Secara liturgis, epiklese berarti seruan doa permohonan
kepada Allah agar mengutus Roh Kudus untuk menguduskan seseorang atau barang /
hal tertentu. Seluruh Doa Syukur Agung bersifat epiklesis, yakni suatu doa
syukur yang sekaligus permohonan agar Allah menghadirkan karya penyelamatan-Nya
melalui Kristus dalam Roh Kudus pada Gereja.
Namun,
ada bagian Doa Syukur Agung yang secara eksplisit dan terfokus menyebut seruan
permohonan turunnya Roh Kudus itu. Kita mengenal dua macam epiklese dalam Doa
Syukur Agung (DSA).
Pertama
ialah epiklese konsekratoris yang memohon turunnya Roh Kudus untuk menyucikan
bahan persembahan roti dan anggur menjadi tubuh dan darah Kristus.
Kedua
ialah epiklese komuni yang memohon agar Roh Kudus itu mempersatukan umat
beriman itu sebagai satu tubuh, satu communion, sebagaimana ditandakan dengan
penerimaan komuni.
Tentang
kedua epiklese itu, PUMR menyatakan: “Dalam doa-doa khusus ini Gereja memohon
kuasa Roh Kudus dan berdoa supaya bahan persembahan yang disampaikan oleh umat
dikuduskan menjadi tubuh dan darah Kristus; juga supaya kurban murni ini
menjadi sumber keselamatan bagi mereka yang akan menyambut-Nya dalam komuni”
(PUMR no. 79c).
Pada
doa syukur Agung (DSA), epiklese konsekratoris diletakkan sebelum kisah
institusi dan epiklese komuni ditempatkan sesudah kisah institusi. Semangat
Liturgi Konsili Vatikan II menempatkan seluruh DSA sebagai satu kesatuan doa
yang bersifat anamnesis dan epiklesis. Kini dipahami bahwa peristiwa perubahan
roti dan anggur yang menjadi tubuh dan darah Kristus berlangsung dalam
keseluruhan Doa syukur Agung itu sendiri.
0 komentar:
Post a Comment