Tanggal 17 Agustus semakin dekat. Hari yang sungguh
ditunggu-tunggu masyarakat Indonesia. Banyak orang yang berlomba-lomba untuk
memeriahkan hari 17 Agustus. Sama
dengan masyarakat Desa
Balingga. Masyarakat Desa Balingga sangat menginginkan untuk ikut
memeriahkan hari kemerdekaan Indonesia tersebut namun sayang desa terpencil
yang jarang dikenal orang itu memiliki perekonomian yang buruk. Maka tak heran bila masyarakat di
sana tak bisa ikut merayakan hari besar Indonesia tersebut. Dulunya desa
tersebut mimiliki banyak sumber daya alam yang dapat membantu perekonomian di
sana. Namun sayang, banyak masyarakat kota yang datang dan merusak sumber daya
alam di sana.
Sama
juga dengan anak-anak di SMP Bangkit Jaya. Anak-anak di sana sudah berusaha
untuk mengumpulkan uang agar dapat membuat masyarakat Desa Balingga merasakan
kemeriahan HUT kemerdekaan Indonesia tersebut. Namun sayang, uang yang mereka
kumpulkan selalu habis untuk biaya pembenahan sekolah mereka. Ya, memang sekolah
mereka sudah berdiri sejak lama, sehingga tak heran bila banyak dinding-dinding
yang rusak dan atap mereka juga sering kali bocor, sehingga anak-anak di sana
sering libur ketika musim hujan.
Fauzan,
anak berusia 13 tahun itu sudah banyak membantu sekolah SMP Bangkit Jaya untuk
mengumpulkan biaya yang dibutuhkan bagi sekolah. Ia sering jalan kaki untuk
pergi ke kota yang jaraknya 6 km dari desanya
untuk menjual hasil karya warga Desa Balingga yang dapat membantu
sedikit perekonomian mereka. Fauzan sendiri sudah lama membantu perekonomian di
Desa Balingga. Sejak umur 5 tahun ia sudah membantu ibunya untuk pergi ke kota
dan menjual hasil karya tangan masyarakat di sana.
Fauzan
sangat menginginkan bisa memeriahkan acara 17 Agustus tahun ini, namun masih
banyak keperluan yang dibutuhkan oleh desanya. Fauzan tidak bisa berharap
banyak. Ia tahu bahwa perekonomian desa mereka tidak terlalu baik. Fauzan
memiliki 2 orang teman baik yang sering membantunya. Mereka adalah Nita dan
Bagas. Mereka sering membantu Fauzan untuk menjual barang-barangnya ke kota.
Hasil
penjualan mereka tidak terlalu bagus, mereka sering dicaci maki oleh para
pembeli karena barang mereka tidak berkualitas. Namun mereka tidak
mementingkannya, mereka hanya menganggap bahwa hal tersebut merupakan suka-duka
para pedagang. Bahkan kadang kala barang-barang mereka tidak terbeli satupun.
Kepala desa di sana sungguh bangga pada kebaikan hati mereka. Mereka bersedia
untuk membantu para warga dan tidak pernah mengharapkan imbalan.
Suatu
hari ketika mereka datang ke kota, tiba-tiba ada segerombolan motor yang datang
menghampiri mereka. Fauzan menyambut segerombolan motor tersebut sambil
tersenyum dan berharap mereka mau membeli barang-barang yang dijualnya. Namun
tak disangka mereka malah mencaci maki Fauzan dan teman-temannya sambil
menghancurkan barang dagangan mereka. Mereka mengatakan bahwa barang tersebut
tidak berharga dan tidak bermutu, bahkan mereka katakan bahwa Fauzan dan
teman-temannya hanyalah segerombolan tikus yang hanya mengusik warga kota.
Fauzan
sangat sakit hati. Ia tak bisa berkata-kata. Ia hanya mengelus dada untuk
meredakan amarah mereka. Karena mereka tahu bahwa marah tidak akan bisa
menyelesaikan masalah. Mereka sungguh terkejut dengan perilaku warga kota.
Padahal menurut mereka warga kota lebih berpendidikan tetapi sama sekali tidak
punya etika. Mereka sangat kaget, warga kota yang dikira ramah ternyata sangat
berbeda dari bayangan mereka. Fauzan dan teman-temannya sangat kaget sekaligus
sedih. Namun semua sudah terjadi dan tidak ada yang dapat mengubahnya.
Ketika
mereka kembali ke rumah, di perjalanan mereka menemukan salah seorang remaja
yang tadi mengejek mereka sedang tergeletak pingsan di jalan. “Sepertinya ia
sudah dirampok!” kata Fauzan. Sebenarnya mereka masih sakit hati atas perlakuan
yang diterima mereka saat mereka ke kota. Namun mereka tidak mempedulikan ego
mereka dan segera membawanya ke Desa Balingga. Wajahnya berlumuran darah dan
bajunya sudah sobek. Remaja tersebut benar-benar dalam keadaan bahaya.
Sesampainya
di sana, warga Desa Balingga mendadak heboh. Banyak warga yang tidak terima ada
warga kota yang ada di desa mereka. Mereka takut, desa mereka akan dirusak oleh
orang-orang kota yang tidak bertanggung jawab. Ada juga yang menerimanya karena
remaja tersebut dalam keadaan kritis. Remaja tersebut segera dibawa ke rumah
kepada desa untuk mendapatkan pengobatan. Mereka juga membuat obat herbal untuk
menolong remaja tersebut. Untungya remaja tersebut cepat bangun dari pingsannya
dan berkata pada Fauzan yang kebetulan duduk di sampingnya. “Bukannya kamu yang
tadi kami ejek?” katanya. “Sudah, lupakan saja hal itu, sekarang yang
terpenting kamu sudah bangun dan bisa
istirahat yang cukup agar besok kamu dapat menelpon keluargamu untuk
menjemputmu pulang, “jawab Fauzan.
Fauzan,
Nita dan Bagas sudah berusaha menolaknya namun keluarga remaja tersebut tetap
berharap agar uang itu diterima. Mereka kemudian memberikan uang tersebut
kepada kepala desa sebagai biaya untuk membantu perkebunan mereka. Namun kepala
desa menolaknya dan mengatakan bahwa uang tersebut dapat digunakan untuk biaya
acara 17 Agustus yang akan diadakan 4 hari lagi. Mereka sangat kaget sekaligus
sangat senang. Karena tahun ini mereka dapat mewujudkan impian mereka untuk
ikut memeriahkan acara 17 Agustus ini. Mereka mempersiapkan segalanya dengan
sangat baik, hingga hari yang dinanti-nantikan telah tiba. Acara 17 Agustus
berjalan dengan lancar dan sangat meriah. Seluruh warga Desa Balingga pun ikut
memeriahkan.***(Cicil)
0 komentar:
Post a Comment