Wednesday, April 18, 2018

Tidak Sekedar Menyuluh

Ketika menerima SK pertama sebagai CPNS dan ditempatkan sebagai Penyuluh Agama Katolik,  sebuah tantangan baru sedang aku hadapi. Sebagai Penyuluh Agama Katolik dengan label PNS,  aku berdiri pada titik tengah, antara pemerintah dan Gereja.   Apakah Gereja antusias atau berusaha “senyum” melihat Penyuluh Agama Katolik  yang bekerja untuk mewartakan kabar baik? Pertanyaan ini menggelitik karena ketika  ditempatkan pertama kali sebagai penyuluh agama di wilayah Kecamatan Pamulang, langkah pertama yang harus dilakukan adalah melaporkan diri pada pimpinan  Kantor Urusan Agama di Kecamatan Pamulang-Tangerang Selatan dan juga bertemu dengan Pastor kepala Paroki  Barnabas-Pamulang. 
Dua instansi yang aku lapori ini sepertinya tidak memberikan respek tentang keberadaanku sebagai Penyuluh Agama Katolik. Bisa dipahami bahwa satu-satunya Penyuluh Katolik di wilayah Tangerang, hanyalah aku. Pertama kali aku ditempatkan di Kantor Urusan Agama, Kecamatan Pamulang-Tangeran Selatan. Beberapa teman penghulu agama Islam di KUA Pamulang, ketika tahu bahwa aku Penyuluh Katolik, mereka  langsung menitipkan pesan, “tolong bereskan gereja-gerejamu yang ada di ruko-ruko.” Aku lalu menjelaskan bahwa itu bukan gerejaku tetapi gereja Kristen Protestan. Aku berusaha untuk menjelaskan secara detail mengenai letak perbedaan antara Katolik dan Kristen Protestan dan dari situ, mereka  mulai mengetahui tentang perbedaan kedua agama itu.
Setelah itu aku menemui  Pastor Kepala  Paroki Barnabas-Pamulang dan di sana, pastor dan seorang katekis Gereja mempertanyakan, apa itu penyuluh agama? Saya berusaha untuk menjelaskan tetapi sulit untuk menerima karena dalam wilayah gerejani,  belum terdengar sepak terjang seorang penyuluh agama. Walau diragukan oleh imam setempat tetapi modal awal adalah mulai membangun jaringan dan melaksanakan pembinaan, baik pada umat, anak-anak sekolah dan kelompok binaan khusus seperti penghuni lapas. Dalam perjalanan, kelompok-kelompok binaan terus bertambah.  Kurang lebih lima tahun saya berada di Tangerang Selatan dan pada tahun 2014, aku pindah ke Kemenag Kabupatan Tangerang. Dalam tulisan sederhana ini, aku coba mengulas perjuangan dalam memberdayakan kelompok minat. Atau dalam konteks kepenyuluhan lebih dikenal dengan LPM (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat). Masyarakat yang dimaksud adalah masyarakat akademik yang bergerak dalam pengembangan jurnalistik dengan menggunakan kitab suci sebagai sumber utama untuk mencari inspirasi dan pengembangan jenis-jenis tulisan lain.  

Mengenal  Kelompok Jurnalistik

Saat menjabat sebagai ketua KOMSOS di Gereja Stasi Santo Gregorius Agung (kini menjadi paroki Gregorius Agung Kota Bumi), selain mengembangkan majalah gereja, misi khusus yang aku lakukan adalah mengajar dan mendidik siswa-siswi di sekolah Katolik, khusus sekolah SMA Tarsisius Vireta dan SMP Maria Mediatrix untuk bisa menulis dan sekaligus memiliki majalah sekolah sebagai ruang ekspresi diri. Kedua sekolah Katolik ini menerima tawaran ini dan bekerja sama untuk mengembangkan majalah sekolah. Di bawah asuhan tangan dinginku, dua sekolah ini melahirkan majalah sekolah. SMA Tarsisius  Vireta melahirkan majalah “MATA” (Majalah Anak Tarsisius)  dan SMP Maria Mediatrix melahirkan majalah “KISS MM” (Komunikasi Intra Siswa-Siswi Maria Mediatrix).   Dua majalah ini bertahan sampai sekarang dan anak-anak, terutama SMP Maria Mediatrix masih di bawah bimbinganku.
Media merupakan salah satu sarana efektif tidak hanya untuk mengekspresikan diri dalam dunia jurnalistik tetapi melalui dunia jurnalistik, kelompok jurnalis pemula ini bisa belajar memahami kitab suci. Latihan-latihan yang rutin aku lakukan bersama kelompok minat ini menjadikan kitab suci sebagai pegangan utama untuk menulis, baik itu berita, opini, renungan maupun feature. Ketika memulai menulis berita, teks kitab suci yang bisa digunakan adalah Yesus menyembuhkan orang lumpuh. Di sini bisa dilihat, siapa yang menyembuhkan, berapa orang lumpuh yang datang untuk disembuhkan dan bagaimana proses Yesus menyembuhkan mereka. Kalau dilihat dari “nilai berita” dalam konteks jurnalistik maka teks ini memiliki nilai berita yang perlu diberitakan dan di dalam teks kitab suci itu terdapat  5 W+ 1 H.. Pemilihan berita yang menghebohkan dan memiliki pengaruh yang luas bisa menjadi daya tarik bagi para pembaca.    
Sedangkan untuk menuliskan renungan dan juga opini rohani, banyak teks bisa dijadikan sebagai sumber inspirasi untuk memulai sebuah tulisan. Memang membuat renungan tidak terlepas dari genggaman teks kitab suci karena tanpa teks kitab suci yang melandasi renungan maka sebuah renungan akan kehilangan daya magnetisnya. Demikian juga menulis opini, semua teks kitab suci bisa dijadikan sebagai sumber inspirasi untuk memulai sebuah tulisan. Menulis opini berarti mengungkapkan gagasan pribadi tetapi juga diperkuat dengan sumber lain agar argumen itu  bisa layak dibaca oleh publik. Sebagai contoh, ketika menulis tentang masalah korupsi, teks paling tepat adalah Zakheus yang bekerja sebagai pemungut cukai yang memeras masyarakat sebagai pembayar pajak. Di mata publik, Zakheus adalah orang berdosa tetapi mengapa justeru ketika berhadapan dengan Yesus, ia dipanggil Yesus dan bahkan ke rumahnya. Kehadiran Yesus memiliki pergeseran makna dan bahkan mengubah cara pandang secara baru terhadap Zakheus. Ia (Zakheus) yang dulunya berdosa dan bahkan rumahnya dijauhi tetapi justeru ketika Yesus ada dan hadir bersama dia, rumahnya telah memproduksi nilai-nilai kebaikan.
Penulisan feature juga bisa ditulis dengan mengambil inspirasi dari kitab suci. Kitab suci menjadi sumber inspirasi sekaligus menjadi titik awal memulai sebuah  proses penulisan. Aku sendiri melihat kelompok minat ini menjadi pintu masuk, tidak hanya berkenalan dengan jurnalistik tetapi juga bagaimana mereka mengenal kitab suci dan tokoh iman yakni Yesus Kristus. Kristus dan ajaran-Nya harus diperkenalkan sedini mungkin kepada generasi muda, dengan cara yang  agak berbeda. Kelompok minat menjadi target bimbingan dan secara perlahan, kitab suci merasuki dunia mereka agar nilai-nilai injili bisa ditimbah dari kedalaman sabda itu.
Memang sulit untuk mengarahkan kaum remaja untuk membaca kitab suci. Ada banyak alasan bagi kaum remaja untuk tidak membaca kitab suci, yakni tidak menarik, susah dimengerti dan masih banyak alasan lain yang dilontarkan. Dalam memberikan pendampingan, perlu juga memahami minat yang dimiliki oleh kaum remaja. Ketika terjadi proses pendampingan kaum remaja dan diarahkan berdasarkan minat yang mereka miliki, maka dengan mudah kita memasukan nilai-nilai injili dan bahkan mengajak mereka untuk menggeluti kitab suci sebagai sumber yang memberikan inspirasi dan juga ajaran-ajaran Yesus bisa diperoleh darinya.    

Mempersiapkan  Penulis-penulis Muda

            Ketika masuk ke toko Gramedia di salah satu mall di Tangerang, aku coba melihat buku-buku baru yang diterbitkan oleh  penulis-penulis baru dengan pelbagai kategori, seperti sosial-politik, ekonomi, dan rohani. Aku menyoroti buku rohani katolik yang begitu minim dan jumlah penulisnya bisa dihitung dengan jari. Pemandangan ini agak sedikit berbeda dengan buku-buku Kristen Protestan yang begitu banyak dan tentunya memperlihatkan para penulis muda yang handal.
            Mengapa  buku-buku rohani katolik begitu minim dan penulis-penulis katolik semakin berkurang? Ini pertanyaan yang memprihatinkan sekaligus menggugah diri untuk memulai sebuah terobosan untuk bagaimana menggairahkan kegiatan menulis secara umum dan penulisan rohani katolik khususnya. Pendampingan jurnalistik terus dilakukan dan juga disediakan fasilitas seperti majalah dan blog pribadi sebagai ruang ekspresi hasil karya jurnalistik. Generasi muda saat ini sepertinya memiliki ruang yang minim untuk mengekspresikan diri secara positif.
            Selain majalah sekolah, kelompok-kelompok minat terutama jurnalistik ini juga dilatih untuk bagaimana menulis dan menyebarkan tulisan yang berguna bagi orang lain melalui blog pribadi. Di sini aku melihat bahwa dalam proses pendampingan dan pembinaan pada kelompok minat jurnalistik ini banyak memiliki manfaat, tidak hanya untuk menghidupkan majalah sekolah yang mereka miliki tetapi juga dipersiapkan sebagai penulis sekaligus pewarta kebaikan kepada orang lain melalui tulisan.
            “Orang boleh pandai setinggi langit, namun selama tak menulis, ia akan hilang dari masyarakat dan arus pusaran sejarah.” Pramoedya Ananta Toer mengingatkan kita untuk terus menulis agar karya-karya kita diingat oleh masyarakat pembaca. Karena hanya dengan menulis dan menghasilkan karya-karya terbaik, seorang penulis tetapi dikenang sepanjang sejarah. Santo Paulus tidak hanya dikenal sebagai pewarta Kristus yang handal tetapi kekuatan lain yang dimiliki adalah menulis. Karena tulisannya, Paulus membagi pengalaman iman kepada kita semua dan akan bertahan sepanjang hayat. Menulis, mengekalkan sebuah pengalaman dan kisah iman yang berharga untuk dikenang.*** (Valery Kopong)


No comments: