Thursday, April 21, 2016

PEREMPUAN: IBU KEHIDUPAN

Setiap tanggal 21 April, kita memperingati  hari Kartini. Semua instansi dengan caranya masing-masing memperingati  Kartini dan perjuangannya  dalam membela kaum wanita agar sejajar kedudukannya dengan laki-laki.  Bisa dilihat  sisi perjuangan seorang Kartini  yang lebih mengedepankan kesetaraan dan menyamakan kedudukan dengan laki-laki. Sebuah perjuangan  yang tak kenal lelah. Pertama-tama yang didobrak adalah masalah adat-istiadat yang kaku dan pandangan tentang perempuan sebagai  masyarakat kelas dua. Memang diakui bahwa umumnya daerah-daerah yang menerapkan sistem patrilineal dalam perkawinan maka persoalan utama yag dihadapi adalah masalah dominasi laki-laki yang berlebihan.
Dominasi kaum lelaki sangat berlebihan, karenanya bisa berpengaruh pada ruang gerak kebebasan kaum perempuan dalam setiap bidang kehidupan. Mengapa Kartini mesti berjuang untuk menempatkan kaumnya setara dengan lelaki? Titik tolak perjuangan barangkali berawal dari pemahaman bahwa manusia (laki-laki dan perempuan) dilahirkan dengan memiliki harkat dan martabat yang sama. Dengan memiliki harkat dan martabat yang sama berarti setiap orang berhak untuk mendapatkan perlakuan yang sama.
Tetapi jauh sebelum perjuangan Kartini, para filsuf dan para pemikir lain, sepertinya sepakat mengenai cara pandang tentang perempuan. Dalam cara pandang itu, tidak ada hal positif terselip di dalamnya tetapi lebih dari itu ada pandangan yang negatif disematkan pada kaum perempuan. Hitler  misalnya, melihat ruang gerak perempuan sangat sempit. Baginya, perempuan itu penjaga dapur dan dibutuhkan oleh lelaki saat di tempat tidur. Cara pandang yang eksploitatif ini seakan mengundang reaksi para pejuang feminisme untuk menggugat dan sekaligus menempatkan konsep baru tentang perempuan yang lebih bermartabat di mata dunia.
Di Indonesia, Kartini telah memulai sebuah pemberontakan dalam sunyi untuk mempengaruhi perempuan Indonesia untuk terus bergerak maju dan menjadi setara dengan kaum lelaki. Kekuatan Kartini dalam memperjuangkan hak-hak kaum perempuan tidak ditunjukkan dalam demonstrasi yang berlebihan tetapi perjuangannya sangat rapih bahkan dalam sunyi. Melihat sepak terjang perempuan Indonesia, memungkinkan ia juga untuk merenung dan berefleksi tentang hakekat eksistensi perempuan.   

Perjuangan Kartini masih terus dilanjutkan oleh kaum perempuan generasi selanjutnya. Kaum perempuan harus menunjukkan potensi diri yang tidak kalah dengan kaum lelaki. Mari berjuang terus dan membangun komitmen sebagai pejuang yang tidak kenal lelah. Perempuan tidak hanya sebagai “Ibu Kehidupan” tetapi juga tokoh revolusioner yang sudah digagas oleh Kartini.***(Valery Kopong) 

No comments: