Wednesday, November 18, 2020

Mengendus Rekam Jejak

 

Ketika diminta untuk merunut kisah penderitaan yang dialami oleh Bapak Yohanes Mariman, titik mulainya adalah saat saya berkoordinasi dengan pihak keluarga, terutama Ibu Theresia Runjiah (Isteri Pak Yohanes Mariman). Sejak awal ketika masuk rumah sakit Sari  Asih, Karawaci, Bapak Yohanes sebenarnya menderita sakit gula yang akut. Dalam kondisi yang lemah, ia diantar ke rumah sakit Sari Asih dan bayangan keluarga, ia (Bapak Mariman) segera mendapat pertolongan dari rumah sakit.  Dugaan ini meleset karena sejak masuk IGD, lama sekali pihak keluarga menunggu untuk mendapat kamar perawatan.  Pada rentang waktu di mana saat menunggu kekosongan kamar, terlintas di benak pihak keluarga Mariman agar Pak Mariman yang kini berada dalam kondisi sakit, harus segera dipindahkan ke rumah sakit lain. Pihak keluarga mencoba menghubungi beberapa rumah sakit di Tangerang tetapi rumah sakit masih penuh sesak dengan pasien. Pihak keluarga pada akhirnya menghubungi salah satu rumah sakit di Bekasi dan keluarga mulai koordinasi untuk segera memindahkan Bapak Mariman yang saat itu masih dalam kondisi kritis. Keputusan untuk memindahkan Pak Mariman  ke salah satu  rumah sakit di Bekasi, pada akhirnya tidak jadi setelah mendapat kabar pada dini hari bahwa ada kamar kosong yang bisa segera ditempati. 

Menunggu dari pagi, tanggal 27 September  sampai dengan tanggal 28 September 2020, jam 2.00 dini hari barulah Pak Mariman diperkenankan untuk masuk ke kamar perawatan rumah sakit Sari Asih. Setelah masuk, persoalan yang dihadapi adalah penuhnya ruang ICU di RS Sari Asih dan Pak Mariman harus butuh perawatan di ICU karena kondisi sesak pada pernapasan. Dengan kondisi gula darah yang tinggi dan sesak napas maka membuat Bapak Mariman sulit untuk bernafas. Hal lain yang memicu juga adalah kondisi suhu tubuhnya sangat tinggi dan tidak stabil. Komplikasi penyakit yang diderita oleh Bapak Mariman membuatnya tak berdaya dan sangat kritis. Melihat kondisi yang memprihatinkan ini maka pada tanggal 29 September 2020, pukul 22:26, saya sebagai ketua lingkungan Maximilianus Kolbe diminta bantuan oleh pihak keluarga untuk mencarikan imam untuk menerimakan sakramen minyak suci.

Permintaan keluarga untuk mencari imam agar bisa menerimakan sakramen minyak suci, awalnya saya mengalami kesulitan karena hari sudah larut malam. Saya mencoba untuk menghubungi Thomas Edi, sekretaris lingkungan Maximilianus Kolbe untuk mencari romo agar bisa melayani minyak suci. Kami akhirnya memutuskan untuk menghubungi Romo Dipta yang saat itu baru pindah ke paroki Harapan Indah, Bekasi. Tanggal 29 September 2020, pukul 23:34, Romo Dipta bersedia memberikan pelayanan sakramen minyak suci secara daring. Tanggal 30 September 2020, Bapak Mariman dipindahkan ke ruang ICU untuk mendapatkan pertolongan. Setelah mendapatkan sakramen minyak suci dan berada di ruang ICU, Bapak Mariman perlahan membaik, dan bisa berkomunikasi dengan keluarga yang menjaganya.

Tanggal 1 Oktober, pukul 18:52, walaupun kondisinya cukup baik tetapi suhu badannya belum normal maka pihak rumah sakit mengambil keputusan untuk melakukan Swab karena dugaan kuat, bisa mengarah pada Covid 19. Mulai tanggal 1 Oktober di Swab namun keluarga masih menunggu hasilnya, apakah negatif atau positif dari Covid 19 ? Tanggal 4 Oktober 2020, saya mendapat informasi dari Ibu Theresia Runjiah (Isteri Bapak Mariman) bahwa hasil Swab-nya, Bapak Mariman dinyatakan positif Covid 19. Vonis dokter dengan merujuk pada hasil Swab ini membuat keluarga terpukul. Mereka (keluarga) sepertinya kehilangan kata untuk berbicara. Akhirnya mereka meminta saya untuk menginformasikan berita ini ke ketua RT 06 / RW 01, perumahan Villa Tomang Baru II bahwa Bapak Mariman terkena Covid.

Dengan berita buruk di atas, membuat keluarga panik. Dua anaknya, yaitu Ivan dan Alfons diungsikan ke rumah Bu Anas (kakanya Ibu Theresia Runjiah) di perumahan Pondok Indah – Kota Bumi. Anak-anak tidak hanya mengungsi tetapi saya sebagai ketua lingkungan mendorong agar seluruh anggota keluarga yang bersentuhan langsung dengan Bapak Mariman untuk segera melakukan Swab untuk membuktikan sehat atau tidak dari Covid. Isteri dan kedua anak Bapak Mariman serta Ibu Anas menjalani Swab di RS Mayapada Cikokol. Dari empat orang yang mengikui Swab, tiga orang dinyatakan negatif dan satu dinyatakan positif, atas nama Krisantus Giovani (anak pertama Bapak Mariman). Ivan, demikian nama panggilan dari Krisantus Giovani,  positif Covid dengan kategori OTG (Orang tanpa gejala). Sejak dinyatakan Covid, Ivan dan ibunya mengalami kebingungan. Apakah mau dikarantina atau isolasi mandiri di rumah? Setelah konsultasi di Puskemas Kota Bumi, Ivan dianjurkan untuk menjalani isolasi mandiri karena usianya belum mencapai 21 tahun untuk menjalani karantina sebagaimana ketentuan dari gugus Covid.

Bapak Mariman masih tetap dirawat di RS Sari Asih Karawaci dan Ivan juga menjalani isolasi mandiri. Tanggal 5 Oktober – 19 Oktober 2020, Ivan bersama ibunya yang merawatnya di rumah, menjalani masa karantina di rumah. Tanggal 19 Oktober di penghujung masa karantina mandiri, Ivan bersama ibunya ke Puskesmas Kota Bumi untuk memeriksakan diri. Hasil yang diperoleh, yakni mereka berdua dinyatakan negatif. Dengan berita yang mengembirakan dari Puskesmas itu, tidak membuat saya sebagai ketua lingkungan yang setiap waktu mengikuti perkembangan kesehatan merasa ragu dengan hasil yang dikeluarkan oleh Puskesmas. Saya merasa ragu karena peralatan yang minim sehingga hasilnya tidak mencapai titik akurasi. Karena itu saya meminta Ibu Theresia dan Ivan anaknya untuk Swab lagi di Mayapada untuk memastikan diri, apakah sudah bebas Covid atau tidak. Himbauan ini dituruti dan dari hasil Swab, keduanya dinyatakan negatif.

Tanggal 27 Oktober 2020, pukul 18:52, Bapak Mariman yang selama ini menderita sakit gula dan Covid 19, dinyatakan sehat kembali setelah melihat hasil Swab  dan diperbolehkan  oleh pihak  rumah sakit untuk pulang ke rumah. Malam itu juga, Bapak Mariman dijemput oleh keluarga di RS Sari Asih dan kembali bergabung dengan keluarga kembali.  Pulang ke rumah bukan berarti pulih secara total dari sakit yang diderita. Dari informasi keluarga, diperoleh cerita bahwa Bapak Mariman setelah keluar dari rumah sakit, hanya bertahan dua hari di rumah, terhitung 28 dan 29 Oktober 2020. Ketika di rumah, gairah makan berkurang dan sempat terjatuh di dalam rumahnya. Atas peristiwa ini maka Bapak Mariman dibawa lagi ke RS Sari Asih dan dirawat sampai dengan hari ini, Selasa 17 November 2020. Tepat pukul 07.07 dikabarkan oleh keluarga bahwa Bapak Mariman menghembuskan nafas terakhir.

Pertanyaan terakhir adalah mengapa Bapak Mariman dikuburkan di Balaraja, pekuburan para penderita Covid 19 untuk wilayah Kabupaten Tangerang? Kesimpulan saya adalah ketika masuk ke RS Sari Asih untuk kedua kalinya, Bapak Mariman terkena Covid 19 dan karena itu dimakamkan dengan protap. Setelah menerima kabar duka itu, saya langsung berkoordinasi dengan keluarga soal kesiapan dan terutama peti jenazah, tetapi ternyata peti jenazah sudah disiapkan oleh diknas kesehatan. 

Selama menderita sakit, lingkungan Maximilianus Kolbe tetap mendukung keluarga Bapak Mariman dengan aksi doa bersama secara daring dengan menggunakan google meet. Selama sebulan lebih, kami umat Max.Kolbe tidak henti-hentinya melantunkan doa untuk kesembuhan Bapak Mariman dan Ivan anaknya.  Aksi umat lingkungan tidak hanya berhenti pada doa tetapi yang dibutuhkan adalah buah dari doa itu. Karena itu saya menggerakan umat untuk mengumpulkan sembako untuk menopang kehidupan keluarga Bapak Mariman.

Sein Zum Tode, hidup yang mengarah pada kematian, demikian Martin Heidegger. Pandangan filosif ini mengingatkan kita bahwa puncak peziarahan hidup manusia menemukan titik tuju, kematian. Namun dalam iman Kristiani, kematian dipahami sebagai titik awal memulai hidup baru dalam keabadian. Dalam pulasnya tidur abadi pada konteks kematian ini, ada tawaran keselamatan,  datang dari DIA yang pernah tersalib itu. Tentang kematian, bukan soal usia tetapi soal waktu, kapan Tuhan memanggil manusia dengan pelbagai cara untuk mengakhiri hidup ini.***(Valery Kopong)

 

 

 

Monday, November 16, 2020

Maria Mencari Penginapan

Beberapa hari yang lalu, saya diminta oleh teman untuk mengoreksi sebuah teks “Jalan Salib Keluarga” yang akan digunakan oleh salah satu paroki pada masa adventus nanti. Menarik bahwa teks yang disodorkan itu memendam nilai rasa teologis dan sekaligus implementasi yang mendalam pada kehidupanya nyata. Teks setebal 24 halaman itu menggambarkan ziarah panjang keluarga dengan titik renung pada “Keluarga Nazareth.” Ya, hidup ini adalah sebuah ziarah, sebuah perjalanan panjang dan tidak lebih dari itu, hidup ini adalah sebuah jalan salib. Mengapa hidup ini dikatakan sebagai jalan salib? Karena dalam menjalani hidup ini, tidak ada yang mulus dan sempurna tetapi penuh dengan derita dan tantangan.

Pada akhir koreksi teks itu, saya menganjurkan agar judulnya diubah karena isi teks ini menampilkan dua sisi yang bertolak belakang. Di satu sisi, judul teks “Jalan salib keluarga,” menggiring kesadaran umat yang telah mapan konsep beriman dan menjalani upacara jalan salib pada masa pra-paskah, dan di sisi lain, inti perenungan dalam jalan salib itu adalah peristiwa inkarnasi dan keterlibatan Maria dalam karya keselamatan. Menjalani jalan salib pada momentum adven (penantian) menjadi hal yang kurang tepat dan ini menjadi pertanyaan besar dari umat akan kegiatan jalan salib ini. Karena itu pada akhir koreksi teks itu, saya menawarkan perubahan judul. Jangan gunakan “Jalan Salib Keluarga” sebagai judul utama tetapi lebih tepat diberi judul “Maria Mencari Penginapan” (Sebuah ziarah iman keluarga Kristiani). 

Mengapa judul teks itu saya ubah? Saya memiliki alasan yang kuat bahwa isi teks jalan salib keluarga lebih menampilkan karya penyelamatan Allah terhadap manusia dengan titik pangkal perenungan  peristiwa inkarnasi, Allah menjelma menjadi manusia. Di sini, kita melihat bagaimana keterbukaan Maria untuk menerima tawaran Allah yang disampaikan oleh Malaikat Gabriel. Perhentian-perhentian itu lebih banyak mengadopsi peristiwa-peristiwa dalam doa-doa Rosario, seperti peristiwa gembira dan mulia.

Saya sendiri melihat bahwa “Maria Mencari Penginapan” merupakan judul yang tepat dan dalam proses pencarian penginapan itu, secara implisit memperlihatkan sebuah jalan salib. Dari rumah yang satu ke rumah yang lain, Maria dan Yosef mencari tempat penginapan, terutama memprioritaskan Maria untuk mendapat tempat yang layak untuk melahirkan Yesus. Pencarian penginapan dan tidak mendapatkan rumah,  menunjukkan betapa tertutupnya hati manusia yang tidak menerima kehadiran Sang Juru Selamat. Tetapi dalam peristiwa ini kita dapat melihat rancangan Allah dalam perjalanan hidup Yesus. Ia (Yesus) dilahirkan dalam kandang hewan, menunjukkan penghambaan diri Yesus dan mau bersolider dengan manusia. Kelahiran-Nya di kandang hewan memperlihatkan titik ironi yang mendalam. Dalam kederhanaan-Nya, Allah yang menjelma menjadi manusia, datang untuk menyelamatkan manusia. Titik awal penyelamatan itu menyata, saat Maria menerima tawaran Allah untuk menjadi ibu Tuhan. Dalam kepasrahan-Nya, Ia berkata: “Aku ini hamba Tuhan, jadilah padaku, menurut perkataan-Mu.”***(Valery Kopong)

 

 

Thursday, November 12, 2020

Mengalami Kerajaan Allah

 Banyak orang mempertanyakan kapan datangnya Kerajaan Allah. Lalu, orang mulai meramal datangnya Kerajaan Allah.Bahkan, berdasarkan ramalan tertentu dibuatkan sebuah film tentang akhir jaman,misalnya film 2012.Lalu,ada juga yang membuat ritual-ritual tertentu tentang akhir jaman, tragisnya lagi sampai terjadi bunuh diri massal.Ternyata,ramalan-ramalan mereka tidak menjadi kenyataan. Akhir jaman adalah hak kuasa Allah.Hanya Allah yang mengetahui kapan terjadinya akhir jaman. 

Sejak dulu masalah akhir jaman sudah menjadi pertanyaan banyak orang, teristimewa orang-orang Farisi.Orang-orang Farisi meminta kepada Yesus untuk memberikan tanda-tanda lahiriah tentang datangnya Kerajaan Allah. Sayangnya,Yesus tidak memberi jawaban yang sesuai dengan harapan orang-orang Farisi tersebut.Bagi Yesus,datangnya Kerajaan Allah sudah ada bersamaan dengan kehadiranNya.Dan tanda-tanda lahiriahnya adalah pelayanan dan pengorbanan yang telah diberikan oleh Yesus, misalnya Yesus menyembuhkan orang sakit, membangkitkan orang mati dan sebagainya.


Janganlah bersusah payah memikirkan kapan datangnya akhir jaman. Karena,akhir jaman  pasti akan terjadi.Tetapi,marilah kita menikmati Kerajaan Allah yang telah dan sedang berlangsung saat ini dalam kehidupan kita melalui berkat-berkat yang Tuhan berikan kepada kita dalam pengalaman pribadi atapun orang lain,sehingga kita selalu siap sedia menghadapi datangnya Kerajaan Allah itu.

(Lukas 17:20-25, 12 Nopember, Suhardi )

Wednesday, November 11, 2020

Bersyukur

Seluruh kehidupan kita adalah anugerah yang diberikan oleh Allah secara cuma-cuma. Kita diberi rahmat kesehatan dan rahmat kesembuhan,kita diberi rejeki,kita diberi pekerjaan,kita diberi nafas kehidupan,alam raya yang subur dan pemandangan yang indah dan masih banyak hal lain yang merupakan pemberian secara cuma-cuma dari Allah.Maka, pantaslah kita bersyukur kepadaNya.Mengapa kita bersyukur? Menunjukkan kesadaran diri kita bahwa seluruh kehidupan kita berada di tangan Sang Penyelenggara Kehidupan.Lalu, menunjukkan kwalitas iman kita.Semakin berkwalitas iman kita, kita makin mensyukuri bahwa hidup kita adalah anugerah Tuhan semata.

Bacaan Injil pada hari ini mengisahkan tentang 10 orang yang mendapat augerah penyembuhan dari Tuhan Yesus,tetapi hanya satu orang yang kembali untuk mengucapkan syukur.Makanya Yesus heran,"Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Dimanakah yang sembilan orang tadi? Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memualiakan Allah selain orang asing ini ?" Satu orang tadi mempunyai kwalitas iman yang sangat luar biasa.Yesus bersabda, "Berdirilah dan pergilah,imanmu telah menyelamatkan dikau." 

Sudah menjadi sifat manusiawi kita mudah melupakan anugerah dari Tuhan Yesus. Kesibukan pribadi, kepentingan pribadi dan urusan pribadi menjadi alasan utama kita untuk mudah lupa mengucap syukur kepada Allah.Termasuk orang yang manakah kita? Yang satu atau yang sembilan?
(Inspirasi:Lukas 17:11-19, 11 Nopember, Suhardi)

Monday, November 9, 2020

Misionaris Sejati

 

Ketika menelusuri kembali kisah hidup Yosef Freinademetz, seakan saya menelusuri “aliran sungai” yang membawa kehidupan iman bagi orang-orang yang berada di hulu dan hilir sungai. Kehidupan Yosef Freinademetz sebagai imam dan misionaris pertama SVD (Societas Verbi Divini) menjadi sebuah tantangan sekaligus mengairahkan pola pewartaan kabar gembira tanpa mengenal lelah. Baginya, menjadi misionaris berarti pergi untuk tidak pulang kembali. Seorang misionaris harus beralih dan semangat untuk melepaskan diri dari hal-hal yang berkaitan dengan primordialisme. Karena itu tidak heran ketika Yosef Freinademetz diutus dari rumah misi Steyl, Belanda, Ia mendedikasikan dirinya di Cina sebagai misionari sejati.

Menjadi misionaris tidak hanya berkonsentrasi pada bagaimana mewartakan kabar gembira dan membumikan pesan-pesan cinta kasih tetapi juga harus mengenakan budaya-budaya lokal sebagai bentuk penyapaan seorang misionaris dengan orang-orang yang dilayaninya. Dengan mengenakan pakaian orang setempat, menggunakan bahasa setempat maka secara tidak langsung, seorang misionaris diterima untuk menjadi bagian dari anggota masyarakat. Dengan sikap terbuka dan berpihak pada kebudayaan setempat maka seorang misionaris bisa memahami secara tepat untuk mambangun strategi dalam mewartakan sabda Allah.

 

Dalam khotbahnya pada perayaan Ekaristi perpisahan dengan umatnya di paroki San Martino (11 Agustus 1878) memberikan sebuah pesan bermakna sebelum ia masuk ke rumah misi di Steyl, Belanda. Dalam kotbahnya ia menyatakan keyakinan dan tekadnya menjadi seorang misionaris. “Atas kebaikan-Nya yang tak terselami, Gembala Baik yang ilahi telah berkenan mengundang saya supaya pergi bersama dengan Dia ke padang gurun, dan membantu Dia mencari domba-domba yang tersesat. Apa yang harus saya buat selain dengan sukacita dan dengan rasa syukur saya mengecup tangan-Nya dan mengucapkan perkataan Kitab Suci, ‘Lihat, saya datang!’ Seperti Abraham, saya tinggalkan rumah dan orangtuaku, kampung halaman dan anda sekalian yang saya cintai, dan pergi ke tanah yang akan ditunjukkan Tuhan kepadaku. Saya merasa berat meninggalkan orangtuaku yang tercinta dan begitu banyak penderma dan sahabat. Tapi pada akhirnya, manusia itu ada bukan untuk dunia ini. Dia diciptakan untuk sesuatu yang lebih besar: bukan untuk menikmati hidup ini, melainkan untuk bekerja di tempat Tuhan yang memanggilnya.” Selepas perpisahan itu, ia pun berangkat ke Steyl, Belanda, dan diterima masuk ke dalam rumah misi yang baru ini dan selang beberapa bulan kemudian, yakni 2 Maret 1879, ia diutus menjadi misionaris perdana ke Cina, bersama dengan seorang misionaris lain, yakni Yohanes Baptis Anzer.

 

Isi Khotbahnya syarat makna dan menyeret pemahaman kita tentang makna sebuah panggilan hidup tidak untuk diri sendiri tetapi untuk orang lain.  Tempat misi yang menjadi sasaran perutusannya, juga belum diketahui secara pasti, karena itu Ia menganalogikan dirinya dengan Abraham, yang dipanggil oleh Allah, harus bersedia meninggalkan tanah kelahirannya. Namun tanah yang dijanjikan oleh Allah kepada Abraham, juga belum belum diketahui. Tetapi karena panggilan yang mendesak dan dalam iman yang pasrah, Abraham pada akhirnya menuruti panggilan Allah itu. Dalam ketidaktahuan tentang tanah terjanji itu, Allah memberikan petunjuk pasti bagi Abraham yang dipilih menjadi bapa segala bangsa.

Yosef  Freinademetz selalu membuka diri terhadap panggilan Allah dan bersedia ke tanah misi untuk membuka lahan baru bagi penyebaran benih Sabda Allah. Apakah tanah misi itu penuh susu dan madu seperti tanah Kanaan, tanah yang dijanjikan oleh Allah? Tanah misi Cina adalah tanah penuh tantangan, karena  Yosef Freinademetz melihatnya sebagai padang gurun yang penuh dengan tantangan. Kalau tanah misi Cina dilihat sebagai padang gurun maka perlu persiapan yang matang untuk menggodok diri agar ketika tantangan itu muncul, sang misionaris sudah bisa bertahan. Konsep tempat misi sebagai  padang gurun, mengingatkan kita juga akan perjalanan bangsa pilihan Allah melewati padang gurun. Banyak tantangan yang dihadapi tetapi karena kesetiaan Allah yang mendampingi maka Bani Israel bisa masuk ke tanah yang dijanjikan oleh Allah. Padang gurun, juga mengingatkan kita akan Yesus, yang sebelum berkarya, Ia harus menjalani puasa selama 40 hari lamanya. Selama Ia berpuasa, ada godaan yang muncul tetapi karena   

Dengan izin uskupnya, Joseph memasuki rumah misi di Steyl, Belanda, pada bulan Agustus 1878. Pada tanggal 2 Maret 1879, dia menerima salib misinya dan berangkat ke China bersama Fr. John Baptist Anzer, misionaris Sabda Allah lainnya. Lima minggu kemudian mereka tiba di Hong Kong, di mana mereka tinggal selama dua tahun, mempersiapkan diri untuk langkah selanjutnya. Pada tahun 1881 mereka melakukan perjalanan misi baru mereka di Shantung Selatan, sebuah provinsi dengan 12 juta penduduk dan hanya 158 orang Katolik.

Yosef  Freinademetz bekerja sebagai misionaris sejati dan membumikan benih-benih Sabda Allah kepada umat yang dilayaninya. Ketika pertama kali datang ke China dan melihat tanah misinya sebagai tantangan, namun Ia percaya kasih Tuhan mampu mengalahkan segala keterbatasan. Ia sanggup untuk membangun komunikasi dengan orang-orang yang dilayaninya. Baginya, "Satu-satunya bahasa yang bisa dimengerti oleh semua orang ialah Bahasa Cinta." (Valery Kopong)

GEREJA: TEMPAT BERJUMPA DENGAN SANG JURU SELAMAT

Hari ini Gereja Katolik memperingati Pesta Pemberkatan Gereja Basilik Lateran, yang didirikan oleh Kaisar Konstantinus Agung, putera santa Helena pada tahun 324.Tujuan kita memperingati pesta pemberkatan Gereja Basilik Lateran adalah untuk mengungkapkan cinta kasih dan kesatuan kita dengan uskup Roma yang mempersatukan seluruh gereja dalam cinta kasih. 

Bacaan Injil hari ini mengisahkan tentang cinta kasih Yesus terhadap Bait Allah.Ia marah terhadap para pedagang yang telah menyalahgunakan tempat suci Allah untuk transaksi perdagangan.Pasti,Yesus juga marah terhadap para imam dan ahli-ahli Taurat yang membiarkan Bait Suci Allah sebagai tempat pasar.Mungkin para imam dan ahli- ahli Taurat mendapat keuntungan ekonomis,sehingga mereka membiarkan Bait Suci Allah sebagai tempat perdagangan.Bait Suci Allah harus dikembalikan pada fungsinya untuk menjadi sumber air kehidupan dan mencari keselamatan hidup, berjumpa dengan Allah. 


Dalam bacaan Injil tadi Yesus menggambarkan DiriNya sebagai Bait Allah, yang dapat diruntuhkan tapi dalam tiga hari dapat dibangun kembali.Yesus adalah sumber air kehidupan, yang akan memberikan kelegaan hidup kekal.Yesus adalah Sang Sumber keselamatan kekal.Maka, kita hendaknya selalu datang dan bersujud kepadaNya, agar kita tidak haus lagi dan merasakan sukacita dan bahagia sejati bersama Yesus di Bait SuciNya yang Kudus di dalam Kerajaan Allah.
(Inspirasi:Yohanes 2:13-22, 09 Nopember, Suhardi)

Setia Pada Perkara Kecil

Pada suatu hari sang big bos di berbagai macam perusahaan meminta kepada para manager untuk membersihkan ruangannya. Sebagian besar para manager melakukan tugas itu,tetapi  melakukannya asal-asalan.Ada salah satu manager yang tampil beda.Walaupun sang big bos ngak melihatnya, ia membersihkan ruangan bosnya dengan sepenuh hati dan penuh sukacita.Mereka diminta melakukan tugas itu selama satu bulan.Bulan berikutnya, sang big bos memanggil para manager ke ruanganya.Dia berkata, "Saya akan pensiun dan saya akan menunjuk pengganti saya." Suasana terdiam.Para anaknya, menantunya dan para sarjana kelas tinggi mulai berpikir dalam hati, pasti dirinya yang akan diangkat sebagai penggantinya.Lalu ia berkata,"Setelah saya pertimbangkan dengan matang-matang,saya memilih Mr.Setia sebagai pengganti saya. 

Saya melihat bahwa selama saya beri tugas untuk membersihkan ruangan saya, ia melakukan tugasnya dengan sepenuh hati dan penuh sukacita.Saya yakin bahwa ia mampu melanjutkan perusahaan ini dengan baik dan maju.Ia telah setia terhadap perkara yang kecil, maka ia pasti mampu melakukan tugasnya yang lebih besar lagi." Santa Theresia kanak-kanak Yesus diangkat menjadi seorang santa, karena ia setia terhadap tugas-tugas kecil yang diberikan kepadanya dengan sepenuh hati dan penuh sukacita.     
  Yesus bersabda, " ...Barangsiapa setia dalam perkara-perkara yang kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar.."


(Inspirasi:Lukas 16:9-15, 07 Nopember, Suhardi)

Friday, November 6, 2020

Berani Bertanggung Jawab

Saya pernah  mendengar ungkapan bahwa orang jahat lebih pinter daripada orang baik.Orang jahat sering merencanakan dan melaksanakan kejahatannya dengan stategi yang jitu dan perhitungan yang matang serta melakukannya dengan segala tipu daya.Orang baik biasanya melakukan perbuatan baiknya secara spontan.Walaupun demikian, pada suatu saat nanti orang jahat akan menyesali perbuatannya dan mengalami ratap tangis dan kertak gigi.Orang baik akan merasakan sukacita dan bahagia.   

Pada suatu saatnya nanti, kita diminta pertanggungjawaban atas kehidupan kita, seperti seorang bendahara, yang diminta pertanggungjawaban oleh tuannya.Sejauh kita selalu berpegang teguh pada iman, harap dan kasih kita pada Yesus, maka kita akan mampu mempertanggungjawabkan hidup kita, sehingga kita akan merasakan sukacita dan bahagia yang sejati. Memang, tidak ada manusia yang sempurna selama hidupnya di dunia. Pasti,  kita pernah jatuh dalam kelemahan dan dosa.Tetapi itu semua bukanlah menjadi tujuan dalam kehidupan kita dan kita berusaha untuk menyesalinya serta punya niat untuk memperbaharui atas kelemahan dan dosa yang telah kita perbuat yang tidak pantas di hadapan sesama dan Tuhan. Dalam hidup di dunia kita hendaknya berjuang untuk menjadi anak-anak Allah yang cerdik, bukan cerdik dalam kejahatan, tetapi cerdik dalam sikap dan tindakan yang baik,sehingga kelak kita mampu mempertanggungjawabkan hidup kita.


(Inspirasi: Lukas 16:1-8, 06 Nopember, Suhardi )