Friday, April 6, 2018

Kemah


Oleh: Valery Kopong*

TANGGAL 21 malam, bulan November 2009 waktu itu.  Di tengah mendung menggelayut langit sekolah Tarsisius Vireta, ada banyak kemah berdiri tegak di jantung halaman sekolah. Dalam sorotan api unggun yang memikat, seakan membakar kesadaranku untuk selalu berjaga dan berjaga. Anak-anak SD Vireta tengah mendesis di ruang kemah itu yang seakan mengundang kemarahan dari kak Pembina. Tapi apakah mereka yang berkemah adalah potret simpel dan simbol dari sebuah kehidupan yang fana?
         

Thursday, April 5, 2018

AKU TETAP INGIN MENARI


Oleh: Theresia Yuni

            Alunan musik Bali yang membangkitkan semangat mengalun merdu. Terlihat lenggak-lenggok empat anak berlatih menari tari Belibis. Pelatih memberikan contoh sambil meneriakkan aba-aba yang harus diikuti para penari pemula.
            “Adik-adik ingat ya, tari belibis ini menggambarkan kehidupan sekelompok burung belibis yang dengan riangnya menikmati keindahan alam. Jadi, menarinya harus dengan riang, dan lincah. Mukanya jangan muram dan semua gerakan harus menunjukkan kesungguhan.” Kata Tante Astrit, sang pelatih.
            “Sekarang kita mulai lagi. Siap ya! yak mulai.” Teriakan Tante Astrit terdengar jelas. Semua penari mencoba mengikuti gerakannya, termasuk Ella yang gerakannya terlihat terseret-seret karena belum begitu hafal.
            Tiga bulan sudah ia belajar menari di sanggar Tante Astrit. Ketertarikan awal Ella menari yaitu ketika ia melihat pementasan tari Cenderawasih dan tari Belibis, di  acara kantor Bapaknya. Ia jadi ingin tampil seperti mereka yang lincah dan menarik hati  dengan iringan musik Bali.Tapi kenyataannya, menari Bali bagi Ella tidaklah mudah. Hari ini cukup membuat semangatnya hilang ia tidak terpilih sebagai wakil sanggar dalam lomba menari antar sanggar.
           

Wednesday, April 4, 2018

SASTRA DAN SEKSUALITAS, KEINDAHAN YANG TERCEMAR


MEMBACA beberapa karya sastra berupa novel, para sastrawan terkadang secara vulgar menampilkan suatu  situasi riil yang sering dialami oleh manusia. Tulisan yang mengangkat masalah biasa yakni seksualitas yang sering menimbulkan suasana luar biasa ini tidak lain merupakan bentuk revolusi dari sastrawan yang menggunakan pintu kesusastraan sebagai jalur penyadaran bagi masyarakat tentang penghargaan terhadap perempuan dan terutama menghargai seksualitas sebagai yang terberi dari Sang Pencipta. Menelusuri penulisan ini muncul suatu pertanyaan nakal untuk direnungkan. Mengapa para sastrawan harus memilih jalur kesusastraan sebagai media penggugah nurani penghuni kolong langit ini? Masih kurangkah tulisan-tulisan yang termuat dalam pelbagai pers yang umumnya menyertakan data dan dilengkapi foto-foto yang akurat yang berbicara tentang seksualitas?
                Ahmad Tohari dalam Ronggeng Dukuh Paruk misalnya, telah menggambarkan suatu kondisi dilematis yang menjadi pilihan pahit seorang perempuan yang diwakili oleh Srintil, tokoh utama dalam penceritaan itu. Srintil sebagai penghadir figur lama, yakni peronggeng ulung yang telah meninggal harus menuruti aturan sebelum dikukuhkan sebagai peronggeng baru. Beberapa aturan dalam ritus pengukuhan telah dijalani dengan baik dan terakhir tuntutan yang dipenuhi adalah sayembara pembukaan keperawanan. Sebuah acara bernuansa vulgar begitu memikat pemirsa, terutama laki-laki yang haus akan seks untuk mengikutsertakan diri dalam sayembara bergengsi itu.
               

Tuesday, April 3, 2018

Di Tangkai Langit


                   (Elegi sang perantau)

             
Siapa yang tahu persis, kapan kematian itu menjemput seseorang? Di sore yang sedikit mendung dengan awan sisa menggelantung di tangkai langit, seolah menerima keramahan dan senyuman terakhir bagi mereka yang melewati pos satpam Vireta. Ia pamit pulang karena jam kerjanya sudah selesai. Makan sore pun mulai. Piring yang ada di tangan menjadi saksi bisu kepergian Frans De’ona, lelaki dari pulau lomblen yang telah lama merantau.
            Semua pada panik karena kondisinya kejang. Ia dilarikan ke Rumah Sakit tapi dalam perjalanan ia menghembuskan nafas terakhir. Kami yang menunggu dengan jantung setengah berdenyut, tiba-tiba hanyut dan larut dalam kemelut dingin. Ia mati sebagai seorang security. Ketika bertugas berjaga, mata-mata para satpam belalak liar mengintai pencuri atau musuh yang datang tapi kali ini ia tak sanggup lagi mengintai kedatangan maut. Ia hanyat terbawa dalam arus sakratul maut. Ia mati selamanya.Dan tentang kematian, seorang sahabat saya yang meninggal setelah menulis puisi ini, menuangkan nilai-nilai puitis bernada demikian:
Kuusung jenasahku sendiri
Menyinggung tepian samudra
Angin yang mengawal pantai
Menebar bau kematian ini
Kumakamkan diriku sendiri di sini
Tanpa kembang seribu janji
Tiada pula syair-syair kebangkitan…
           

Monday, April 2, 2018

Dewasa Dalam Cobaan Hidup


Judul                     : Dari Penciptaan Sampai Babel
Pengarang          : Y.M.Seto Marsunu
Penerbit              : Kanisius, Yogyakarta (Cetakan ke 5 tahun 2012)

                Kisah perjanjian Lama, melukiskan pengalaman iman umat Israel tentang Yahwe (Allah orang Israel) yang senantiasa menyertai mereka dalam setiap detak kehidupan. Pengalaman perjumpaan dan keterlibatan Yahwe dalam kehidupan bangsa Israel, dituturkan  secara turun-temurun dalam lingkup keluarga dan masyarakat. Kisah Bapa-Bapa bangsa dan peristiwa eksodus bani Israel dari Mesir dan disusul dengan pengembaraan mereka selama 40 tahun, menjadikan pengalaman ini sebagai pengalaman kolektif yang tidak pernah hilang dari ingatan sejarah.
                Kisah yang ditutur secara lisan ini bertahan untuk beberapa generasi dan selanjutnya ditulis sebagai cara untuk mendokumentasi seluruh pengalaman hidup itu. Kisah penciptaan alam semesta dan manusia, ditulis dengan amat baik dalam kitab genesis (kejadian). Allah berperan penting dan yang  menjadi tokoh sentral dari narasi penciptaan itu. Allah dilukiskan sebagai Allah yang berperan, terlibat dalam seluruh peta penciptaan alam semesta. Mengapa Allah terlebih dahulu  mempersiapkan alam semesta dan isinya dan manusia diciptakan Allah paling akhir?
               

Thursday, March 29, 2018

Demokrasi NTT Mencari “Rahim”


Membaca arah perpolitikan dalam skala NTT menjelang Pilgub, masih  terlihat  tingkat ketidakstabilan para pemilih yang bakal menentukan sikap dan memberikan suara untuk calon Pilgub tertentu. Opini publik masih menerawang  dan pertanyaan penting yang sedang menghantui masyarakat Nusa Tenggara Timur adalah calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur mana yang pantas untuk dipilih? Seberapa jauh  komitmen Cagub dan Cawagub NTT dalam upaya untuk membangun masyarakat NTT yang miskin dan mengarah ke kehidupan yang lebih baik?

Tuesday, March 27, 2018

Pendidikan Itu Memerdekakan


(Sebuah catatan untuk dunia pendidikan)

Oleh: Valery Kopong*

Ketika merayakan acara pelepasan dan perpisahan kelas VI SD di salah satu sekolah Katolik, adakah yang bertanya,  sudah berapa orang anak didik yang sudah menyelesaikan pendidikan?  Berapa jumlah orang-orang sukses yang lahir dari tangan dingin seorang guru? Inilah pertanyaan-pertanyaan penting ketika berhadapan dengan acara perpisahan ini.  Tetapi di sini, pada moment bersejarah ini  merupakan ‘titik henti sementara’ untuk berefleksi  tentang perjuangan,  dan proses pendidikan itu berlangsung serta bagaimana berusaha untuk mengembangkan persekolahan Katolik itu. 

Thursday, March 22, 2018

Guru


“Hanya satu yang saya tahu yaitu saya tidak tahu apa-apa.”

            Sedari dulu, guru dilirik sebagai sosok yang menyimpan ilmu dan pemberi teladan bagi siswa. Tumpuan kepintaran para siswa sangat bergantung pada guru, si pemberi ilmu. Ilmu yang didalami guru selama di bangku kuliah, seakan menuntut “penetasan” kembali pada “sangkar sekolah” sebagai bukti keterbukaannya pada siswa yang dengan setia menyadap ilmunya. Melirik konsep publik tentang guru yang selalu mengada dalam waktu, membuat penulis melahirkan sebuah pertanyaan tuyul. Masih relevankah bila guru dianggap sebagai pengajar dan pendidik?
            Di mata siswa, guru menjadi salah satu tumpuan di mana mereka boleh menimbah ilmu. Di hadapan siswa pula, guru adalah cerminan masa depan siswa yang masih berada dalam mayanda suram. Masa depan siswa yang masih dalam taraf impian, seakan disibaki oleh guru. Di sini, guru boleh tampil sebagai gembala tradisi dan nabi untuk masa depan siswa.
           

Wednesday, March 21, 2018

NILAI PENGORBANAN SANG GURU


Judul     : Salib: Mengenang Sang Korban
Penulis :  Valery Kopong
Penerbit: Adonara Press (bekerja sama dengan www.nulisbuku.com)

“Hidup yang tidak pernah direfleksikan adalah hidup yang tidak pantas untuk dijalani.” Hidup dan merefleksikan tentang kehidupan itu sendiri merupakan cara sederhana  dalam memaknai hidup itu. Tanpa refleksi, kehidupan itu berjalan secara monoton, tanpa makna dan manusia tak pernah berhenti untuk melihat, sejauh mana ia telah melangkah dan berapa daya hidup yang terkuras dalam melakoni hidup itu.
                Sebagai orang beriman akan Kristus, seluruh kepingan hidup kita bergantung pada-Nya dan terutama salib yang menawarkan sebuah pengorbanan yang utuh dalam diri Yesus. Yesus dan salib menjadi ikon yang membahasakan penderitaan dan di balik salib itu terbersitlah harapan baru. Ketika manusia tidak berdaya, ada kecemasan dan pemberontakan, ingin lari dari kenyataan. “Harapan” membuat manusia untuk bertahan dalam situasi apa pun.
               

Monday, March 19, 2018

Paulus dan Pengalaman Passing Over (Wawancara Imajiner)


Pengantar Redaksi: Paulus yang sebelum pertobatannya dikenal sebagai Saulus, lahir di Tarsus, Kilikia, sebuah pusat perdagangan terkenal di bagian Tenggara Asia Kecil (sekarang wilayah Turki). Tanggal lahir Paulus tidak diketahui secara pasti tapi diperkirakan ia dilahirkan sekitar  tahun 10 sesudah  Masehi. Paulus adalah seorang Israel dari suku Benyamin dan disunat pada hari kedelapan (Filipi 3:5). Dalam teks yang sama ini Paulus mengatakan bahwa ia adalah seorang Farisi yang berpendirian teguh. Dikatakan bahwa Paulus menyandang dua nama yakni nama Romawi (Paulus) dan nama Yahudi (Saulus) (Kis 7:58; 8:1).  Melalui proses tawar-menawar  waktu yang sangat lama, tim Redaksi Voluntas berhasil mewawancarainya di selah-selah keheningan. Sayangnya, fotografer tidak bisa membidik wajahnya karena memang ia tak kelihatan lagi di muka bumi ini.