“Ata loge kapek jawhan, ina tite loge kapek kiwang.” Wengen lagu Simon L. Muda naen ni, ra marin
tek’a oneket, teka puho. Kalau goe wengen lagu ni, go peten inak rae lewo,
peten ata ribhun. Lagu ni na tutu koda
puke, marin kirin makene. Bagi goe Ata Gelong Lama Ledan, lagu ni na tutu ata
ribuhun noon ata kebelen. Memang, rae
lewo tanah Adonara, temutu nolhon mengingatkan tite tentang relasi yang kurang
harmonis antara ata ribhun noon ata kebelen.
Lagu Simon L. Muda naen ni mengisahkan secara
singkat mengenai kehidupan ata ribhun
yang selalu sederhana, terutama mengenai “rekan renu” dan “tel’e towe.” Hanya yang
lebih menonjol dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat Adonara umumnya, “tele
towe” menjadi pemandangan yang sangat menyolok dan sekaligus menegaskan status
sosial seseorang. Status sosial menjadi
sebuah jalan utama untuk menempatkan seseorang dalam strata sosial tertentu,
apakah seseorang menempati posisi pada strata atas, menengah atau bawah? Hal ini
bergantung pada keseharian hidupnya dan juga bisa dilihat dari mana dia
berasal.
Dampak lain dari status sosial yang disandang
seseorang adalah apabila anak gadisnya menikah maka bisa dipastikan belis yang akan diberikan
oleh pihak laki-laki terhadap pihak perempuan juga cukup banyak. Sebagai contoh,
seorang perempuan dari kelas sosial atas, umumnya menikah dan pihak laki-laki
harus membawa mahar / beli bisa berjumlah 5, 7 atau 11 gading. Penetapan belis ini mengikuti jejak
belis mamanya atau juga berdasarkan suku/ marga yang dianutnya.
Apakah saat ini masih terjadi pemisahan yang tegas
antara ata ribhun dengan ata kebelen? Apabila merujuk pada fakta saat ini bisa
dikatakan bahwa sudah terjadi pergeseran cara pandang. Tidak lagi dilihat hal
yang menyolok dalam kaitan antara strata sosial yang satu dengan strata sosial
yang lain. Mudah-mudahan arah hidup ke depan, ada perwujudan masyarakat tanpa
kelas sosial dan dengan demikian, tidak ada lagi nyanyian kapek jawhan dan
kapek kiwang. Tite ata Adonara hena.***(Valery Kopong)
No comments:
Post a Comment