Jan Ethes, cucu
Presiden RI, Joko Widodo selalu menarik perhatian publik. Kehadiran Jan Ethes
di tengah panasnya suhu politik nasional seolah membawa kesejukan tersendiri. Dengan
gayanya yang polos dan atraktif, ia mampu mencuri perhatian publik dan
sekaligus menurunkan tensi politik nasional, sebelum dan sesudah pemilu. Beberapa
hari yang lalu, ketika digelar sidang perdana sengketa pilpres di Mahkamah
Konstitusi dan publik seakan tergiring dengan analisis para advokat yang
membela masing-masing paslon, pada saat yang sama, Jan Ethes sedang berada di
Bali bersama Jokowi. Sempat terekam oleh kamera saat Jan Ethes bersama Jokowi
berjalan menyusuri pematang sawah yang terlihat hijau dan indah.
Dari pematang sawah
yang satu ke pematang sawah yang lain, Jan Ethes bersama Jokowi sepertinya
mengelilingi sambil menikmati keindahan alamnya. Yah, pematang sawah. Jika dilihat
dalam konteks keindonesiaan maka tiap pematang yang satu ke pematang yang lain
membahasakan kebhinekaan Indonesia. Sebuah pematang yang hanya dibatasi oleh
gundukan tanah dan menginformasikan kepemilikan yang berbeda, namun mereka
bekerja pada hamparan tanah yang sama untuk menghidupi keluarga. Hamparan padi
yang menghijau selalu mengingatkan kita akan petani yang selalu rajin untuk
merawat dan pada akhirnya bisa memetik hasil yang berlimpah.
Petani sawah bekerja untuk mengakrabi dirinya dengan tanah dan
pada akhirnya bisa menghasilkan padi. Dari padi yang dipetik petani kemudian
menghasilkan gabah. Dari gabah bisa dihasilkan beras. Dari beras bisa ditanak
menjadi nasi. Sebuah proses panjang yang harus dilewat oleh seorang petani
untuk memberikan kemakmuran kepada orang lain. Dari foto Jan Ethes bersama
Jokowi, secara implisit membahasakan bahwa Jokowi sedang menanamkan sebuah
filosofi hidup, yakni sebuah kematangan diri seseorang harus dibangun melalui proses yang panjang. Karena ketika seseorang mengabaikan
sebuah proses maka akan bisa menghasilkan ketidakmatangan seseorang.
Walau masih terlalu kecil
untuk memahami makna kehidupan ini, Jan Ethes sudah berusaha untuk masuk ke
dalam suasana alam (sawah) yang penuh simbolik. Dari pematang yang berbeda-beda,
selalu menerima air sebagai sumber kehidupan. Dan dari pematang sawah yang
berbeda pula, hasil akhir yang harus dipetik adalah “padi.” Jan Ethes,
belajarlah dari pematang sawah maka kelak engkau memahami Indonesia dan jangan
lupa tetap merunduk seperti padi saat berbulir.***(Valery Kopong
No comments:
Post a Comment