
Tetapi jauh sebelum perjuangan
Kartini, para filsuf dan para pemikir lain, sepertinya sepakat mengenai cara
pandang tentang perempuan. Dalam cara pandang itu, tidak ada hal positif
terselip di dalamnya tetapi lebih dari itu ada pandangan yang negatif
disematkan pada kaum perempuan. Hitler misalnya, melihat ruang gerak perempuan sangat
sempit. Baginya, perempuan itu penjaga dapur dan dibutuhkan oleh lelaki saat di
tempat tidur. Cara pandang yang eksploitatif ini seakan mengundang reaksi para
pejuang feminisme untuk menggugat dan sekaligus menempatkan konsep baru tentang
perempuan yang lebih bermartabat di mata dunia.
Di Indonesia, Kartini telah
memulai sebuah pemberontakan dalam sunyi untuk mempengaruhi perempuan Indonesia
untuk terus bergerak maju dan menjadi setara dengan kaum lelaki. Kekuatan Kartini
dalam memperjuangkan hak-hak kaum perempuan tidak ditunjukkan dalam demonstrasi
yang berlebihan tetapi perjuangannya sangat rapih bahkan dalam sunyi. Melihat sepak
terjang perempuan Indonesia, memungkinkan ia juga untuk merenung dan berefleksi
tentang hakekat eksistensi perempuan.
Perjuangan Kartini masih terus
dilanjutkan oleh kaum perempuan generasi selanjutnya. Kaum perempuan harus
menunjukkan potensi diri yang tidak kalah dengan kaum lelaki. Mari berjuang
terus dan membangun komitmen sebagai pejuang yang tidak kenal lelah. Perempuan
tidak hanya sebagai “Ibu Kehidupan” tetapi juga tokoh revolusioner yang sudah
digagas oleh Kartini.***(Valery Kopong)
0 komentar:
Post a Comment