat 19:17). Markus
tidak terlalu memperhitungkan aspek teologis dari penolakan
Yesus bahwa diriNya baik. Matius justeru merasa cemas lalu mengubah jawaban
Yesus itu.
Contoh
lain, ceritera tentang permintaan kedua anak Zebedeus, Yakobus dan Yohanes
untuk mendapat tempat yang utama dalam kemuliaan Yesus. Menurut Markus, kedua
murid itu sendiri yang menghadap Yesus dan menyampaikan keinginan mereka (Mrk
10: 35-36). Menurut Matius ibu merekalah yang datang meminta pada Yesus (Matius
20:20). Matius melindungi keduanya dari tuduhan ambisi pribadi.
Begitu
bagusnya cara Markus, sampai A. B. Bruce mengatakan: “Dengan Injil Markus kita
dapat berada paling dekat dengan kepribadian manusiawi Yesus yang sebenarnya,
dalam semua keaslian dan daya yang ada dalam diriNya. Orang yang mau melihat
Yesus sejarah (Yesus historis), harus pertama-tama membuka Markus.”
Pada
awal tulisan ini dikatakan bahwa Markus mungkin amat bergantung pada khotbah Petrus. Tetapi sumber
Markus rupanya lebih luas lagi. Keluarga Markus justeru berada di pusat
kegiatan Gereja mula. Dari kisah Para Rasul menjadi jelas bahwa rumah ibu
Markus adalah pusat kegiatan Gereja karena ke sanalah Petrus pergi ketika ia
dilepaskan dari penjara (Kis 12:12). Nah, bukan sama sekali tidak mungkin bahwa
dalam rumah inilah (rumah ibu Markus), Yesus merayakan Perjamuan Malam
Terakhir. Hal ini rupanya ada hubungannya dengan sebuah ceritera yang aneh
dalam Mrk 14:51-52. Di sana diceriterakan bahwa pada peristiwa Yesus ditangkap,
seorang pemuda yang hanya memakai sehelai kain linen melarikan diri dengan
telanjang. Mengapa ceritera yang aneh
dan tidak relevan itu dimasukkan ke dalam Injil ini? Mungkin karena pemuda itu
adalah Markus sendiri yang rumahnya menjadi tempat Perjamuan Malam Terakhir.
Ceritera singkat ini dapatlah dianggap sebagai ‘tanda tangan’ Markus untuk
Injilnya.
Satu
hal lain lagi. Markus menetapkan satu pola tertentu untuk hidup Yesus: sebuah
drama yang terdiri dari empat babak. Babak pertama, babak persiapan (Mrk
1:1-20) yang terdiri dari pembaptisan Yesus, pencobaan di padang gurun dan
panggilan murid-murid yang pertama. Babak kedua adalah babak konflik yang
panjang (Mrk 1:21-13:37). Babak ketiga, babak tragedy penderitan dan salib (Mrk
14:1-15:47) dan terakhir, babak kemenangan kebangkitan (Mrk 16). Drama empat
babak itu – persiapan – konflik – tragedy dan kemenangan- hanya terdapat dalam
Markus.
Sebagai
yang terakhir dapat dicatat lagi satu kekhasan Markus. Beberapa terjemahan
menutup Injil Markus dengan 16:8. Dan Mrk 16:9-19 dianggap bukan bahagian dari
Injil yang asli. Kalau betul demikian, maka Injil Markus ditutup dengan
tiba-tiba, kalau tidak mau dikatakan ditutup dengan cukup ‘kasar.’ Sekarang
orang lebih menerima bahwa Injil Markus tidak berakhir pada ayat 8 itu. Mungkin saja bahwa setelah
Matius dan Lukas mengambil Markus untuk Injil mereka, untuk suatu waktu yang
cukup lama Injil Markus sendiri begitu tidak dihiraukan sampai akhirnya bagian
penutup dari satu-satunya naskah yang masih ada juga ikut hilang. Kita harus
bersyukur karena Injil Markus - Injil
yang paling hidup itu – tetap terpelihara meski hampir saja hilang. Kalau mau
membaca Kitab Suci Perjanjian Baru, kita harus mulai dengan Markus karena di
dalam Injil ini kita berada paling dekat dengan Yesus historis. Duduk dan
bacalah seluruh Injil Markus dan perhatikan lagi panorama hidup Yesus Kristus
dalam empat babak itu.
0 komentar:
Post a Comment