Membaca
berita hari ini di media sosial terutama dari orang-orang Nusa Tenggara Timur,
memberikan proficiat dan selamat atas ulang tahun Harian Umum Pos Kupang ke 30.
Ulang tahun ke 30 ini mengingatkan kita
akan perjuangan awal mendirikan media cetak di NTT dan bertahan sampai dengan
hari ini. Secara pribadi, saya sendiri mengikuti perkembangan Pos Kupang sejak
di seminari menengah sampai kuliah di Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero.
Pos Kupang, sebuah media cetak yang lahir belakangan setelah adanya majalah
DIAN dan Kunang-Kunang yang dikelola oleh Serikat Sabda Allah (SVD) yang
berperan penting dalam mencerdaskan masyarakat Nusa Tenggara Timur.
Media-media
cetak yang hadir di NTT, baik berpusat di Ende maupun di Kupang, berperan
penting, tidak hanya memberikan gairah membaca bagi masyarakat tetapi juga
menyediakan tempat bagi para penulis pemula yang ingin mengirim tulisannya ke
meja redaksi. Tentang Pos Kupang yang hari ini berusia 30 tahun, saya sendiri
tidak hanya sebagai pembaca setia tetapi juga sebagai penulis, mengisi kolom
opini. Saya sendiri pada awal mengirim tulisan ke Pos Kupang, sepertinya ragu,
jangan-jangan bisa ditolak oleh redaksi. Atas ketakutan yang berlebihan ini
maka saya mencari cara, yakni nebeng dengan teman yang sering nongol opininya
di Harian Umum Pos Kupang, atau sering disebut sebagai Kompas-nya NTT.
Suatu
ketika saya mengajak teman saya, namanya Blasius Lodo Dai. Beliau sangat lihai
dalam merangkai kata-kata dan memberikan gagasan untuk memperkuat opininya pada
tulisan itu. Kami sering berdiskusi tentang persoalan soal politik waktu itu
yang lagi ramai dibicarakan. Dari hasil diskusi itu, dirumuskan menjadi sebuah
opini dan dengan memperlihatkan pelbagai argumen yang tajam serta pilihan
solusi atas kasus yang diulas itu. Saya sendiri sudah lupa, tahun berapa kami
mengirim tulisan dengan menampilkan nama saya dan nama temanku. Ternyata selang
beberapa hari setelah tulisan itu dikirim, dimuat oleh redaksi Pos Kupang. Saya
sendiri bangga bahwa opini bersama, antara saya dan temanku dimuat di Pos
Kupang.
Awalnya
nebeng dengan teman, tetapi selanjutnya saya sendiri mencoba mengirim tulisan
opini dan ternyata dimuat juga. Perjumpaan jarak jauh semakin intens,
dipertemukan oleh gagasan dengan redaktur Pos Kupang. Perkenalanku semakin
intens ketika saya menjalani masa orientasi di LBH Justitia-Kupang. Sambil membantu
pekerjaan di LBH Justitia Kupang, hampir setiap hari saya mengirimkan tulisan,
baik opini maupun cerpen. Banyak orang menjadi tahu dan membaca tulisan-tulisanku
waktu itu. Pernah suatu waktu, saya mengirimkan sebuah cerpen berbau budaya dan
dimuat di kolom cerpen Pos Kupang. Setelah dimuat cerpenku itu, saya dihubungi
dari kantor redaksi Pos Kupang. Cerpen saya ternyata diapresiasi oleh penulis
novel terkenal, Ibu Matildis Banda. Menurutnya, cerpen berbau budaya itu sangat
langka dan jarang sekali orang mengangkat persoalan budaya dalam bentuk cerpen.
Karena itu beliau meminta bantuanku untuk terus menulis cerpen berbau budaya,
tidak hanya sebagai bentuk penghargaan terhadap budaya tetapi juga memperkenalkan
budaya-budaya lokal yang kaya akan kearifan. Selamat ulang tahun ke 30 Pos
Kupang, ad multos annos.***(Valery Kopong)
0 komentar:
Post a Comment