Orang-orang terpenjara tidak selamanya terpasung seluruh
kebebasannya. Secara fisik, memang mereka terkurung bertahun-tahun mengikuti putusan hakim.
Tetapi bagi mereka yang bergelut dalam dunia tulis-menulis, penjara bagi mereka
adalah tempat yang baik untuk membuat sebuah refleksi panjang
tentang kisah perjalanan hidup atau peristiwa lain untuk ditulis. “Nyanyi Sunyi
Seorang Bisu,” sebuah judul buku yang menarik, lahir dari rahim pemikiran
sastrawan ternama Indonesia, Pramudya Ananta Toer. Buku ini ditulis ketika ia
dibuang dan dipenjara di pulau Buru pada zaman Orde Baru. Tetapi apakah
pengalaman ketika dipenjara membuat seluruh aktivitas menulis menjadi
terhambat? Ternyata tidak! Ide / gagasan tidak bisa dipenjara oleh siapapun dan
karenanya dengan ide / gagasan itu ia boleh menuangkan gagasan-gagasan. Ada juga
beberapa buku lain yang dihasilkan dari balik penjara.
Selain
itu, kita mengenal Arswendo, seorang sastrawan terkenal. Ia juga mengalami
pengalaman pahit di zaman Orde Baru. Arswendo dipenjara juga. Walau dipenjara
tetapi seluruh aktivitas menulisnya tidak terpenjara. Banyak karya-karya yang
berbobot lahir di balik jeruji besi. Bahkan dia sempat menulis untuk media
dengan menggunakan nama samaran. Memang, para narapidana itu banyak yang kreatif
di bidangnya. Ada yang fasih berbahasa asing, ada yang pandai menulis dan ada
pula bisa membuat karya-karya seni lain.