Oleh Bill Nope ( Dosen FH Undana, Mahasiswa Hukum Kenegaraan UGM )
DEWAN Perwakilan Daerah telah menyerahkan penyusunan draft atau rancangan perubahan kelima Undang-Undang Dasar 1945 kepada DPR pada akhir maret lalu. Terdapat beberapa isu penting dalam draft perubahan UUD 1945 ini, antara lain : calon presiden independen, memperkuat sistem presidensil, memperkuat lembaga perwakilan, memperkuat otonomi daerah termasuk memperkuat kewenangan DPD.
Wacana yang paling mengemuka di kalangan para ahli maupun masyarakat atas usulan ini adalah tentang hadirnya calon presiden independen yang usulannya terdapat dalam Pasal 6 A UUD 1945 berubah menjadi “Pasangan calon presiden dan wakil presiden berasal dari usulan partai politik peserta pemilihan umum atau perseorangan”. Dalam Pasal 37 ayat (1) UUD 1945 dinyatakan “Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat”.
Usulan perubahan konstitusi oleh DPD ini masih membutuhkan perjuangan berat. Mengapa? DPD hanya terdiri dari 132 anggota, ini tentunya belum memenuhi syarat sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR. Artinya, usulan perubahan konstitusi kita yang disokong DPD ini masih berada di jalan terjal semisal lobi-lobi DPD kepada fraksi-fraksi di DPR agar ikut mendukung usulan ini sehingga dapat memenuhi syarat minimal 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Catatan penulis, kehadiran DPD selama ini masih dianggap saingan oleh DPR kita.
Kita lihat beberapa contoh tentang kewenangan DPD yang selama ini yang hanya bisa memberi pertimbangan, nasihat dan pengawasan kepada DPR (Pasal 22D UUD 1945). Penulis menganggap salah satu isi usulan tentang calon presiden independen yang diusulkan DPD ini terlampau berlebihan - dapat dikatakan usulan capres independen ini hanya sebagai ‘tameng’ DPD agar mendapatkan perhatian dan dukungan dari perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat bahkan tokoh masyarakat.
Usulan tentang hadirnya capres independen sebaiknya bukan alasan utama pentingnya amandemen konstitusi kelima. Khusus tentang calon presiden independen, resistensi dari partai politik yang ada di DPR akan sangat kuat di tengah berbagai alasan tentang turunnya tingkat kepercayaan masyarakat akan partai politik, pemantapan sistem presidensil dan kedaulatan di tangan rakyat.
Penguatan Sistem Bikameral
Bagi penulis, jalan terjal DPD dalam usulan amandemen konstitusi ini sebaiknya lebih dititikberatkan pada penguatan kewenangan DPD dalam konstitusi kita yang selama ini masih ‘tumpul’. Sebagai catatan, kita lihat selama ini DPD hanya diperlakukan sebagai lembaga legislatif ‘kelas dua’ — tanpa ‘kekuatan legislasi’ yang memadai. Fungsi legislasi DPD yang selama ini tumpul berada pada sembilan persoalan yakni: otda, hubungan pusat daerah, pembentukan-pemekaran serta pembangunan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, perimbangan keuangan pusat daerah, APBN, Pajak, Pendidikan dan Agama (Pasal 22D UUD 1945).
Beberapa poin usulan DPD tentang Amandemen UUD 1945 yang mesti ditekan misalnya dalam Pasal 30, “DPR dan DPD memegang kekuasaan legislatif”. Pasal 35 ayat (1) “DPR dan DPD memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, fungsi pengawasan, fungsi pengisian jabatan publik, dan fungsi keterwakilan.” Pasal 44 ayat (1) “Dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan, DPR dan DPD mempunyai hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat.” Kemudian usulan yang terakhir pada Pasal 72 ayat (1) “Hubungan antara pusat dan daerah propinsi serta daerah kabupaten dan kota diatur dalam undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah”.
Usulan amandemen kelima konstitusi yang dititikberatkan pada penguatan fungsi legislasi DPD diharapkan dapat mereformasi struktur parlemen Indonesia menjadi dua kamar (bicameral). Jimly Asshiddiqie menyebut dengan struktur parlemen dua kamar, diharapkan proses legislasi dapat diselenggarakan dengan mekanisme double-check yang memungkinkan DPD sebagai representasi teritorial atau regional (regional representation) dan DPR sebagai representasi politik (political representation).
Pentingnya sistem dua kamar ini juga didasarkan pada kebutuhan menciptakan sistem checks and balances antarkamar legislatif. Dengan sistem ini kamar perwakilan yang satu mengawasi kamar perwakilan yang lain sehingga dapat mencegah kecendrungan kesewenang-wenangan dari lembaga legislatif. *
Popular Posts
-
Bacaan Injil pada hari ini mengisahkan tentang pengalaman Simon yang menjala ikan di Danau Genesareth.Sudah berjam-jam Simon menghabiskan wa...
-
(Sumber inspirasi: Matius 8:1-4) Di mata orang Yahudi, menderita sakit kusta memberikan gambaran sebuah kutukan dari Allah. Karena itu set...
-
Romo Sulistiyadi, Pastor Paroki St.Gregorius bersama pak Lukas menangkap ular piton pada Juli 2017 di area gereja
-
Setiap kali bertemu dengan Romo Dan di ruang sakristi, sepertinya naluri panggilanku untuk menjadi calon imam semakin terasa. Khotbah Ro...
Recent Posts
Categories
Unordered List
Pages
Blog Archive
Powered by Blogger.
Comments

Total Pageviews
Blog Archive
-
▼
2011
(67)
-
▼
May
(11)
- Menyulut Dian di Bukit Tandus (1)
- Timor Leste Anggota ASEAN Kado HUT Kemerdekaan yan...
- Pilatus Cuci Tangan (Mencermati kasus Bansos di Si...
- Jalan Terjal Capres Independen
- Bangsa Pelupa dan Pendek Ingatan
- Ujian Partai Demokrat
- PASKAH: PAS KAH?
- Paguyuban Sumarah
- Pengantar Jurnalisme Investigasi
- Setetes Embun Filsafat Barat
- KERINDUAN SEORANG NAPI
-
▼
May
(11)
www.adonaranews.com
www.adonaranews.com
Find Us On Facebook
Ad Home
Featured Video
Featured Video
Random Posts
Recent Posts
Header Ads
Labels
About Me
Foto Keluarga

Keluargaku

Foto profilku

Pemilik website
Labels Cloud
Labels
Follow Us
Pages - Menu
Popular Posts
-
--> Oleh: Valery Kopong* Ketika persoalan antaragama terus meruncing dan terkadang berujung pada ben...
-
Courtesy Museion Museum / ...
-
Sebanyak 460 ketua-ketua lingkungan dari paroki yang ada di Dekenat Tangerang I mengikuti rekoleksi bersama Mgr. Ignatius Kardinal Su...
-
TARIAN “HEDUNG”: CERMIN KEBUASAN MANUSIA ( Sebuah Analisis Sosio-kultural) Oleh: Valery ...
-
Membaca teks Injil Luk. 10:1-9 mengingatkan kita akan tugas perutusan yang diberikan oleh Yesus. Tugas perutusan itu tidak hanya untuk ora...
-
Pengantar Redaksi: Paulus yang sebelum pertobatannya dikenal sebagai Saulus, lahir di Tarsus, Kilikia, sebuah pusat perdagangan terk...
-
Setelah memberikan materi tentang “siapakah saudaraku” pada anak-anak Persink Gregorius, pikiranku tertuju pada keluarga dan tetangga yang...
-
Seorang perempuan cacat tanpa tangan, hidup di sebuah panti asuhan Yogyakarta. Setelah dewasa, ia dipersunting oleh seorang laki-laki ya...
-
UJIAN SEMESTER – SD KHARISMA BANGSA – PONDOK CABE – TANGERANG SELATAN PELAJARAN AGAMA KATOLIK KELAS: V Pilihlah salah satu jawa...
-
Kegiatan jemaat Paroki St Bernadette pada Februari 2013 lalu. (Foto: santabernadet.com) TANGERANG, SATUHARAPAN.COM – Berusaha pat...
0 komentar:
Post a Comment