Friday, June 17, 2011

YLH: ‘Profesor Penulis dari Undana’

Oleh Yusuf Leonard Henuk (Guru Besar Fapet Undana)

JUDUL tulisan ini sengaja dipilih untuk memperkenalkan nama penulis yang telah lama dikenal di dunia maya sebagai To’o YLH dari Universitas Nusa Cendana (Undana) yang kebetulan terpilih mewakili universitas-universitas di wilayah Indonesia Tengah sebagai seorang ‘profesor penulis produktif’ yang telah diwawancarai wartawan Media Indonesia sekaligus menanggapi opini dari Hengky Ola Sura (HOS) yang mengawali opininya dengan mengangkat komentar Bung Joki berjudul: “Guru Besar Hanya Nama” ketika menurunkan opininya berjudul:

“Merindukan Profesor Menulis” (Pos Kupang, Sabtu, 4 Juni 2011: 4). YLH sendiri telah lama menulis opini terkait komentar Bung Joki di media massa yang mungkin komentar ini diambil Bung Joki dari opini YLH berjudul: “Guru Besar Hanya Nama” (Timor Express, Senin, 2 Juni 2008: 4).


Sebagai seorang Guru Besar (GB) dari Undana yang tergolong sebagai ‘profesor penulis’ selain kedua senior YLH yang telah disinggung HOS yaitu: Prof. Dr. Alo Liliweri dan Prof. Dr. Mien Ratoe Odjoe, tapi sayang tak dijumpai namanya bersama seniornya Prof. Dr. Felyanus Sanga oleh HOS yang hanya terfokus pikirannya membaca Pos Kupang dan Flores Pos, walaupun YLH khususnya sudah lama menulis di Pos Kupang sejak opini pertamanya berjudul: ‘Raih Gelar Doktor: Memangnya Gampang?” (Pos Kupang, Senin, 29 April 2002: 4 & 7).


Sedangkan, kedua profesor baru di Undana yang telah dikukuhkan pada tanggal 16 April 2011 telah lama menulis bersama di Pos Kupang untuk kedua opini mereka berikut: (1) Henuk dan Sanga (2006): “Undana: 44 Tahun Belum Publikasi 44 Buku” (Pos Kupang, Jumat, 1 September 2006: 11 & 15) dan (2) Sanga dan Henuk (2006): “Budaya Membaca dan Menulis di Kalangan Dosen” (Pos Kupang, Jumat, 23 September 2006: 11).

Sebagai informasi khusus kepada HOS, YLH hingga kini sudah menulis 20 opininya yang dimuat di Kupang Pos dari total 62 opininya yang tergolong journalistik papers yang terbit di media massa lokal di NTT dan SUMUT.


YLH pun telah mengungkapkan rasa terima kasih pada hari pengukuhan GB-nya pada tanggal 16 April 2011 kepada semua media massa lokal di NTT yang telah ‘membesarkan’ namanya ke mancanegara:

(1) Pos Kupang (www.pos-kupang.com), (2) Timor Express (www.timorexpress.com) dan khususnya (3) Kursor yang rutin meliput dan memberitakan gugatannya melawan Rektor Undana tanpa pengacara di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kupang lalu disusul upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi TUN Surabaya (www.pttun-surabaya.go.id) dan berakhir melakukan upaya hukum kasasi dan penarikannya di Mahkamah Agung RI (www.mahkamahagung.go.id).


Pada kesempatan ini, YLH ingin memperkenalkan dirinya sebagai ‘profesor penulis dari Undana’ agar dikenal dan disayangi para pembaca sesuai kata-kata yang sudah umum dipakai ‘Tak kenal maka tak sayang’ (to know is to love). Perkenalan diri YLH telah dimuat dalam buku terbarunya ke-11 yang memiliki International Series of Book Number (ISBN: 978-979-18254-0-5) yang merupakan judul pidato pengukuhan GB-nya pada tanggal 16 April 2011 berjudul: “Penggunaan Teknologi Informasi Dalam Penyusunan Ransum Untuk Ternak.”

Acara iring-iringan kendaraan bermotor bernuansa ‘Adat Rote’ dari tempat kediamannya di Kelurahan Maulafa Kota Kupang ke tempat pengukuhan dan selama acara pengukuhan GB berlangsung di Undana telah disiarkan dan ditonton oleh para pemirsa TVRI Stasiun Kupang pada tanggal yang sama dan khusus di halaman 41/terakhir bukunya yang dibacakan penyiar TVRI Kupang (Ina Djara): “..Ia tergolong cukup produktif menulis dan menyajikan karya ilmiah di dalam maupun luar bidang keahliannya di berbagai pertemuan ilmiah internasional maupun nasional serta telah menerbitkan juga beberapa buku disamping aktif mengisi kolom opini berbagai media lokal di NTT [i.e. Pos Kupang, Timor Express, Kursor, Rote Ndao Pos, Ti’i Langga dan Warta Undana] dan SUMUT [i.e. Analisa].


Berdasarkan data dalam buku ini sudah tidak diragukan bahwa YLH tepat sekali memperkenalkan diri sebagai ‘profesor penulis dari Undana’, karena telah menerbitkan: (1) Karya ilmiah di jurnal ilmiah nasional non-akreditasi, nasional akreditasi dan internasional: 80 buah; (2) Tulisan-tulisan di koran: 62 buah; (3) Buku ber-ISBN: 11 buah, termasuk buku: “Pedoman Penulisan Artikel di Rubrik Opini dan Karya Ilmiah di Jurnal Ilmiah” (ISBN: 979-97845-7); dan (4) Edit buku penulis lain ber-ISBN: 4 buah, termasuk buku: “Basic Study Skills Untuk Dosen dan Mahasiswa” (ISBN: 979-97845-6-5).


Sudah tidak dibantah lagi bahwa YLH merupakan seorang GB dari 20 GB di Undana yang kini masih aktif dari 923 dosen Undana sudah lama ‘turun dari menara gading dunia jurnal-jurnal ilmiah, buku-buku yang memuat tulisannya’, namun tidak begitu dikenal oleh HOS yang masih berstatus sebagai mahasiswa di Universitas Flores.

YLH perlu menjernihkan pikiran HOS yang masih berpikir hanya sebatas seorang mahasiswa saja dengan menyatakan dengan begitu lugu bahwa ‘Guru besar hendaknya lebih bernas memoles tulisan tentang aneka persoalan dengan langsung memberikan gambaran yang praktis. Penguasaan teori-teori yang hanya disampaikan dalam jurnal dan seminar-seminar, hemat saya, ibaratnya membuang garam di air laut’.


Bagi kami para profesor mana pun di muka bumi ini justru kami merasa lebih bergengsi menulis di jurnal ilmiah internasional untuk dikenal sesama pakar serumpun ilmu sejagat dan khusus di Indonesia dihargai bobot kredit: 40 (empat puluh)/karya ilmiah ketimbang menulis di jurnal ilmiah nasional akreditasi yang memiliki bobot kredit: 25 (dua puluh lima)/karya ilmiah dan jurnal ilmiah nasional non-akreditasi yang memiliki bobot kredit: 10 (sepuluh)/karya ilmiah, sehingga hampir banyak profesor di Indonesia tidak begitu tertarik menulis di koran yang hanya memiliki bobot kredit: 1 (satu) per opini dan justru koran merupakan tempat belajar bagi para mahasiswa seperti HOS untuk belajar menulis.


Sedangkan, tugas utama seorang profesor di Indonesia telah diatur jelas dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Pasal 49 Ayat 2) bahwa “Profesor memiliki kewajiban khusus menulis buku dan karya ilmiah untuk mencerahkan masyarakat”, sehingga jelas tidak sesuai dengan pernyataan HOS bahwa “Dan andil seorang profesor salah satunya adalah sumbangan tulisannya pada media massa”.


Kini menjadi lebih jelas bahwa tugas seorang mahasiswa seperti HOS adalah membaca buku atau karya ilmiah seorang profesor lalu menurunkan dalam bentuk opini di media massa.

YLH telah mengajar mahasiswa Fapet Undana seperti Amirudin Bapang untuk menulis karya ilmiah YLH di media massa dalam opininya berjudul: “Fapet Uber Alles” (Timor Express, Selasa, 26 April 2011: 4), artinya: “Fapet Diatas Segala-galanya.”


Sebagai seorang profesor, YLH sudah terbiasa mengutip kata-katanya sendiri dalam menulis ketimbang HOS yang masih banyak belajar menulis, sehingga mengutip kata-kata dari Pramoedya Ananta Toer. Kutipan YLH terbaru dalam mengakhiri opininya ini yang patut disimak oleh para profesor di Indonesia seperti terbaca dalam opininya yang ditulis bertepatan dengan hari ulang tahunnya ke-49 berjudul: “Fapet Undana di Mata Guru Besar Undana” (Timor Express, Kamis, 24 Februari 2011: 4):

“Seorang dosen yang meniti karir sebagai pengajar di perguruan tinggi mana pun dan telah meraih gelar akademik yang tertinggi sekalipun, sebenarnya ia baru mencapai kepuasan batin yang sesungguhnya bila ia telah mempublikasi karya ilmiah yang banyak seperti yang terlihat dalam curriculum vitae (cv) sebanding dengan deretan panjang gelar akademik yang telah diraihnya.” *

0 komentar: