Thursday, July 15, 2021

“Allah Yang Membumi”

 


Salah satu buku terjemahan yang menarik bagi saya adalah “Bapa Kami Yang Ada di Bumi.” Buku ini diterjemahkan oleh Wilhelmus David, pemilik penerbit Orbit Media. Buku ini terasa semakin menarik setelah mengikuti dari jauh, kepergian sang penerjemah sekaligus pemilik penerbit Orbit Media itu. Wilhelmus David meninggal dunia pada 8 Juli 2021, setelah bertarung melawan Covid yang menyerang tubuhnya. Selama beberapa minggu, ia bersama keluarga sedang mengadakan isolasi mandiri di rumah dan keadaannya semakin memburuk.  Pada akhirnya ia menghembuskan nafas terakhir. Sebagai teman diskusi dan juga membantunya untuk mengoreksi beberapa buku yang hendak diterbitkan, terasa ada beban tersendiri. Saya mau supaya bisa membantu dia di saat ia mengalami kematian tetapi di sini lain, saya juga harus menjaga diri dari ancaman virus yang mematikan ini. Dilema terus merasuki diri tetapi syukurlah bahwa ada relawan yang dengan berani untuk mengenakan APD seadanya, berusaha mengevakuasi jenazah korban dan menghantarnya ke tempat pemakaman terakhir.

 

Pada hari ke tujuh ketika mengikuti doa mengenang kepergiannya yang diselenggarakan oleh kelompok doa “Adoremus,” diakhir doa, beberapa orang diminta untuk memberikan kesaksian tentang pengalaman untuk ada berada Bapak Wilhelmus David selama hidupnya. Ada yang mensyeringkan pengalaman tentang perjumpaan bersamanya dan boleh mengagumi pribadinya yang tidak pernah marah dan pandai berdiplomasi. Ada juga yang menceritakan keterlibatan Bapak Wilhelmus David selama hidupnya, membaktikan diri untuk kepentingan gereja. Ia lebih banyak bergulat dengan kelompok-kelompok katekis dan pada saatnya meninggalnya, ia masih menjabat sebagai wakil ketua Dewan Paroki Kutabumi – Gereja Santo Gregorius Agung.   

 

Ketika saya juga diminta untuk memberikan komentar seputar pengenalanku dengan Bapak Wilhelmus David, ada banyak hal yang bisa saya belajar dari beliau. Saya mengenalnya, pertama-tama saat gereja Gregorius masih menjadi stasi. Saat itu saya terlibat di komsos yang membidangi pewartaan dan penyebaran kabar gembira melalui media. Saya terlibat mengelola “Voluntas,” sebuah media yang terbit di masa gereja menjadi stasi. Dari tulisan-tulisanku yang dimuat di media gereja itu, ternyata menarik perhatian dari Bapak Wilhelmus David, yang saat itu masih bekerja pada penerbit Fidei Press. Tulisan-tulisanku yang dibacanya membawa kami pada pertemuan yang begitu akrab.

 

Dalam pertemuan itu ia menceritakan kisah perjalanan hidupnya, yang pada awalnya menapaki panggilan hidup sebagai calon imam namun gagal. Setelah lulus dari Seminari Kisol, ia masuk ke C.I.C.M.   C.I.C.M. adalah singkatan dari Congregatio Immaculata Cordis Mariae, artinya Kongregasi Hati Suci St Perawan Maria, suatu tarekat imam dari Belgia. Mereka masuk dan bekerja di Indonesia pada tahun 1937 di wilayah misi Makasar. Oleh Propaganda Fide (Vatikan) pembinaan umat di wilayah misi Makasar diserahkan kepada C.I.C.M., hingga kemudian berkembang menjadi Keuskupan Agung Makassar. Kini mereka hadir dan bekerja di keuskupan-keuskupan MakasarJakartaJayapura. C.I.C.M. didirikan P. Theophile Verbist seorang imam Praja dari Keuskupan Agung Mechelen pada tahun 1862 di Scheut (Arderlecht, dipinggiran Brussels, Belgia) dengan pertama-tama hendak mengirim misionaris ke China (dilaksanakan sejak tahun 1865). Pelayanan mereka meluas ke Zaire (1888), Filipina (1907), Taipei, Hongkong, Jepang dan Singapura. Kemudian ke beberapa negara di Amerika Latin dan Afrika.

 

Dengan masuk ke tarekat misi C.I.C.M memungkinkan Wilhelmus David menggeluti panggilan dan membawanya sampai ke Filipina. Beberapa tahun ia belajar di Filipina. Ia fasih berbahasa inggris dan juga bahasa Tagalog. Dengan kefasihan berbahasa asing ini memberinya modal untuk bisa membangun komunikasi. Sepulangnya dari Filipina, Wilhelmus David memutuskan untuk keluar dari biara. Karena itu ia mencari arah hidup baru dengan bekerja pada beberapa penerbit, yakni Obor, Fidei Press dan Orbit Media. Dengan bekerja pada penerbit dan menerbitkan buku-buku rohani Katolik, sebenarnya ia mengarahkan umat dan para pembaca untuk memahami tentang siapa itu Yesus yang sebenarnya melalui buku-buku rohani.

 

Allah yang kita imani adalah Allah yang imanen, Bapa yang bersemayam di bumi, dalam diri Yesus Putera-Nya. Dengan mengantar pembaca untuk memahami tentang apa makna Bapa yang membumi, mengingatkan kita juga akan peristiwa inkarnasi, Allah yang menjelma menjadi manusia. Allah yang kita imani bukanlah Allah yang transenden, jauh dari kita melainkan Allah yang terlibat dengan kehidupan kita melalui Yesus Sang Putera. Allah itu begitu dekat dan karena terlalu dekat maka terkadang kita kurang menyadari kehadiran-Nya.***(Valery Kopong)

 

 

 

 

 

 

0 komentar: