Monday, January 18, 2021

Melampaui Benua


 

Ketika para anggota SVD sejagat merayakan pesta Santo Arnold Janssen, 15 Januari, pada saat yang sama, kami (saya) yang pernah berada pada biara yang didirikannya turut merasakan getaran kasih yang turut membesarkan seluruh perjalanan hidupku. Andaikata saya tidak mengenyam pendidikan dan tidak dibentuk dalam biara SVD, mungkin hidupku tidak seperti ini. Pelbagai pengandaian turut menggelantung dalam memoriku. Betapa tidak!! Sejak tahun 1990, saya sudah mengenal sentuhan pelayanan dari para imam dan bruder SVD yang berkarya di Seminari Hokeng, sebagai pengajar dan juga pengelola kebun yang bisa menghidupkan keluarga besar Seminari Hokeng. Para imam SVD yang menjadi guru waktu itu, beberapa di antaranya berasal dari luar negeri, seperti Pater Cor Vermolen, SVD, yang dikenal sebagai pendiri Seminari Hokeng dan Pater William Pop, SVD yang berasal dari Amerika.

Pater Cor Vermolen, SVD berasal dari Belanda. Ia menjadi imam misionaris, berani meninggalkan tanah air Belanda dan mengabdikan diri sebagai pewarta Sabda dan pada akhirnya menutup usia di Seminari Hokeng. Melihat pengorbanan para misionaris dan Pater Cor Vermolen, SVD sebagai pendiri Seminari Hokeng, ada nilai pengorbanan dan pelepasan diri untuk berani keluar dari diri dan menjumpai yang lain (orang-orang yang dilayani). Mengapa SVD, yang rumah misi awal di Steyl berusaha untuk melihat titik-titik misi melampaui benua? Memang, misi SVD menjadi pewarta Sang Sabda dan berusaha menyebarkan kabar gembira kepada orang-orang yang belum mengenal Injil dan Kristus.

 Pulau Flores saat itu merupakan pulau terpencil dan jauh dari jangkauan pewarta sabda. Bisa dibayangkan seratus tahun yang lalu ketika misi SVD masuk ke wilayah Flores dengan menempuh perjalanan dari Eropa, terutama Belanda yang menghabiskan banyak waktu di perjalanan untuk menempuh titik tuju pulau Flores. Perjalanan panjang para misionaris SVD asal Eropa dengan menggunakan kapal laut, tentunya dihantam oleh gelombang dan ombak yang begitu ganas tetapi mereka (para misionaris) begitu tegar menghadapi semua tantangan alam.

Iman itu tumbuh dari sebuah pergulatan panjang. Dengan masuknya para imam, terutama imam SVD di wilayah Flores, tentu melewati proses panjang. Dan dalam proses itu butuh waktu dan ketelatenan untuk menghadirkan sabda melalui pewartaan dan tindakan yang dilakukan. Pewartaan yang paling baik tidak hanya berkutat pada mimbar sabda di gereja tetapi terlebih pada bagaimana cara membimbing umat untuk teguh beriman pada Kristus dan memiliki kecukupan dalam bidang ekonomi. Tentang upaya untuk pengembangan sosial ekonomi ini pada kehidupan umat, saya teringat akan peran besar Pater Fritz Brown, SVD, seorang misionaris asal Jerman yang juga dikenal sebagai dosen di STFK Ledalero. Pater Brown, demikian sapaan akrabnya, tidak hanya berkutat dengan diktat-diktat akademik untuk mengajar para mahasiswa tetapi lebih dari itu ia berusaha untuk membor sumur air di wilayah Maumere untuk digunakan oleh warga. Suatu usaha nyata yang dilakukan oleh Pater Fritz yang menghadirkan cinta kasih melalui cara nyata yang berpihak pada mereka yang kekurangan air.

Kehadiran mereka (para imam SVD) yang berkarya di wilayah Flores, cara mereka ada dan berada bersama umat, sepertinya menghadirkan kembali momentum Kana, tempat Yesus mengadakan mukjizat perdana. Kehadiran mereka memberikan jawaban atas kerinduan orang-orang kampung yang serba kekurangan. Mereka mengalami suka cita karena mendengar dan merenungkan sabda serta dikenyangkan oleh kebaikan hati para misionari. Terima kasih SVD.***(Valery Kopong)

 

 

 

 

 

 

No comments: