Ketika diminta untuk merunut kisah penderitaan yang dialami oleh Bapak Yohanes Mariman, titik mulainya adalah saat saya berkoordinasi dengan pihak keluarga, terutama Ibu Theresia Runjiah (Isteri Pak Yohanes Mariman). Sejak awal ketika masuk rumah sakit Sari Asih, Karawaci, Bapak Yohanes sebenarnya menderita sakit gula yang akut. Dalam kondisi yang lemah, ia diantar ke rumah sakit Sari Asih dan bayangan keluarga, ia (Bapak Mariman) segera mendapat pertolongan dari rumah sakit. Dugaan ini meleset karena sejak masuk IGD, lama sekali pihak keluarga menunggu untuk mendapat kamar perawatan. Pada rentang waktu di mana saat menunggu kekosongan kamar, terlintas di benak pihak keluarga Mariman agar Pak Mariman yang kini berada dalam kondisi sakit, harus segera dipindahkan ke rumah sakit lain. Pihak keluarga mencoba menghubungi beberapa rumah sakit di Tangerang tetapi rumah sakit masih penuh sesak dengan pasien. Pihak keluarga pada akhirnya menghubungi salah satu rumah sakit di Bekasi dan keluarga mulai koordinasi untuk segera memindahkan Bapak Mariman yang saat itu masih dalam kondisi kritis. Keputusan untuk memindahkan Pak Mariman ke salah satu rumah sakit di Bekasi, pada akhirnya tidak jadi setelah mendapat kabar pada dini hari bahwa ada kamar kosong yang bisa segera ditempati.
Menunggu dari pagi, tanggal 27 September sampai dengan tanggal 28 September 2020, jam 2.00 dini hari barulah Pak Mariman diperkenankan untuk masuk ke kamar perawatan rumah sakit Sari Asih. Setelah masuk, persoalan yang dihadapi adalah penuhnya ruang ICU di RS Sari Asih dan Pak Mariman harus butuh perawatan di ICU karena kondisi sesak pada pernapasan. Dengan kondisi gula darah yang tinggi dan sesak napas maka membuat Bapak Mariman sulit untuk bernafas. Hal lain yang memicu juga adalah kondisi suhu tubuhnya sangat tinggi dan tidak stabil. Komplikasi penyakit yang diderita oleh Bapak Mariman membuatnya tak berdaya dan sangat kritis. Melihat kondisi yang memprihatinkan ini maka pada tanggal 29 September 2020, pukul 22:26, saya sebagai ketua lingkungan Maximilianus Kolbe diminta bantuan oleh pihak keluarga untuk mencarikan imam untuk menerimakan sakramen minyak suci.
Permintaan keluarga untuk mencari imam agar bisa menerimakan sakramen minyak suci, awalnya saya mengalami kesulitan karena hari sudah larut malam. Saya mencoba untuk menghubungi Thomas Edi, sekretaris lingkungan Maximilianus Kolbe untuk mencari romo agar bisa melayani minyak suci. Kami akhirnya memutuskan untuk menghubungi Romo Dipta yang saat itu baru pindah ke paroki Harapan Indah, Bekasi. Tanggal 29 September 2020, pukul 23:34, Romo Dipta bersedia memberikan pelayanan sakramen minyak suci secara daring. Tanggal 30 September 2020, Bapak Mariman dipindahkan ke ruang ICU untuk mendapatkan pertolongan. Setelah mendapatkan sakramen minyak suci dan berada di ruang ICU, Bapak Mariman perlahan membaik, dan bisa berkomunikasi dengan keluarga yang menjaganya.
Tanggal 1 Oktober, pukul 18:52, walaupun kondisinya cukup baik tetapi suhu badannya belum normal maka pihak rumah sakit mengambil keputusan untuk melakukan Swab karena dugaan kuat, bisa mengarah pada Covid 19. Mulai tanggal 1 Oktober di Swab namun keluarga masih menunggu hasilnya, apakah negatif atau positif dari Covid 19 ? Tanggal 4 Oktober 2020, saya mendapat informasi dari Ibu Theresia Runjiah (Isteri Bapak Mariman) bahwa hasil Swab-nya, Bapak Mariman dinyatakan positif Covid 19. Vonis dokter dengan merujuk pada hasil Swab ini membuat keluarga terpukul. Mereka (keluarga) sepertinya kehilangan kata untuk berbicara. Akhirnya mereka meminta saya untuk menginformasikan berita ini ke ketua RT 06 / RW 01, perumahan Villa Tomang Baru II bahwa Bapak Mariman terkena Covid.
Dengan berita buruk di atas, membuat keluarga panik. Dua anaknya, yaitu Ivan dan Alfons diungsikan ke rumah Bu Anas (kakanya Ibu Theresia Runjiah) di perumahan Pondok Indah – Kota Bumi. Anak-anak tidak hanya mengungsi tetapi saya sebagai ketua lingkungan mendorong agar seluruh anggota keluarga yang bersentuhan langsung dengan Bapak Mariman untuk segera melakukan Swab untuk membuktikan sehat atau tidak dari Covid. Isteri dan kedua anak Bapak Mariman serta Ibu Anas menjalani Swab di RS Mayapada Cikokol. Dari empat orang yang mengikui Swab, tiga orang dinyatakan negatif dan satu dinyatakan positif, atas nama Krisantus Giovani (anak pertama Bapak Mariman). Ivan, demikian nama panggilan dari Krisantus Giovani, positif Covid dengan kategori OTG (Orang tanpa gejala). Sejak dinyatakan Covid, Ivan dan ibunya mengalami kebingungan. Apakah mau dikarantina atau isolasi mandiri di rumah? Setelah konsultasi di Puskemas Kota Bumi, Ivan dianjurkan untuk menjalani isolasi mandiri karena usianya belum mencapai 21 tahun untuk menjalani karantina sebagaimana ketentuan dari gugus Covid.
Bapak Mariman masih tetap dirawat di RS Sari Asih Karawaci dan Ivan juga menjalani isolasi mandiri. Tanggal 5 Oktober – 19 Oktober 2020, Ivan bersama ibunya yang merawatnya di rumah, menjalani masa karantina di rumah. Tanggal 19 Oktober di penghujung masa karantina mandiri, Ivan bersama ibunya ke Puskesmas Kota Bumi untuk memeriksakan diri. Hasil yang diperoleh, yakni mereka berdua dinyatakan negatif. Dengan berita yang mengembirakan dari Puskesmas itu, tidak membuat saya sebagai ketua lingkungan yang setiap waktu mengikuti perkembangan kesehatan merasa ragu dengan hasil yang dikeluarkan oleh Puskesmas. Saya merasa ragu karena peralatan yang minim sehingga hasilnya tidak mencapai titik akurasi. Karena itu saya meminta Ibu Theresia dan Ivan anaknya untuk Swab lagi di Mayapada untuk memastikan diri, apakah sudah bebas Covid atau tidak. Himbauan ini dituruti dan dari hasil Swab, keduanya dinyatakan negatif.
Tanggal 27 Oktober 2020, pukul 18:52, Bapak Mariman yang selama ini menderita sakit gula dan Covid 19, dinyatakan sehat kembali setelah melihat hasil Swab dan diperbolehkan oleh pihak rumah sakit untuk pulang ke rumah. Malam itu juga, Bapak Mariman dijemput oleh keluarga di RS Sari Asih dan kembali bergabung dengan keluarga kembali. Pulang ke rumah bukan berarti pulih secara total dari sakit yang diderita. Dari informasi keluarga, diperoleh cerita bahwa Bapak Mariman setelah keluar dari rumah sakit, hanya bertahan dua hari di rumah, terhitung 28 dan 29 Oktober 2020. Ketika di rumah, gairah makan berkurang dan sempat terjatuh di dalam rumahnya. Atas peristiwa ini maka Bapak Mariman dibawa lagi ke RS Sari Asih dan dirawat sampai dengan hari ini, Selasa 17 November 2020. Tepat pukul 07.07 dikabarkan oleh keluarga bahwa Bapak Mariman menghembuskan nafas terakhir.
Pertanyaan terakhir adalah mengapa Bapak Mariman dikuburkan di Balaraja, pekuburan para penderita Covid 19 untuk wilayah Kabupaten Tangerang? Kesimpulan saya adalah ketika masuk ke RS Sari Asih untuk kedua kalinya, Bapak Mariman terkena Covid 19 dan karena itu dimakamkan dengan protap. Setelah menerima kabar duka itu, saya langsung berkoordinasi dengan keluarga soal kesiapan dan terutama peti jenazah, tetapi ternyata peti jenazah sudah disiapkan oleh diknas kesehatan.
Selama menderita sakit, lingkungan Maximilianus Kolbe tetap mendukung keluarga Bapak Mariman dengan aksi doa bersama secara daring dengan menggunakan google meet. Selama sebulan lebih, kami umat Max.Kolbe tidak henti-hentinya melantunkan doa untuk kesembuhan Bapak Mariman dan Ivan anaknya. Aksi umat lingkungan tidak hanya berhenti pada doa tetapi yang dibutuhkan adalah buah dari doa itu. Karena itu saya menggerakan umat untuk mengumpulkan sembako untuk menopang kehidupan keluarga Bapak Mariman.
Sein Zum Tode, hidup yang mengarah pada kematian, demikian Martin Heidegger. Pandangan filosif ini mengingatkan kita bahwa puncak peziarahan hidup manusia menemukan titik tuju, kematian. Namun dalam iman Kristiani, kematian dipahami sebagai titik awal memulai hidup baru dalam keabadian. Dalam pulasnya tidur abadi pada konteks kematian ini, ada tawaran keselamatan, datang dari DIA yang pernah tersalib itu. Tentang kematian, bukan soal usia tetapi soal waktu, kapan Tuhan memanggil manusia dengan pelbagai cara untuk mengakhiri hidup ini.***(Valery Kopong)
0 komentar:
Post a Comment