Friday, September 19, 2014

ROSE: MAWAR TAK BERDURI ITU TELAH PERGI



Matahari pagi itu beranjak naik, menemui para penghuni bumi dengan menebar pesona bias cahayanya yang lembut. Tetapi matahari yang terlihat cerah mengitari dunia sekitar, sepertinya tak sanggup membendung rasa duka yang mendalam. Ya, kedukaan itu sangat terasa bagi mereka yang pernah berada bersama Mba Rosa, baik di tempat kerja, lingkungan doa maupun sahabat kenalan lain.  Dengan mata penuh sembab, para pelayat yang mengenal dekat dengannya terus berusaha menatap wajahnya yang kurus dan sudah kaku itu. “Ia pergi  untuk selamanya,” kata seorang sahabatnya yang ada di sampingku. Ia pergi, karena takdir Tuhan. Tuhan yang telah dengan caranya tersendiri mengambil dia dari hadapan keluarga dan sahabat kenalan yang masih mencintai dia.
Seminggu menjelang kepergiannya, aku membaca status pada BlackBerry: “Tx God masa kritis sdh terlewati…..” BBnya yang terhubung dengan BBku, membuat aku dengan mudah mengetahui kondisi terakhir yang dialami lewat status BBnya. Membaca status BBnya membuat orang-orang yang dekat dengannya menarik nafas lega. Statusnya terus terpampang pada BBnya, ia telah melewati masa kritis dan sekarang ia boleh mengalami kelegaan hidup di hadapan Allah.
Sore itu, ketika hendak mandi, ada telpon masuk ke HPku. “Kringggggg……”Aku mengambil Hp untuk menerima telpon dari Pak Bruno Tefa. Firasatku agak beda saat mengangkat HP dan menerima telpon dari Pak Bruno Tefa. “Sudah tahu informasi tentang Mba Rosa?” tanya Pak Bruno Tefa melalui telpon genggam. “Belum,” jawabku singkat. “Mba Rosa telah meninggal di Rumah Sakit Siloam-Jakarta pada Rabu, 17 September 2014, sekitar Pkl.18.30, “ urai Pak Bruno. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa kita kehilangan seorang teman dekat, teman yang selalu peduli dengan rekan kerja lain.
Setelah mendengar kematiannya, saya coba untuk mencari foto-foto pada BlackBerryku. Ada tiga foto yang kudapatkan dan segera saya upload pada Facebook saya sebagai cara sederhana untuk menginformasikan kepergian Mba Rosa. Banyak teman yang melihat FBku merasa terbantu dan segera mencari informasi untuk membenarkan peristiwa kematian itu. Ternyata Mba Rosa telah menghembuskan nafas  untuk terakhir kalinya.
Misa Requiem di rumahnya di Perumahan Dasana-Tangerang, dihadirinya oleh rekan-rekan dan sahabat-sahabatnya. Romo Barnabas, Pastor Paroki Sta.Helena-Curug, dalam khotbahnya mengatakan bahwa Ibu Rosalia Widayati begitu tegar dan tabah dalam menghadapi penderitaan. Lebih jauh
Romo Barnabas mengatakan bahwa ketika menerimakan sakramen minyak suci pada Rosalia Widayati, terlihat dia setia menerima beban penderitaan dan mengharapkan yang terbaik untuk hidupnya. Lewat sakramen minyak suci, ia dikuatkan dan berani untuk menerima pelbagai tantangan dan beban hidup.
Memang, Mba Rosa selalu tegar dalam menghadapi seluruh peristiwa hidup. Ketika pertama kali ia terdeksi oleh dokter bahwa ia terkena kanker payudara, ia selalu menyembunyikan rasa sakitnya itu agar tidak diketahui orang lain terutama pada Tyo, anak semata wayang yang kini duduk di SMA Tarakanita Gading Serpong. Beberapa kali ke tempat therapy di Kota Bumi, ia selalu mampir di rumahku. Ia menceritakan kondisi yang dihadapi dan sedapat mungkin ia menyembunyikannya dari Tyo, anak semata wayang itu. Ia mau agar derita yang dialami tidak membawa derita dan empati bagi keluarganya.
“Biarlah aku menanggung sendiri derita ini.” Inilah kata-kata yang sering diucapkan saat aku menanyai tentang kondisi terakhir yang dialaminya. Ternyata  kanker ganas yang menggerogoti tubuhnya dan perih sakitnya, tidak bisa menyembunyikan kesedihan lagi di hadapan  Tyo. Dalam kondisi yang parah, ia masih berusaha untuk menebar senyum kepada keluarga dan sahabat yang datang menjenguk, sebagai cara sederhana untuk mewartakan kepada orang lain bahwa derita yang dialami itu belum ada apa-apanya.        
   Rosa, tidak seperti Rose (Mawar) yang selain menawarkan keindahan bunganya tetapi juga terkadang para pemetik tersandung duri. Ia, Rosa selalu menebar senyum bagi siapa saja yang dijumpainya, terutama bagi para siswa dan orangtua murid SMA Vianney selalu berurusan administrasi dengannya. Kini, di loket TU SMA Vianney tak ada pancaran senyumnya lagi. Ia telah pulas membaringkan diri dan terus menebarkan senyum abadi di surga. Ia dikebumikan pada 19 September 2014 di Lampung, tanah kelahirannya. Mba Rosa, selamat jalan……doakan kami yang masih berziarah ini.***(Valery Kopong)      

2 komentar:

Unknown said...

Selamat jalan temanku...kini engkau mendapatkan damai abadi bersama Bapa di surga.

RUMAH INSPIRASI said...

Terlalu cepat engkau meninggalkan kami