Friday, June 17, 2011

Pemda Bentuk Badan PPPA

Oleh Thomas Todo Tokan (Aktivis Hak Anak dan Perempuan serta Fasilitator ‘Sekolah’ Jurnalistik Bumi Jaya Course Center)

PENGAURUSUTAMAAN hak anak (PUHA) masih asing bagi mayoritas telinga rakyat NTT. Hal demikian dialami mayoritas kalangan pemerintah daerah (eksekutif dan legislatif: penegak hukum: polisi, jaksa, hakim).

Akibatnya, kalangan pemerintah kurang menjadikan hak anak masuk dalam pengarusutamaan intervensi program pembangunan. Hak anak berada pada urutan sekian saat proyeksi program pembangunan. Jelas, hak anak yang seharusnya dimengerti, dihormati, dilindungi dan dipenuhi kita semua masih jauh dari harapan ideal.


Padahal mutu peradaban suatu bangsa ke depan tergantung dari sejauh mana mutu peningkatan perlindungan dan pemenuhan sedikitnya 31 hak anak hari ini. Sebagai perbandingan, PUHA sudah terintegrasi dalam pembangunan Eropa dan Amerika Serikat sejak tahun 1924 (Deklarasi Genewa tentang Hak Anak diadopsi Liga Bangsa-Bangsa = kini PBB, hasilnya, mereka menjajah kita hari ini hampir di segala lini hidup).


Kita tidak pungkiri banyak anak bernasib baik (terpenuhi kebutuhan: kesehatan, pendidikan; ekonomi; terlindungi dari aneka kekerasan; didengar orang dewasa hingga anak berprestasi diakui tingkat nasional seperti Pemimpim Muda Indonesia Terbaik Nasional 2010 adalah darah NTT, Charles Octavianus B. Seran (Ketua Forum Anak Provinsi/Forap NTT asal SMAN I Kota Kupang) pilihan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A). Anak berprestasi bidang pendidikan atau olahraga dengan meraih medali lomba tingkat nasional.

Juga Revolusi KIA, posyandu bertebaran sampai masifnya kegiatan koperasi serta aneka kegiatan pengembangan ekonomi masyarakat termasuk lewat Desa Mandiri Anggur Merah dan program nasional pemberdayaan masyarakat.


Selain itu, kita mulai mengenal sekolah ramah anak bersinergi dengan pembelajaran aktif, kreatif, efektif, menyenangkan (PAKEM) dalam bingkai sistem manajemen berbasis sekolah (MBS). Ada kelurahan ramah anak, kota layak anak (Kota Kupang), PAUD. Juga ada forum anak desa-kelurahan, kabupaten/kota dan provinsi. Kampanye: akte kelahiran gratis (Sikka jadi rujukan nasional), ASI eksklusif - periksa kehamilan bulanan.


Aneka intervensi pembangunan tersebut langsung atau tidak langsung turut melindungi dan memenuhi hak-hak anak hingga meningkatkan kualitas anak NTT.

Proses positif ini dialami keluarga yang mampu menjangkau atau terjangkau pelayanan. Anak-anak (usia 18 tahun ke bawah termasuk janin) bernasib baik ini akan lebih bermutu ketika orangtua semakin meningkatkan pemenuhan kebutuhan dan pemda gandakan perlindungannya.

Anak malang

Sayang! Sisi positif anak bernasib baik tersebut berjurang dalam dengan nasib anak-anak malang. Karena itu layak perhatian diutamakan kepada anak malang. Angka bayi baru lahir mati (bersama ibu) - secara nasional - posisi kita di urutan puncak. Anak putus sekolah terus berjubel dan kualitas pendidikan di bagian ekor (mungkin terlalu jujur menentukan kelulusan?).

Pekerja anak aneka bentuk bertebaran (PRT, penolak gerobak, nelayan, buruh bangunan, kondektur, petani, loper koran, pengumpul besi tua/bekas, pengais sampah dll). Remaja puteri tereksploitasi seks dan ekonomi (dalam kota di NTT dan saban pekan dijemput kapal Pelni, pesawat keluar NTT sampai manca negara diperdagangkan, dilacurkan, ketika pulang mereka ditemani HIV/AIDS yang ditularkan saat berkeluarga: teknik genosida diam?). Tetapi para perekrut yang mengaku asal PJTKI hanya dilototi penegak hukum.


Waspadai ‘anak puteri menjadi germo sebaya’ saat jam sekolah dijemput mobil avanza misalnya (awas, jika ke sekolah puteri membawa pakaian ganti). Pelecehan sebaya putera terhadap puteri ‘yang di mata mereka’ untuk beli pulsa pun mulai melanda anak SMP. Apalagi gejolak seks kalangan remaja menuju ke area seks bebas pranikah tidak dihiraukan orangtua.


Derita anak bertambah pilu ketika dari usia SD mereka telah dijajah nikotin = perokok anak amat banyak - penyumbang utama rendahnya indeks kualitas SDM NTT ke depan sekaligus sasaran empuk narkoba. Anak dibiarkan mengendarai roda dua -empat oleh orangtua yang tidak bertanggung jawab. Anak menjadi korban pelaku aneka kasus tapi penegak hukum umumnya belum berperilaku ramah. Ratusan anak dipenjara.


Litani ini masih panjang. Ingat! Bencana anak dan perempuan terjadi setiap detik! (Ironi, bencana alam yang hanya tak tentu terjadi tetapi telah memiliki badan tersendiri ditopang banyak dana). Lihat saja sehari-hari, anak bernasib baik ataupun anak malang selalu mendapat kekerasan fisik (ditempeleng, dijambak, ditendang, dicemeti, berlutut, merayap dan lain-lain akibat semboyan ‘di ujung rotan ada emas’ oleh penjahat yang kini sepakat kita ubah ‘di ujung rotan hanya daging rusak, benci, dendam, trauma’).


Anak alami kekerasan psikis (aneka nama jenis binatang melekat pada diri anak, dikurung; dungu; bebal-bodoh - padahal dari sisi ilmu tidak ada manusia yang bodoh: hanya manusia sudah tahu tapi lupa atau memang belum tahu-; nakal - padahal nakal adalah definisi orang dewasa-; dilototi; diteriaki, kurang-ajar - padahal memang orang dewasa kurang mengajarkan-meneladani yang baik kepada anak. Di lingkup sekolah ditemukan sekitar 17 bentuk kekerasan mulai dari pintu masuk si satpam, penjaga sekolah; teman kelas, kakak kelas dan tentu guru.


Malah tanggung jawab guru membimbing karakter anak pun semakin luntur, tapi bukan sebagai ‘tindak protes’ terhadap UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Ini butuh penuntasan praktis MBS dan PAKEM di semua kabupaten agar guru proaktif ubah perilaku kasar ke lembut-ramah. Gulita ini diperparah oleh penyalahgunaan kecanggihan media massa: cetak pun elektronik, HP yang sangat merusak karakter dan masa depan anak-anak karena kita tidak membimbing mereka.
Mengalami dan menghadapi kenyataan ini, siapa yang lebih bertanggung jawab jikalau bukan kita orang dewasa: orangtua, keluarga, lingkungan masyarakat dan terutama pemerintah - pemangku tanggung jawab perlindungan anak?


Kini Pemda Provinsi dan Kabupaten/Kota lewat SKPD terkait kesejahteraan (Dinsos, PPO, Dinkes, Biro P3A, juga Nakertrans dll) bekerja sama dengan berbagai NGO internasional serta mitra lokal = LSM peduli anak telah melakukan aneka kegiatan untuk membantu mengatasi nasib kelam anak-anak malang ini.

Penting Badan P3A

Namun jujur, aneka pengentasan itu belum terlalu menggembirakan ketika kita melihat anak malang semakin hari barisannya bertambah panjang. Selain pemda belum mengerahkan segala daya untuk mengatasinya, tetapi jumlah anak malang terus bertambah banyak. Untuk itu patut pemda bertindak cepat tepat kena sasaran lewat kebijakan pamungkas.


Langkah terurgen, pada perubahan anggaran 2011 ini, Pemda Provinsi NTT membentuk Badan P3A. Nomenklatur biro diganti menjadi badan sehingga implikasi positifnya langsung nyata dan berskala luas baik pendanaan maupun mandat (demikian pun di kabupaten-kota). Jika di tingkat provinsi, kita hanya memiliki SKPD Biro dengan dana amat sangat sedikit, kemalangan anak-anak NTT tetap jaya pada masa datang. Tetapi jika biro diganti badan, ke depan sisi-sisi negatif anak diatasi relatif cepat oleh mandat dan dukungan banyak dana aneka kegiatan, efektif efisien terkoordinasi ‘satu atap’ hingga solid bekerja sama dengan tingkat kabupaten/kota.


Dari pergulatan bidang anak dan perempuan dalam 12 tahun terakhir ini, penulis merekam empat kendala utama yakni sikap kurang peduli, minim dana, lemah koordinasi/koordinator dan mandat SKPD tak menggigit. Sekian banyak SKPD bidang kesejahteraan tersebut mengaku bergerak pada tataran ‘ego sektoral dan berlindung pada tupoksi masing-masing instansinya’. Jelas ketika bermitra dengan pemangku kepentingan bidang anak pun tak terkoordinasi baik, malah bisa tumpang tindih. Tetapi dengan kehadiran Badan P3A tingkat propinsi, aneka kendala itu diobati tuntas lewat program strategis preventif termonitor ‘satu atap’.


Pembentukan Badan P3A ini bukan saja kita mempercepat proses pemenuhan tuntutan MDG’s tahun 2015 di wilayah kita dan dalam rangka menyongsong perayaan tahunan: Hari Anak Internasional (1 Juni), Hari Se-Dunia Menentang Pekerja Anak (12 Juni); Hari Anak Nasional (23 Juli) dan Hari Anak Universal (20 November) serta persiapan tahunan mengirim utusan anak ke Kongres Anak Nasional dan Forum Anak Nasional. Tetapi langkah berani Pemda membentuk Badan P3A, amat strategis yakni percepatan pemerataan peningkatan kualitas anak NTT termasuk misalnya mendorong percepatan Perda Wajib Belajar 12 Tahun, Perda Anti-Pekerja Anak, Perda Anak Anti-Rokok serta pencegahan perdagangan remaja puteri dan sebagainya.


Pasti pemda se-NTT bertekad meningkatkan perlindungan purna terhadap anak-anak NTT, maka Badan P3A jawabannya. Keputusan jawaban ini hanya ada di dada terhormat semua anggota DPRD I bersama Gubernur NTT serta semua anggota DPRD II bersama bupati/walikota yang sedang mengabdi di NTT tercinta ini. Selamat merayakan Hari Se-Dunia Menentang Pekerja Anak: 12 Juni dengan harapan tunggal Pemda membentuk Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. *

No comments: