Tuesday, July 13, 2021

Kesetiaan-Nya



Beberapa hari ini, bersama kelompok doa di lingkungan Maximilianus Maria Kolbe, kami terus mendaraskan doa-doa untuk memohon perlindungan Tuhan agar umat manusia terhindar dari virus yang mematikan ini. Dalam doa-doa itu juga kami “melangitkan doa” untuk salah satu anggota lingkungan Max.Kolbe yang lima hari lalu dipanggil oleh Tuhan. Pada rentang waktu yang belum sampai sebulan, suami isteri harus meregang nyawa di ujung maut. Si isteri meninggal karena sakit yang cukup lama, sedangkan si bapak meninggal dunia karena terkena covid 19. Dalam kondisi yang tidak memungkinkan itu, pada akhirnya kami semua berdoa secara daring melalui google meet. “Kami tidak meninggalkan keluarga yang sedang berduka tetapi kami hanya menjaga jarak,” demikian pesan singkat dari ketua lingkungan kepada keluarga yang berduka.

 

Memang, harus dipahami bahwa orang-orang yang terkena Covid 19 bukanlah aib yang harus ditanggung dan sesama sekitarnya juga tidak perlu harus menjauhi, apalagi mengusir keluarga. “Siapa yang pernah meminta sakit dan penyakit dari Allah?” Tak ada yang dalam doa-doanya meminta diberikan sakit dan penyakit dari Allah tetapi inilah mungkin Allah memberikan cobaan terhadap manusia. Dalam doa-doa yang dilantunkan itu, sebagai pemimpin doa sekaligus membawakan renungan, saya memilih teks Injil yang berbicara seputar kebangkitan Yesus. Kisah kebangkitan Yesus menjadi menarik dan sekaligus juga memberikan penguatan pada kita semua yang percaya pada Kristus. Kebangkitan Kristus adalah puncak iman kita dan di sini, Yesus menunjukkan keberhasilan misi penyelamatan terhadap manusia. Misi penyelamatan manusia tidak hanya ditunjukkan dalam peristiwa kelahiran-Nya di kandang hina tetapi justeru Ia mengalami sengsara, wafat dan bangkit dari alam maut.

 

Dalam konteks tertentu, misi itu terus berproses dan Yesus menunjukkan kesetiaan-Nya untuk berada dalam proses itu. Karena dalam berproses untuk menggenapi misi penyelamatan itu, Yesus sepertinya  diam membisu ketika diolok-olok oleh para prajurit. “Jika Engkau Anak Allah, turunkanlah diri-Mu dari salib.” Yesus tidak mau menunjukkan ke-Allah-an-Nya ketika berada di kayu salib dan tidak menanggapi olokan itu. Tetapi jika dilihat dalam konteks kaca mata awam, bisa dikatakan bahwa Yesus bisa membuktikan olok-olokan para prajurit ketika berada di atas kayu salib, dengan turun dari atas salib. Dapatkah kita membayangkan, keselamatan itu pasti tidak terlaksana bila Yesus turun dari salib. Misi penyelamatan belum tuntas, bila Ia (Yesus) turun dari atas salib. Dalam kepasrahan yang total, Yesus menyerahkan seluruh diri-Nya dalam penyelenggaraan Ilahi. Ketaatan-Nya pada Bapa dan kesetiaan-Nya terhadap manusia, ditunjukkan oleh Yesus dengan “memendam rasa sakit” tanpa mengeluh terhadap tragedi yang menimpah-Nya. Kesetiaan-Nya sampai puncak Golgota, mengingatkan kita sebagai pengikut-Nya bahwa menjadi murid Yesus tidak harus berada pada zona nyaman tetapi justeru dalam situasi tapal batas, kesetiaan kita pada-Nya perlu diuji.*** (Valery Kopong)

 

 

 

 

 

 

 

 

No comments: