Ketika
menerima SK pertama sebagai CPNS dan ditempatkan sebagai Penyuluh Agama
Katolik, sebuah tantangan baru sedang
aku hadapi. Sebagai Penyuluh Agama Katolik dengan label PNS, aku berdiri pada titik tengah, antara
pemerintah dan Gereja. Apakah Gereja
antusias atau berusaha “senyum” melihat Penyuluh Agama Katolik yang bekerja untuk mewartakan kabar baik?
Pertanyaan ini menggelitik karena ketika
ditempatkan pertama kali sebagai penyuluh agama di wilayah Kecamatan
Pamulang, langkah pertama yang harus dilakukan adalah melaporkan diri pada
pimpinan Kantor Urusan Agama di
Kecamatan Pamulang-Tangerang Selatan dan juga bertemu dengan Pastor kepala
Paroki Barnabas-Pamulang.

Mengenal Kelompok Jurnalistik
Saat
menjabat sebagai ketua KOMSOS di Gereja Stasi Santo Gregorius Agung (kini
menjadi paroki Gregorius Agung Kota Bumi), selain mengembangkan majalah gereja,
misi khusus yang aku lakukan adalah mengajar dan mendidik siswa-siswi di
sekolah Katolik, khusus sekolah SMA Tarsisius Vireta dan SMP Maria Mediatrix
untuk bisa menulis dan sekaligus memiliki majalah sekolah sebagai ruang
ekspresi diri. Kedua sekolah Katolik ini menerima tawaran ini dan bekerja sama
untuk mengembangkan majalah sekolah. Di bawah asuhan tangan dinginku, dua
sekolah ini melahirkan majalah sekolah. SMA Tarsisius Vireta melahirkan majalah “MATA” (Majalah
Anak Tarsisius) dan SMP Maria Mediatrix
melahirkan majalah “KISS MM” (Komunikasi Intra Siswa-Siswi Maria Mediatrix). Dua majalah ini bertahan sampai sekarang dan
anak-anak, terutama SMP Maria Mediatrix masih di bawah bimbinganku.
Media
merupakan salah satu sarana efektif tidak hanya untuk mengekspresikan diri
dalam dunia jurnalistik tetapi melalui dunia jurnalistik, kelompok jurnalis pemula
ini bisa belajar memahami kitab suci. Latihan-latihan yang rutin aku lakukan
bersama kelompok minat ini menjadikan kitab suci sebagai pegangan utama untuk
menulis, baik itu berita, opini, renungan maupun feature. Ketika memulai
menulis berita, teks kitab suci yang bisa digunakan adalah Yesus menyembuhkan
orang lumpuh. Di sini bisa dilihat, siapa yang menyembuhkan, berapa orang
lumpuh yang datang untuk disembuhkan dan bagaimana proses Yesus menyembuhkan
mereka. Kalau dilihat dari “nilai berita” dalam konteks jurnalistik maka teks
ini memiliki nilai berita yang perlu diberitakan dan di dalam teks kitab suci
itu terdapat 5 W+ 1 H.. Pemilihan berita
yang menghebohkan dan memiliki pengaruh yang luas bisa menjadi daya tarik bagi
para pembaca.
Sedangkan
untuk menuliskan renungan dan juga opini rohani, banyak teks bisa dijadikan
sebagai sumber inspirasi untuk memulai sebuah tulisan. Memang membuat renungan
tidak terlepas dari genggaman teks kitab suci karena tanpa teks kitab suci yang
melandasi renungan maka sebuah renungan akan kehilangan daya magnetisnya. Demikian
juga menulis opini, semua teks kitab suci bisa dijadikan sebagai sumber
inspirasi untuk memulai sebuah tulisan. Menulis opini berarti mengungkapkan
gagasan pribadi tetapi juga diperkuat dengan sumber lain agar argumen itu bisa layak dibaca oleh publik. Sebagai contoh,
ketika menulis tentang masalah korupsi, teks paling tepat adalah Zakheus yang bekerja
sebagai pemungut cukai yang memeras masyarakat sebagai pembayar pajak. Di mata
publik, Zakheus adalah orang berdosa tetapi mengapa justeru ketika berhadapan
dengan Yesus, ia dipanggil Yesus dan bahkan ke rumahnya. Kehadiran Yesus
memiliki pergeseran makna dan bahkan mengubah cara pandang secara baru terhadap
Zakheus. Ia (Zakheus) yang dulunya berdosa dan bahkan rumahnya dijauhi tetapi
justeru ketika Yesus ada dan hadir bersama dia, rumahnya telah memproduksi nilai-nilai
kebaikan.
Penulisan
feature juga bisa ditulis dengan mengambil inspirasi dari kitab suci. Kitab
suci menjadi sumber inspirasi sekaligus menjadi titik awal memulai sebuah proses penulisan. Aku sendiri melihat kelompok
minat ini menjadi pintu masuk, tidak hanya berkenalan dengan jurnalistik tetapi
juga bagaimana mereka mengenal kitab suci dan tokoh iman yakni Yesus Kristus. Kristus
dan ajaran-Nya harus diperkenalkan sedini mungkin kepada generasi muda, dengan
cara yang agak berbeda. Kelompok minat
menjadi target bimbingan dan secara perlahan, kitab suci merasuki dunia mereka
agar nilai-nilai injili bisa ditimbah dari kedalaman sabda itu.
Memang
sulit untuk mengarahkan kaum remaja untuk membaca kitab suci. Ada banyak alasan
bagi kaum remaja untuk tidak membaca kitab suci, yakni tidak menarik, susah
dimengerti dan masih banyak alasan lain yang dilontarkan. Dalam memberikan pendampingan,
perlu juga memahami minat yang dimiliki oleh kaum remaja. Ketika terjadi proses
pendampingan kaum remaja dan diarahkan berdasarkan minat yang mereka miliki,
maka dengan mudah kita memasukan nilai-nilai injili dan bahkan mengajak mereka
untuk menggeluti kitab suci sebagai sumber yang memberikan inspirasi dan juga
ajaran-ajaran Yesus bisa diperoleh darinya.
Mempersiapkan
Penulis-penulis Muda
Ketika masuk ke toko Gramedia di
salah satu mall di Tangerang, aku coba melihat buku-buku baru yang diterbitkan
oleh penulis-penulis baru dengan
pelbagai kategori, seperti sosial-politik, ekonomi, dan rohani. Aku menyoroti
buku rohani katolik yang begitu minim dan jumlah penulisnya bisa dihitung
dengan jari. Pemandangan ini agak sedikit berbeda dengan buku-buku Kristen
Protestan yang begitu banyak dan tentunya memperlihatkan para penulis muda yang
handal.
Mengapa buku-buku rohani katolik begitu minim dan
penulis-penulis katolik semakin berkurang? Ini pertanyaan yang memprihatinkan sekaligus
menggugah diri untuk memulai sebuah terobosan untuk bagaimana menggairahkan
kegiatan menulis secara umum dan penulisan rohani katolik khususnya.
Pendampingan jurnalistik terus dilakukan dan juga disediakan fasilitas seperti
majalah dan blog pribadi sebagai ruang ekspresi hasil karya jurnalistik.
Generasi muda saat ini sepertinya memiliki ruang yang minim untuk
mengekspresikan diri secara positif.
Selain majalah sekolah,
kelompok-kelompok minat terutama jurnalistik ini juga dilatih untuk bagaimana
menulis dan menyebarkan tulisan yang berguna bagi orang lain melalui blog
pribadi. Di sini aku melihat bahwa dalam proses pendampingan dan pembinaan pada
kelompok minat jurnalistik ini banyak memiliki manfaat, tidak hanya untuk
menghidupkan majalah sekolah yang mereka miliki tetapi juga dipersiapkan
sebagai penulis sekaligus pewarta kebaikan kepada orang lain melalui tulisan.
“Orang boleh pandai setinggi langit,
namun selama tak menulis, ia akan hilang dari masyarakat dan arus pusaran
sejarah.” Pramoedya Ananta Toer mengingatkan kita untuk terus menulis agar
karya-karya kita diingat oleh masyarakat pembaca. Karena hanya dengan menulis
dan menghasilkan karya-karya terbaik, seorang penulis tetapi dikenang sepanjang
sejarah. Santo Paulus tidak hanya dikenal sebagai pewarta Kristus yang handal
tetapi kekuatan lain yang dimiliki adalah menulis. Karena tulisannya, Paulus
membagi pengalaman iman kepada kita semua dan akan bertahan sepanjang hayat.
Menulis, mengekalkan sebuah pengalaman dan kisah iman yang berharga untuk
dikenang.*** (Valery Kopong)
0 komentar:
Post a Comment